Membandingkan Album-album Paramore

16 Februari 2018 18:42 WIB
clock
Diperbarui 14 Maret 2019 21:11 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Paramore. (Foto: Instagram: @paramore)
zoom-in-whitePerbesar
Paramore. (Foto: Instagram: @paramore)
ADVERTISEMENT
Paramore telah membatalkan konsernya di Indonesia yang seharusnya digelar di ICE BSD, Tangerang Selatan, pada Jumat (16/2) malam ini. Hayley Williams sedang mengalami sakit tenggorokan dan saluran pernapasan sehingga memutuskan untuk mengundur konsernya di sini dan Filipina.
ADVERTISEMENT
Meski demikian, kumparan (kumparan.com) tetap tertarik mengulas transisi musik Paramore selama 14 tahun mereka berkarier.
1. Awal karier dan album ‘All We Know Is Falling’
Paramore memulai karier bermusik mereka sejak tahun 2004. Mengusung aliran musik pop punk, Paramore kala itu dikenal sebagai salah satu ikon yang kembali mempopulerkan band rock dengan vokalis wanita setelah tren tersebut sempat redup di awal 2000an. Vokalis tersebut bernama Hayley Williams.
Album perdana mereka ‘All We Know Is Falling’ dirilis pada 2005 dibawah naungan Atlantic Records dan didistribusikan oleh Fueled By Ramen. Album yang berisikan 10 lagu tersebut tidak menuai kesuksesan di tangga lagu dunia.
Namun, album ini dinobatkan sebagai ‘pop punk klasik’ yang membentuk banyak unsur musik tersebut, mulai dari riff gitar dengan melodi-melodi kecil, ketukan drum ber-syncope, sampai vokal bernada tinggi.
ADVERTISEMENT
2. Paduan pop punk dan rock alternative di album ‘Riot!’
Album kedua Paramore ‘Riot!’ dirilis pada 2007. Masih bernuansa pop punk, Paramore menambahkan sedikit unsur rock alternative dengan suara gitar dan dentuman bas yang lebih tebal dan padat.
Hal tersebut dikarenakan Paramore mulai memakai Jeremy Davis untuk mengisi posisi gitar bas dan mengganti Jason Bynum. Komposisi ini dipadukan dengan Taylor York yang punya banyak pengalaman rekaman musik.
Di masanya, ‘Riot!’ dikategorikan sebagai album dengan nuansa rock alternative dan pop punk yang paling mewah.
Pasalnya, musik Paramore di album ini sangat berkembang pesat. Banyak kritikus yang mengatakan bahwa lagu-lagu Paramore di album ‘Riot’ seperti Blink 182 yang memakai Avril Lavigne sebagai vokalis.
ADVERTISEMENT
Lewat lagu ‘Misery Business’ dari abum ini, band asal Amerika Serikat ini akhirnya berhasil menembus pasar dunia dan sempat bertengger di posisi 26 tangga lagu Billboard Hot 100 di Amerika Serikat.
3. Kentalnya rock alternative di album ‘Brand New Eyes’ dan eksperimen musik digital
Paramore menelurkan album ketiga mereka yang bertajuk ‘Brand New Eyes’ dua tahun setelah merilis 'Riot!'. Dibandingkan dua album sebelumnya yang masih bernuansa pop punk, ‘Brand New Eyes’ lebih terdengar kental dengan nuansa alternative rock dan ketukan drum yang aneh serta melodi gitar yang tebal.
Komposisi di setiap lagunya amatlah padat. Meski tetap dengan gaya rambut warna-warni, Hayley Williams bernyanyi dengan gaya vokal yang lebih dewasa dan menanggalkan vokal "slengean" ala penyanyi pop punk.
ADVERTISEMENT
Di album ini pula Paramore berhasil membuat gebrakan dengan menciptakan sebuah lagu berjudul ‘The Only Exception’ yang terdengar mellow namun juga gahar di saat yang bersamaan.
Eksplorasi musik Paramore di lagu tersebut tak hanya berhenti sampai di gitar, bas gitar, dan drum. Mereka mulai berani menggunakan berbagai instrumen musik, seperti piano, string section, dan digital sampling.
4. Perpecahan, dua album self-titled, dan Grammy Awards
Entah apa yang mendasari perpecahan di tubuh Paramore. Saat menggarap album self-titled mereka pada 2013, kakak beradik Zac dan Josh Farro memutuskan untuk hengkang dari Paramore. Mundurnya mereka jelas mengubah hampir keseluruhan dari musik Paramore.
Taylor York, yang dipercaya untuk menjadi co-producer di album tersebut, menciptakan komposisi musik rock yang lebih kekinian. Ia mengimplementasikan berbagai hal baru di musik Paramore, mulai dari sampel musik elektronik dan aransemen lagu yang dewasa namun tetap ceria.
ADVERTISEMENT
Seperti macan keluar kandang, York tak kuasa menahan hasratnya untuk megutak-atik musik Paramore.
Album self-titled mereka akhirnya dibentuk dalam dua versi, ‘Paramore’ dan ‘Paramore Deluxe Edition’. Total 20 lagu dan 9 rekaman live di produseri dan di-mixing oleh Taylor York.
Kepiawaian York akhirnya sukses membawa dua rekannya, Williams dan Davis, memenangkan kategori ‘Best Rock Song’ di Grammy Awards 2015 lewat single ‘Ain’t it Fun’.
Jika menelisik dari gaya berpakaian para personel Paramore di album ini, vokalis berusia 29 tahun itu mewarnai rambutnya dengan berbagai warna. York memilih untuk sedikit rambut ikalnya, sedangkan Davis memilih untuk mencukur rambut gondrongnya dan memanjangkan janggutnya.
5. Konflik band dan curhatan Hayley Williams di album ‘After Laughter’
ADVERTISEMENT
Selama 4 tahun sepi karya, Paramore kembali dilanda konflik internal. Davis yang sudah berkarya bersama Paramore selama 10 tahun, memutuskan untuk hengkang pada 2017.
Untung saja Zac yang pernah hengkang memutuskan untuk kembali dan membantu Paramore.
Album ‘After Laughter’ yang rilis tahun lalu merupakan hasil penggodokan materi dari trio Williams, York, dan Zac. Album ini disampaikan dengan cara yang benar-benar berbeda.
Paramore menghilangkan unsur rock alternative atau pop punk yang selama ini mereka usung dan menggantinya dengan nuansa musik pop elektronik. Beberapa lagu di album ini bahkan mengambil tema disko era 80-an yang dipadati dengan suara synthesizer dan ketukan drum digital.
Perceraian Williams dan gitaris New Found Glory, Chad Gilbert, juga mempengaruhi penciptaan lirik di album ini. Lirik dari lagu-lagu Paramore dalam album terbarunya bernuansa lebih gelap dan kelam dibandingkan sebelumnya.
ADVERTISEMENT
Meski tetap mempertahankan irama mereka yang ceria, sebenarnya terdapat lirik-lirik yang menggambarkan kepahitan hati Williams di setiap lagunya.
Williams juga tidak banyak mempermainkan warna rambut di album ini. Ia membiarkan rambut pirangnya terpapar tanpa cat rambut. Ia justru lebih banyak memakai berbagai riasan wajah untuk menggantikan warna-warni di rambutnya.