Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.94.0
ADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT
Suatu ketika, ayah Sancaka menjadi pemimpin demo di pabrik tempatnya bekerja. Namun, alih-alih mendapat keadilan—sebagaimana yang menjadi tuntutan oleh para pendemo—ia justru tewas bersimbah darah di hadapan anaknya.
Saat menyaksikan peristiwa itu, sebuah petir menyambar tubuh Sancaka dan membuatnya pingsan.
Setahun berselang, Sancaka masih dirundung duka atas kepergian sang ayah. Di tengah kesedihannya, kenyataan pahit lainnya terpaksa ia telan. Sang ibu pergi meninggalkannya dan tak kunjung kembali.
Sancaka kemudian terpaksa meninggalkan rumah dan bekerja serabutan demi menghidupi diri sendiri. Tak jarang ia menjadi sasaran tindak kekerasan dari anak jalanan lainnya.
Suatu hari, Sancaka mendapat bantuan dari Awang (Fariz Fajar) yang mengajarkannya ilmu bela diri. Dengan belajar ilmu bela diri, ia diharapkan untuk bisa melindungi diri sendiri dalam menghadapi ganasnya kehidupan.
ADVERTISEMENT
Tak hanya itu, Awang juga memberi nasihat pada Sancaka untuk tidak mencampuri urusan orang lain. Pesan itu diingat oleh Sancaka hingga ia dewasa dan membuatnya menjadi sosok yang tak peka terhadap lingkungan.
Sancaka dewasa (Abimana Aryasatya) bekerja sebagai petugas keamanan di sebuah perusahaan percetakan koran. Ia bekerja bersama Agung (Pritt Timothy) di kantor tersebut.
Pada suatu waktu, seorang maling yang tengah dikejar oleh massa meminta bantuan pada Sancaka agar bisa masuk ke kantornya untuk bersembunyi. Namun, ia tak peduli, terlebih mengingat maling itu dianggapnya tak perlu ditolong.
Maling tersebut justru ditolong oleh Agung, yang kemudian membawanya ke kantor polisi. Agung lalu mengingatkan Sancaka untuk mulai peduli pada lingkungan sekitar.
Sementara itu, Sancaka tinggal di sebuah rumah susun. Ia bertetangga dengan Wulan (Tara Basro) dan adiknya yang bernama Tedy.
ADVERTISEMENT
Setiap hari, kediaman Wulan selalu didatangi oleh preman. Awalnya, Sancaka tak peduli dengan apa yang terjadi. Namun, lama-kelamaan, hatinya mulai tergerak untuk menolong perempuan itu.
Film 'Gundala ' diadaptasi dari komik ciptaan Hasmi yang dirilis pada 1960-an. Sebelumnya, 'Gundala' juga sudah pernah difilmkan dan tayang pada 1981.
Joko Anwar, sebagai nakhoda film 'Gundala', membuat sejumlah perubahan di film tersebut demi menyesuaikan zaman. Kalian bisa menyaksikannya sendiri di bioskop untuk mengetahui perbedaannya.
Aksi Abimana Aryasatya sebagai Sancaka di film 'Gundala' patut diacungi jempol. Ia mampu merepresentasikan sosok laki-laki dengan latar belakang menyedihkan, yang memiliki dilema untuk menjadi seorang biasa atau bangkit menjadi pahlawan untuk mereka yang tertindas.
Hanya saja, di beberapa adegan laga, Abimana masih terlihat berpikir untuk melancarkan koreografi laganya.
Apresiasi perlu diberikan juga pada Muzakki Ramdhan, pemeran Sancaka kecil. Ekspresinya sebagai anak jalanan yang tertindas tampak cukup natural. Ia pun mampu mengeksekusi adegan laga dengan baik.
ADVERTISEMENT
'Gundala' bisa menjadi angin segar buat para pencinta film-film superhero yang mengidamkan sentuhan lokal. Hanya saja, 'Gundala' tentu bukan film yang pas untuk dibandingkan dengan film-film Marvel Cinematic Universe (MCU) dan DC Extended Universe (DCEU) lantaran ada banyak perbedaan di antaranya.
Meskipun jagoan utamanya sama-sama menggunakan kostum, 'Gundala' lebih banyak menampilkan adegan bertarung dari jarak dekat ketimbang ketika Sancaka menggunakan kekuatan petirnya. Hal itu, bisa jadi, karena Gundala masih dalam pencarian jati diri.
Selain itu, seperti telah diketahui, berbagai teknologi canggih menjadi pemandangan yang menyegarkan dalam film-film MCU dan DCEU. Nah, lain halnya dengan 'Gundala' yang justru memuat sensasi mitos dan klenik, yang sudah tak asing lagi dengan masyarakat Indonesia.
Film berdurasi dua jam tiga menit ini bisa dibilang cukup berat lantaran Joko Anwar 'memainkan' permasalahan politik dan kekuasaan di dalamnya. Namun, jangan khawatir dulu, ditampilkan pula elemen komedi segar yang penempatannya pas dan berhasil terasa menghibur.
ADVERTISEMENT
'Gundala' juga tak bersifat sadis dan berdarah-darah. Oleh sebab itu, film tersebut cocok untuk disaksikan bersama keluarga.
'Gundala' akan menjadi gerbang pembuka untuk film-film Jagat Sinema Bumilangit. Film 'Sri Asih' kini tengah dipersiapkan sebagai lanjutan.
Film 'Gundala ' sudah tayang dan bisa disaksikan di bioskop mulai hari ini, Kamis (29/8).