Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 ยฉ PT Dynamo Media Network
Version 1.94.0
Majalah Rolling Stone Segera Dijual oleh Pendirinya
20 September 2017 15:24 WIB
Diperbarui 14 Maret 2019 21:15 WIB
ADVERTISEMENT
Era media massa telah berubah. Dulu kita begitu menikmati media cetak, kini kita beralih ke media elektronik. Sejumlah media cetak terkemuka pun tumbang satu per satu. Dan kelihatannya, majalah musik Rolling Stone adalah salah satu media cetak yang telah digerogoti secara perlahan.
ADVERTISEMENT
Setelah 50 tahun menghadirkan artikel-artikel yang berpengaruh dan sejumlah selebriti hingga nama-nama penting di dunia sebagai sampul majalah, sang pemilik akhirnya menjual bisnisnya tersebut karena mengalami kesulitan finansial.
Dilansir The Guardian, sang pendiri yang bernama Jann Wenner dan putranya, Gus, yang menjabat sebagai Presiden dari perusahaan penerbitan keluarga tersebut telah mengumumkan bahwa keduanya berencana untuk menjual saham mereka yang tersisa.
"Ada tingkat ambisi yang tidak dapat kita capai sendiri," kata Gus Wenner kepada New York Times. "Jadi, kami bersikap pro-aktif dan ingin maju dari kurva."
Tekanan pada industri penerbitan sudah mulai terasa ketika internet mulai mendominasi pola pikir dan kebiasaan manusia dalam kehidupan sehari-hari. Hal itu membuat keluarga Wenner mempertimbangkan pilihan mereka untuk tetap memajukan Rolling Stones atau tidak.
ADVERTISEMENT
Jan Wenner ingin Rolling Stone dibeli oleh seseorang yang mengerti majalah tersebut dan punya banyak uang.
"Rolling Stone telah memainkan peran penting dalam sejarah, secara sosial, politik, dan budaya. Kami ingin mempertahankan posisi itu," ucap pria berusia 71 tahun itu. Jann juga mengatakan bahwa ia dan putranya tetap ingin terlibat dengan majalah tersebut setelah dijual.
Reputasi dan finansial majalah hiburan ini sempat goncang di tahun 2014. Kala itu, Rolling Stone terbukti tidak menjalani prosedur jurnalistik dasar untuk melakukan verifikasi fakta saat menampilkan berita dugaan pemerkosaan di Universitas Virginia. Mereka pun harus membayar denda 3 juta dolar AS atau 39,8 miliar rupiah.
Jann pun mengakui kesalahannya pada The Guardian dan mengatakan bahwa artikel tentang Universitas Virginia adalah kesalahan terbesarnya di Rolling Stone. Selain itu, keputusannya untuk membeli kembali saham majalah US Weekly sebesar 50 persen seharga 300 juta dolar AS atau sekitar 3,9 triliun rupiah di tahun 2006 juga dianggap sebagai kesalahannya.
ADVERTISEMENT
Sebelumnya, ia menjual saham US Weekly yang merupakan anak perusahaan Rolling Stone kepada Walt Disney seharga 40 juta dolar AS atau setara dengan 531 miliar rupiah beberapa tahun sebelumnya. Tapi, ia membelinya kembali dengan harga 7 kali lipat sehingga perusahaan penerbitannya terbebani oleh utang.
Gus selaku putranya berusaha mengurangi tekanan finansial dengan menjual saham majalah US Weekly dan anak perusahaannya yang lain, yakni Men's Journal, kepada American Media beberapa waktu lalu. Hingga akhirnya, keluarga Wenner menjual 49 persen sahamnya kepada BandLab Technologies, perusahaan musik yang berbasis di Singapura.
Jann Wenner mendirikan Rolling Stone saat ia masih berstatus sebagai pelajar berusia 21 tahun di Berkeley, California, Amerika Serikat, di tahun 1967. Bersama Ralph J. Gleason, kolumnis dan kritikus jazz di San Francisco Chronicle, keduanya berbagi hasrat akan musik. Akhirnya, majalah Rolling Stone tayang untuk pertama kalinya dengan John Lennon sebagai sampul di edisi pertamanya.
ADVERTISEMENT
Rolling Stone membahas soal musik, film, acara televisi, dan terkenal dengan wawancara mendalam mengenai budaya Amerika Serikat dari sisi seorang selebriti.