Mengenang 13 Tahun Kepergian Musisi Harry Roesli

12 Desember 2017 10:30 WIB
clock
Diperbarui 14 Maret 2019 21:13 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Harry Roesli (Foto: Doc. Wikipedia)
zoom-in-whitePerbesar
Harry Roesli (Foto: Doc. Wikipedia)
ADVERTISEMENT
Pemilik nama lengkap Djauhar Zaharsyah Fachrudin Roesli ini memiliki bakat seni yang mengalir dalam darah Harry pun merupakan warisan keluarga yang memang mencintai dunia seni. Sepanjang kariernya, ia merupakan salah satu musisi yang sudah melahirkan budaya musik kontemporer.
ADVERTISEMENT
Nama Harry mulai melambung di awal tahun 1970-an saat ia membentuk kelompok musik Gang of Harry Roesli bersama Albert Warnerin, Indra Rivai dan Iwan A Rachman. Sebagai seorang musisi, pelantun lagu 'Malaria' ini memiliki gaya bermusik yang komunikatif dan konsisten dalam mengeluarkan kritik sosial. Harry sendiri tidak memiliki pakem tertentu terhadap ide-ide yang ia keluarkan dalam karya-karya terbaiknya.
Karyanya yang selalu konsisten memunculkan kritik sosial secara lugas hadir dalam musik teater lenong. Bahkan secara penampilan pun, Harry selalu konsisten dengan penampilannya yang khas, berkumis, bercambang, berjanggut lebat, berambut gondrong dan berpakaian serba hitam.
Berjalannya waktu, kelompok musik Gang of Harry Roesli akhirnya bubar. Namun bersama kelompok musiknya ini, ia berhasil menelurkan beberapa album, diantaranya; Philosophy Gang of Harry Roesli, Titik Api (album solo), Ken Arok (album solo), Tiga Bendera (album solo), Gadis Plastik (album solo), LTO (album solo), Harry Roesli dan Kharisma 1 (1977), Musik Akustik Monticelli (kompilasi), dan masih banyak lagi.
ADVERTISEMENT
Selain itu, Harry juga sempat mendirikan kelompok teater Ken Arok pada tahun 1973--yang akhirnya juga bubar--. Suami dari Kania Perdani Handiman ini pun memutuskan untuk melanjutkan studi setelah ia mendapat beasiswa dari Ministerie Cultuur, Recreatie en Maatschapelijk Werk (CRM), untuk belajar ke Rotterdam Conservatorium Den Haag, Belanda. Gelar Doktor Musik pun ia raih di tahun 1981.
Selain aktif bermusik, bapak dua anak ini juga cukup aktif mengajar musik. Selain itu ia juga membina para seniman jalanan dan kaum pemulung di Bandung lewat Depot Kreasi Seni Bandung (DKSB) yang didirikannya dan bermarkas di kediamannya di kawasan WR Supratman Bandung. Tahun 1998, rumah ini menjadi pusat aktivis relawan Suara Ibu Peduli di Bandung.
ADVERTISEMENT
Sepanjang perjalanan kariernya yang terbilang cukup 'mulus', Harry sempat tersandung masalah di era reformasi. Salah satu karyanya yang dikemas 24 jam nonstop nyaris tidak bisa dipentaskan. Selain itu ia juga sempat diperiksa Polda Metro Jaya karena diduga memplesetkan lagu Garuda Pancasila.
Perjalanan Harry sebagai musisi yang vokal dengan kritik-kritik sosial pun terhenti saat ia menghembuskan napas terakhirnya di usia 53 tahun karena penyakit jantung. Harry meninggal dunia pada 11 Desember 2004 di RS Harapan Kita, Jakarta. Ia dimakamkan di pekuburan keluarga yang terletak di Desa Pasirmulya, Ciomas, Kecamatan Bogor Barat.
Kala itu, sebelum meninggal dunia, Harry diketahui sempat meninggalkan pesan terakhir untuk keluarganya, terutama untuk sang istri, dan kedua anak kembarnya, Layala Khrisna Patria dan Lahami Khrisna Parana. Harry berpesan agar anak-anaknya tidak pernah rebutan harta sepeninggal dirinya.
ADVERTISEMENT
Meski musisi legendaris ini telah berpulang sejak 13 tahun lalu, namun karya-karyanya selalu diminati. Seperti album legendaris miliknya 'Philosophy Gang' yang telah dirilis ulang pada 17 Maret lalu oleh La Munai Records. Versi terbaru album ini hadir dalam format piringan hitam dua belas inci.