Mitos Padmini dan Protes Film Padmaavat

1 Februari 2018 17:30 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Pemeran Padmini dalam film Padmaavat (Foto: STR / AFP)
zoom-in-whitePerbesar
Pemeran Padmini dalam film Padmaavat (Foto: STR / AFP)
ADVERTISEMENT
Dalam alam pikir sebagian masyarakat India, Rani Padmini atau yang biasa dikenal dengan nama Padmavati adalah sosok yang begitu penting dan agung. Ia adalah simbol bagaimana kaum perempuan harus menjaga kehormatannya demi bangsa dan ras.
ADVERTISEMENT
Demi kehormatan kasta Rajput dan kerajaannya, Rani Padmini lebih memilih untuk bunuh diri ketimbang takluk di bawah penguasa kekaisaran muslim, Alaudin Khilji. Kisah yang diperkirakan berasal dari abad ke 13-14 ini begitu melegenda dan dipercaya oleh kelompok Rajput, kasta ksatria kerajaan Hindu yang dominan di India.
Kebesaran kisah Rani Padmini menjadi salah satu inspirasi bagi sineas Shanjay Leela Bhansali. Setelah sukses mementaskan kisah Rani Padmini dalam bentuk opera di Theater du Chatelet, Paris, pada 2008, Bhansali kemudian mencoba mewujudkannya di layar lebar. Sejak 2016, Bhansali mulai menggarap cerita Padmini dalam bentuk film berjudul Padmaavat.
Poster film Padmavati (Foto: -)
zoom-in-whitePerbesar
Poster film Padmavati (Foto: -)
Mengambil kebesaran sosok Padmini, film kolosal ini digarap secara serius. Film ini juga digadang-gadang sebagai salah satu film Bollywood paling spektakuler.
ADVERTISEMENT
Bhansali memercayakan peran Padmini kepada Deepika Padukone, salah satu aktris Bollywood terbaik saat ini. Bahkan, rumah produksi Viacom18, yang membidani pembuatan film ini, sampai mengucurkan dana hampir USD 34 juta. Besar biaya produksi tersebut membuat Padmaavat tercatat sebagai film Bollywood termahal.
Sayang, proyek meriah ini malah tak disambut baik oleh orang Rajput, sang pemilik legenda Padmini, dan kelompok ekstremis Hindu. Bhansali menghadapi berbagai ancaman kekerasan, bahkan sejak periode awal penggambilan gambar pada Januari 2017.
Selain dikejar-kejar oleh kelompok ekstremis Hindu di lokasi syuting, Bhansali juga menghadapi demonstrasi hingga penolakan dari berbagai politisi yang mendukung aksi penolakan film ini. Lebih buruk lagi, sayembara pemenggalan kepala Bhansali dan aktris Padukone yang dihargai USD 1,8 juta.
ADVERTISEMENT
Sosok Padmini dan Film Padmaavat
Legenda Ratu Padmini (Foto: Wikimedia Commons)
zoom-in-whitePerbesar
Legenda Ratu Padmini (Foto: Wikimedia Commons)
Film Padmaavat mengangkat kisah Padmini dalam sebuah roman Sufi abad ke-16. Roman karangan sastrawan Islam, Malik Muhammad Jayasi, ini bercerita tentang Alauddin Khilji.
Alkisah, Sultan Alaudin Khilji dari Delhi mendengar kabar akan kecantikan Rani Padmini yang berasal dari kerajaan Chittor. Ia yang selalu menginginkan hal-hal luar biasa di dunia pun berhasrat memiliki Rani Padmini.
Sementara Padmini saat itu telah menikah dengan raja Ratan Sen yang menguasai daerah barat laut India bernama Rapujtana.
Karena begitu tertariknya, Khilji mengerahkan seluruh pasukannya untuk menyerang benteng terakhir Rapujtana di Chittorgarh.
Kejadian yang dikisahkan berlangsung pada abad ke-14 ini berujung pada kemenangan Khilji menaklukan Rapujtana. Namun, kemenangan Khilji di medan tempur tak berarti ambisinya memiliki Padmini tercapai.
ADVERTISEMENT
Atas nama kehormatan sebagai perempuan dan Rajput, Padmini beserta seluruh perempuan dari Kerajaan Rapujtana melakukan jauhar, tradisi membakar diri untuk menghindari penangkapan hingga pemerkosaan ketika menghadapi kekalahan perang.
Opera Padmavati di Paris tahun 2008 (Foto: Miguel Medina/AFP)
zoom-in-whitePerbesar
Opera Padmavati di Paris tahun 2008 (Foto: Miguel Medina/AFP)
Keakuratan roman di atas masih dalam perdebatan karena merupakan gabungan antara fiksi dan nonfiksi. Tentu saja akurasi sejarahnya pun dipertanyakan.
Meskipun Khilji dan Ratan Sen benar-benar tokoh nyata dalam sejarah India, tetapi lain halnya dengan Padmini. Sangat sedikit bukti-bukti sejarah yang bisa meyakinkan keberadaan Padmini.
Roman yang ditulis Jayasi ini ditulis pada 1540. Sementara fakta sejarah penyerangan Khilji ke Chittorgrah terjadi pada tahun 1304. Tak heran jika sosok Padmini diduga hanya milik Jayasi dalam roman yang ditulisnya itu.
ADVERTISEMENT
Padmini dilukiskan sebagai perempuan tercantik pada masanya. Legenda kecantikan Padmini inilah yang menarik hati Khilji, meski ia belum pernah bertatap muka langsung dengan Padmini. Serangan Khilji, menurut kisah Jayasi, hanya demi memenuhi ambisinya memiliki Padmini yang kecantikannya melegenda.
Meski berhasil menaklukan benteng Chittorgrah, Khilji gagal mencapai angannya untuk menaklukan Padmini. Jayasi menutup kisahnya dengan nada satir.
“Khilji hanya berhasil mengubah batu-batu di tembok menjadi Muslim. Padmini tetap menjadi mimpi bagi Khilji, penguasa terbesar India saat itu,” tulis Jayasi.
Sebagai roman yang ditulis sekitar 220 tahun setelah peristiwa sejarahnya berlangsung, tentu apa yang ditulis Jayasi tak bisa menjadi rujukan tunggal. Namun, apa yang ditulis Jayasi menginspirasi kisah Padmini berikutnya yang ditulis kelompok Rajput.
ADVERTISEMENT
Karya berjudul Gora Badal Padmini Chaupai yang lahir pada 1589 kemudian dianggap sebagai “kisah nyata” dari legenda Padmini versi Rajput.
Dalam karya tersebut, dikisahkan bahwa Khilji menculik Ratan Sen dan memintanya untuk menyerahkan istrinya, Padmini. Ksatria bernama Gora kemudian maju dan berhasil untuk menyelamatkan Ratan Sen. Kisah ini terpahat di beberapa candi penting di India bagian utara yang menjadi wilayah asli kelompok Rajput.
Padmini adalah sosok yang jamak ditemui di berbagai literatur di India. Sosoknya selalu dikisahkan sebagai kisah pengorbanan perempuan untuk memilih mati demi melindungi kehormatannya. Padmini menjadi mitologi yang mengakar di kalangan umat Hindu.
Padmini yang agung rela berkorban demi kesuciannya menjadi simbol perempuan, khususnya bagi orang Rajput. Terlepas dari sosoknya nyata atau tidak, Padmini menjadi sosok yang sakral. Bagi orang Rajput, kisahnya tak sedikitpun boleh dipelintir.
ADVERTISEMENT
“Narasi kisah Padmini yang rela mati demi mempertahankan kehormatannya ketika diserang oleh pasukan Khilji merupakan teladan tentang bagaimana orang Rajput harus mempertahankan kehormatannya,” tulis Ramya Sreenivesan dalam bukunya The Many Lives of a Rajput Queen (2007)
Ramai menolak Padmaavat
Ketika ramai isu Bhansali melakukan penggambaran yang keliru atas sosok Padmini, protes lahir bertubi-tubi.
Lokasi pengambilan gambar di Benteng Chittorgarh diobrak-abrik oleh kelompok ekstremis Hindu Rajput Karni Serna. Rombongan massa merusak peralatan shooting dengan dalih bahwa bahwa film ini keliru menggambarkan karakter Padmini.
Bhansali diduga memasukkan adegan erotis antara Padmini bersama Sultan Khilji. Ia dianggap memilintir kisah Padmini-Khilji menjadi kisah cinta yang romantis alih-alih heroisme Padmini melawan Khilji.
Protes film Padmaavati di India (Foto: REUTERS/Danish Siddiqui)
zoom-in-whitePerbesar
Protes film Padmaavati di India (Foto: REUTERS/Danish Siddiqui)
Bhansali membantah segala macam tuduhan yang dilayangkan terhadap karyanya. “Tidak ada adegan, lagu, atau mimpi-mimpi yang menggambarkan romantisme antara Padmavanti dan Khilji,” ucap Bhansali kepada The Guardian.
ADVERTISEMENT
Bhansali juga telah mengiyakan permintaan para demonstran untuk menghilangkan beberapa adegan yang dianggap sensitif. Sayang, kabar miring terlanjur menyebar. Keputusan Bhansali untuk mengangkat kisah Padmini mau tidak mau menyinggung dua hal penting di masyarakat India: Padmini dan relasi Muslim-Hindu.
Selain itu, Bhansali telah mencatat rekam jejak serupa. Karya-karya Bhansali sebelumnya yang juga mengangkat topik relasi Muslim-Hindu di India telah dipandang buruk di mata kaum konservatif Hindu.
Bhansali pernah merilis film Ram Leela yang bercerita tentang kisah cinta sepasang kekasih dari dua kelompok Rajput yang saling bermusuhan. Selanjutnya film berjudul Bajirao Mastani yang mengisahkan percintaan antara raja Hindu dengan perempuan yang memiliki ibu seorang muslim.
Kerusakan di tempat syuting Padmaavat (Foto: Istimewa)
zoom-in-whitePerbesar
Kerusakan di tempat syuting Padmaavat (Foto: Istimewa)
Protes yang muncul di mana-mana pun tak lagi bisa dibendung. Demonstrasi diwakili tiga kelompok besar: Rajput Karni Sena, Kshatriya Samaj, dan Akhil Bharatiya Kshatriya Mahasabha.
ADVERTISEMENT
Tiga kelompok yang mewakili segelintir warga dari kelompok Rajput di seluruh India. Namun aksi protes mereka yang menjurus kekerasan membuat aktivitas ketiga kelompok ini jadi menonjol.
Mereka bahkan sempat menutup situs bersejarah Benteng Chittorgarh pada November 2017. Situasi semakin memanas menjelang peluncuran film yang dijadwalkan pada Desember 2017.
Ketika film Padmaavat akhirnya dirilis pada Januari 2018, aksi kekerasan semakin pelik dengan adanya ancaman bunuh diri massal (dengan melakukan Jauhar) yang diklaim akan dilakukan oleh 3 ribu perempuan.
Unjuk rasa karena kontravensi film Padmaavat (Foto: REUTERS/Danish Siddiqui)
zoom-in-whitePerbesar
Unjuk rasa karena kontravensi film Padmaavat (Foto: REUTERS/Danish Siddiqui)
Penolakan tidak hanya datang dari massa sipil reaksioner. Partai penguasa Barathiya Janatiya yang berhaluan Hindu konservatif juga ikut menunjukkan amarahnya.
Ketua Kongres sekaligus presiden distrik Jaipur, Pratap Singh Khachariyawas, mengatakan bahwa kisah bunuh diri massal Padmini harus digambarkan sebagai sebuah pengorbanan untuk kehormatan.
ADVERTISEMENT
“Film ini tidak akan diperbolehkan sama sekali jika merusak sejarah pengorbanan dan keberanian para ibu nenek moyang India,” ujar Khachariyawas kepada Hindustan Times.
Kelangan politisi konservatif kemudian mendesak pemerintah untuk melarang peredaran film ini. Desakan tersebut ditujukan kepada Mahkamah Agung dan Central Board of Film Certification (CBFC) atau lembaga sensor film India.
Sayangnya, gugatan kelompok Hindu garis keras di kedua lembaga itu mental. Mahkamah Agung India menolak gugatan yang menghendaki pelarangan film Padmaavat di seluruh dunia. Sementara itu, tak ada secuil pun adegan yang disensor oleh CBFC terhadap film berdurasi dua jam tersebut.
Film ini akhirnya berhasil diputar serentak di 300 kota di India pada Kamis (25/1). Meski digempur huru-hara protes di mana-mana, film kolosal ini tetap berjaya di bioskop-bioskop di India. IMDb memberi film ini rating 7,5 dari 10, nilai yang cukup tinggi bahkan untuk film Barat sekalipun.
Unjuk rasa karena kontravensi film Padmaavat (Foto: REUTERS/Amit Dave)
zoom-in-whitePerbesar
Unjuk rasa karena kontravensi film Padmaavat (Foto: REUTERS/Amit Dave)
Bagi kalangan sejarawan India, Padmini adalah tokoh fiksi yang jamak ditemui dalam hampir berbagai versi literatur India. Sebagai sosok fiksi, Padmini telah hadir di banyak literatur. Namun, keberadaan sosoknya secara nyata masih dalam perdebatan.
ADVERTISEMENT
Rana Sazfi, salah satu sejarawan, menganjurkan bahwa perdebatan lama soal Padmini sebaiknya tidak berujung kekerasan. “Level toleransi kita (orang India) sudah benar-benar rusak,” komentar Sazfi melihat gelombang aksi protes terus-menerus.
Baginya, tidak ada urgensi membawa perdebatan sosok Padmini menjadi konflik komunal. Terlebih jika mengingat sosoknya yang masih abu-abu: tokoh sejarah atau fiksi belaka.
===============
Simak ulasan mendalam lainnya dengan mengikuti topik Outline!