Labuan Bajo dan Pengaruh Musik Reggae

13 April 2025 11:00 WIB
ยท
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Grup musik MALIQ & D'Essentials membuka gelaran International Golo Mori Jazz, di Golo Mori Convention Centre, Labuan Bajo, NTT pada Sabtu (12/4). Foto: Vincentius Mario/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Grup musik MALIQ & D'Essentials membuka gelaran International Golo Mori Jazz, di Golo Mori Convention Centre, Labuan Bajo, NTT pada Sabtu (12/4). Foto: Vincentius Mario/kumparan
ADVERTISEMENT
Ireno (38), tiba di Pantai Waecicu, Labuan Bajo, Manggarai Barat, Nusa Tenggara Timur, Sabtu (12/4) siang. Ireno menyapa kami, yang sedang menikmati air kelapa dan ketenangan laut di pantai tersebut.
ADVERTISEMENT
Satu yang ada di pikiran kami ketika Ireno melintas adalah: dia pasti penikmat musik reggae. Perawakannya tinggi, kulitnya hitam langsat, dan tatto pohon kelapa terlihat di tangan kirinya.
Rambutnya gimbal, namun tertata rapi, mirip musisi Ivan Nestorman, Tony Q, dan Ras Muhammad. Dia langsung menyapa kami, berkenalan, dan bertanya dari mana.
Kami sampaikan, kedatangan kumparan ke Labuan Bajo adalah untuk meliput International Golo Mori Jazz di Golo Mori Convention Centre (GMCC).
Kelompok musik Maliq & D'Essentials menghibur penggemarnya saat tampil dalam International Golo Mori Jazz 2025 di kawasan The Golo Mori, Manggarai Barat, Nusa Tenggara Timur, Sabtu (12/4/2025). Foto: ANTARA FOTO/Fikri Yusuf
Sebagai warga asli Labuan Bajo, Ireno ternyata sudah tak asing dengan gelaran musik. Dia kerap ikut bekerja menjadi salah satu tim pendamping artis nasional yang hendak manggung di panggung kecil di Labuan Bajo.
Panggung kecil itu kerap digelar di sebuah lokasi bernama Paradise Bar. Jaraknya hanya 5 menit tempuh dengan motor ke sebelah barat dari Pantai Waicicu.
Labuan Bajo. Foto: Rinjani Meisa/kumparan
Beberapa musisi yang pernah didampingi oleh Ireno adalah Shaggy Dog, mendiang Steven N. Kaligis (Coconut treez), Kaka Slank, Teddy Adhitya, dan tak terkecuali, Ivan Nestorman.
ADVERTISEMENT
"Tapi mohon maaf, Bang, kayaknya jazz tidak masuk di kami. Kami ini reggae. Itu musik yang sudah kami kenal sejak kecil," kata Ireno.
Apa yang disampaikan Ireno, saya kira, ada benarnya juga. Beberapa kali lewat di Kota Labuan Bajo, musik reggae hampir selalu terdengar di sudut tongkrongan.
Penampilan dari aksi panggung grup musik reggae Coconut Treez di Pos Bloc, Jakarta. Foto: M Risyal Hidayat/ANTARA FOTO
Bar kecil di sepanjang Jalan Trans Flores hingga ke Jalan Kerapu, hampir selalu menyetel lagu dari Bob Marley, Anthony B, Luthan Fyah, hingga Steven And Coconut Treez.
Bahkan, di Flores, ada konser bernama Flores Reggae Festival (FRF) yang digelar setiap tahun. Island Vibes yang diproduseri Rivebrick Creative Lab juga telah hadir di Maumere hingga tahun ini di Labuan Bajo.
"Flores itu, Bang, Jamaica dari Indonesia. Ibaratnya 'roots' reggae ada di sini. Menurut saya ada di sini," tutur Ireno.
ADVERTISEMENT

Pengaruh Reggae dari Ivan Nestorman

Masifnya musik reggae di Pulau Flores, NTT, tidak lepas dari pengaruh Ivan Nestorman. Selain mengusung neo-tradisi, Ivan Nestorman kerap menampilkan sentuhan reggae di karyanya yang penuh unsur budaya.
Sebut saja, Komodo Sunset, hingga Mogi Deo Keze Walo. Ivan juga berkarya di Komodo Project bersama drummer Gilang Ramadhan.
"Bagi kami, Om Ivan itu sudah seperti warga sini. Dia bahkan 5 kali dala sebulan bisa manggung di sini. Dia tak pernah lupa dan selalu membawakan reggae karaoke di Paradise Bar," jelas Ireno.
Ireno menyebut Ivan adalah 'Paus' musiknya Nusa Tenggara Timur. Sejak kecil, Ireno dan keluarganya sudah kerap mendengar karya Ivan Nestorman.
"Ivan Nestorman itu Paus bagi kami. Semua anak di sini pasti besar dengan karya Om Ivan. Dia menemukan dan mengenalkan roots reggae, keaslian karya yang dibalut reggae. Itu sangat berkelas buat saya," ucap Ireno.
ADVERTISEMENT

Harapan Ireno Agar Reggae Bisa Dipelihara

Menurut Ireno, apabila pemerintah turun tangan dan konsisten menggelar konser reggae di NTT, dampaknya akan sangat besar.
Wisatawan lokal hingga turis asing bisa lebih terjaring dengan daya tarik musik di Labuan Bajo.
Bob Marley tampil di The Roxy Theatre 9009 West Sunset Boulevard, 27 November 1979, California, Los Angeles, AS. Foto: Michael Ochs Archives/Getty Images
Keindahan alam tak perlu diragukan, tetapi musik reggae kiranya bisa menjadi minyak yang lebih menghidupkan lentera pariwisata di kawasan Timur Indonesia.
"Turis asing itu sangat dekat dengan reggae dan musik budaya sini. Kalau pemerintah pintar, mereka harus bisa baca situasi. Ada kalanya 'bule' itu datang dan meminta kami menyetel reggae sepanjang malam, seharusnya kita bisa buat yang lebih tertata," jelas Ireno.
Tak terasa, dua jam kami ngobrol dengan Ireno. Saya mengajaknya untuk ikut menonton perhelatan International Jazz Golo Mori 2025 di GMCC. Namun Ireno menolak kami dengan halus.
ADVERTISEMENT
Kami berpamitan, meninggalkan Pantai Waecicu. Ireno masih duduk di pinggir pantai dengan "Three Little Birds" - Bob Marley terputar di ponselnya.