Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 ยฉ PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Marini Zumarnis dan Proses Perjalanan Hijrahnya
23 Juli 2018 8:41 WIB
Diperbarui 14 Maret 2019 21:07 WIB
ADVERTISEMENT
Aktris senior Marini Zumarnis menggelar acara jumpa fans dan book signing bukunya yang berjudul 'Hi Darl', di Supermal Karawaci, Tangerang, Banten, Minggu (22/7). Buku tersebut berisi tentang kisah hidupnya dan sang sahabat, Inneke Koesherawati .
ADVERTISEMENT
Dalam acara jumpa fans tersebut, wanita berusia 42 tahun itu menceritakan beberapa kisah penting yang terjadi dalam hidupnya. Salah satunya adalah cerita saat dirinya memutuskan untuk berhijrah beberapa tahun yang lalu.
Pemain sinetron 'Bidadari' itu mengatakan bahwa sang ibu menjadi sosok penting di balik keputusannya untuk berhijrah. Suatu hari, ia melihat ibunya mendadak sakit keras dan itu membuatnya khawatir.
"Ketika itu saya lagi meeting, dulu saya ngelihat BBM itu jam 15.00 WIB, dibilangin, 'Kak di mana? Ibu sekarat, cepat ke sini'. Pas aku telepon, tetangga ibu saya yang angkat. Ibu saya dibawa ke Rumah Sakit Ridwan, rumah sakit Angkatan Darat," jelas Marini.
Kala itu, dunia Marini seakan-akan hancur begitu saja. Dia tak percaya, sang ibu yang selama ini hidup sehat, tiba-tiba terbaring lemah tak berdaya dan didiagnosis mengidap penyakit yang cukup berat.
ADVERTISEMENT
"Saya enggak pernah ngerasain kayak gitu sebelumnya, fine-fine saja hidup saya selama ini. Enggak pernah ngerasain seperti ini. Waktu itu saya ngebut, jalur busway saya terabas untuk ke situ, jam 4 kan jam macet. Ibu saya tensi sudah 230/165," bebernya.
Ibunda Marini didiagnosis mengidap penyakit Aneurisma, penyakit yang juga merenggut nyawa mendiang aktris Sukma Ayu, di usianya yang masih muda. Aneurisma sendiri adalah 'bom waktu' yang kehadirannya sangat sulit untuk ditebak.
"Itu di dalam otak, ada gelembung yang suatu saat bisa pecah gitu," kata Marini.
Dalam keadaan yang panik dan bersedih, Marini harus mencari rumah sakit yang memiliki ketersediaan ruang ICU dan fasilitas yang lebih lengkap. Setelah sekian lama mencari, akhirnya dia bisa membawa sang ibu tercinta ke ruang ICU di RSCM Kencana.
ADVERTISEMENT
"Dari situ, aku masuk ke ICU dan ngelihat, di dalam ICU enggak hanya orang dewasa yang tua, bahkan ada yang baru lahir, macam-macamlah. Dari situ saya mikir yang namanya kematian tidak mengenal umur," ucapnya.
Setelah kejadian itu, hati Marini mulai bergejolak. Keinginan untuk menutup auratnya sedikit demi sedikit muncul. Hingga pada akhirnya, dia berkonsultasi dengan seorang ustaz bahwa dirinya sudah tak mau lagi mengenakan busana yang terbuka di depan umum.
"Kata ustaz, 'Kenapa enggak hijab?' Saya kaget dan bilang kalau masih ada iklan-iklan. Tapi, katanya kalau ikutin perintah Allah pasti kehidupan di dunia akan jalan mengikuti," kata ibu satu orang anak itu.
Tak lama setelah itu, Marini mantap untuk menutup seluruh auratnya dan berhijab. Dia sudah tidak lagi takut kehilangan pekerjaan hanya karena memutuskan untuk berhijab. Marini juga saat itu mendapatkan dukungan penuh dari Inneke, yang sudah terlebih dulu memutuskan untuk berhijab.
ADVERTISEMENT