Seberapa Dalam Novel Tere Liye Merajai Pasar?

24 November 2017 20:50 WIB
clock
Diperbarui 14 Maret 2019 21:13 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tere Liye (Foto: Sabryna Putri Muviola/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Tere Liye (Foto: Sabryna Putri Muviola/kumparan)
ADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT
Kutipan di atas merupakan penggalan kata-kata yang jamak dijumpai di media sosial, khususnya akun remaja milenial yang mengunggah foto mereka disertai caption kata-kata Tere Liye. Foto manis, kalimat puitis. Paduan sempurna yang memikat.
Bukan rahasia lagi bahwa Tere Liye alias Darwis kerap menyihir imajinasi pembaca. Pria kelahiran Lahat, Sumatera Selatan, ini sudah menggoreskan penanya dalam secarik kertas sejak 2005 hingga saat ini. Novel-novelnya yang best seller jadi bukti goresan tak terbantahkan bahwa karyanya disukai pembaca.
“MENULIS ADALAH BERBAGI,” demikian tulisan berhuruf kapital itu terpasang dengan latar warna hitam kelam di laman Facebook-nya. Laman itu diikuti oleh lebih dari 4 juta orang. Bukan angka yang sedikit.
Dua novel Tere Liye, Hafalan Shalat Delisa dan Bidadari-Bidadari Surga, diangkat ke layar lebar industri film Indonesia. Bukti lain karyanya laris manis dan diminati.
ADVERTISEMENT
Hafalan Shalat Delisa tayang pertama kali tahun 2011. Film yang menceritakan tentang tsunami di Aceh tahun 2004 itu berhasil menggaet 668.000 penonton dan menempatkannya di peringkat ketiga film bergenre religi yang laris di Indonesia.
Dari 20 lebih novel Tere Liye, semua selalu menjadi best seller. “Sebanyak 15 buku yang kami terbitkan, semuanya best seller, alhamdulillah,” kata Syahrudin, rekan kerja Tere Liye di Republika Penerbit, kepada kumparan, Rabu (22/11).
Dari 15 buku Tere yang diterbitkan Republika itu, masing-masing novel bahkan bisa dicetak ulang hingga 20-40 kali.
Hal serupa terjadi pada novel-novel Tere Liye yang diterbitkan oleh Gramedia Pustaka Utama. “Hujan sampai Juni 2017 sudah cetak ulang 26 kali,” kata Dionisius Wisnu, Public Relations Gramedia Pustaka Utama.
ADVERTISEMENT
Hujan diterbitkan tahun 2016, menceritakan tentang Bumi masa depan, pada tahun 2045-2050. Novel ini sukses mengoyak imajinasi pembaca, sehingga tak heran masuk deretan best seller.
Tere Liye. (Foto: Sabryna Putri Muviola/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Tere Liye. (Foto: Sabryna Putri Muviola/kumparan)
Novel Tere paling laku keras di Jabodetabek. Meski ia telah menghentikan penerbitan bukunya karena soal pajak royalti penulis di Indonesia yang ia nilai tak adil dan merugikan penulis, novel karyanya masih dijumpai di toko-toko buku hingga akhir Desember 2017.
[…] kalau kalian ke toko, toko-toko buku Gramedia sedang masif menjualnya, membuat display khusus, dll, agar semakin cepat habis. Per Januari 2018, kalian tidak akan lagi menemukan buku-buku itu di toko buku. Jika masih ada toko buku yang menjualnya, itu berarti bajakan, my friend :)
ADVERTISEMENT
Kesuksesan novel Tere Liye, menurut Wisnu, karena Tere mengangkat kisah-kisah yang dekat dengan masyarakat, dan tulisannya cenderung menyejukkan.
“Bang Tere juga mampu mengangkat tema-tema yang sangat beragam untuk ditulis, sehingga karya-karyanya bisa masuk ke berbagai kalangan,” ujar Wisnu.
Anak-anak, remaja, dewasa, hingga orang tua dengan mudah menyelami isi dari novel Tere. Tetralogi Bintang, misalnya, masuk segmentasi remaja. Novel Burlian bisa memasuki segmen anak-anak. Sementara Negeri Para Bedebah dan Ayahku (Bukan) Pembohong dinikmati para pembaca dewasa.
Buku-buku Tere Liye. (Foto:  Dwi Herlambang Ade Putra/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Buku-buku Tere Liye. (Foto: Dwi Herlambang Ade Putra/kumparan)
Gramedia Pustaka Utama sudah menerbitkan 14 novel karya Tere Liye, yang juga semuanya laris manis. Saat kumparan menyambangi Gramedia Depok untuk melihat langsung bagaimana penjualan novel Tere Liye, Supervisor Penjualan, Ida, menyatakan buku Tere memang amat laris.
ADVERTISEMENT
“Setiap ada buku Tere Liye, pasti laku. Semua bukunya laku karena fansnya sudah banyak,” ujar Ida.
Hujan bahkan sudah tak tersedia lagi di Gramedia Depok. “Apalagi kemarin ada pernyataan dia yang bilang udah (nggak mau jual lagi bukunya di toko buku), jadi banyak yang (nyari), pengen koleksi yang belum dipunya.”
Ya, setelah Tere mengumumkan bahwa Januari 2018 novelnya tak akan lagi beredar di pasaran, novelnya malah kian dicari.
Tidak hanya muda dan remaja, beberapa sekolah menurut Ida bahkan yang rela memborong novel Tere Liye untuk melengkapi koleksi perpustakaan. Mereka bisa membeli lebih dari 10 eksemplar untuk satu judul novel.
“Gurunya datang langsung ke sini,” kata Ida.
Tak beda jauh, novel-novel Tere di Gramedia Mal Pejaten Village juga terus surut. Cicilia, Supervisor Gramedia Pejaten Village, mengakan buku Tere Liye hampir selalu menjadi best seller di setiap peluncurannya.
ADVERTISEMENT
Bintang menjadi best seller untuk bulan Oktober lalu,” ujarnya.
Buku-buku Tere Liye (Foto: Dwi Herlambang/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Buku-buku Tere Liye (Foto: Dwi Herlambang/kumparan)
Salah seorang penggemar karya Tere, Sartika Septiana, mengatakan sudah mengidolakan novel Tere sejak SMA. “Mulai baca dari zaman SMA, tahun 2012. Gara-gara kakak gua punya novel Tere Liye yang judulnya Negeri Para Bedebah.”
Kini perempuan 21 tahun itu memiliki 5 dari 29 novel karya Tere. Sartika bercerita, betapa air matanya sampai berlinang ketika membaca Rembulan Tenggelam di Wajahmu.
“Soalnya, pengalaman hidup orang (karakter) yang saya baca, membuat saya jadi lebih menghargai proses kehidupan,” katanya.
Dianty, fans Tere lainnya, mengatakan alur cerita novel-novel Tere membuatnya penasaran dan ingin terus membacanya hingga akhir.
“Pas baca sinopsis Hujan, sederhana tapi kok kena (ke hati). Jadi tertarik aja. Gue juga sangat menghargai desan suatu buku, dan cover Hujan menurut gue sederhana--ngggak macem-macem, tapi enak dilihat,” ujar gadis 19 tahun itu.
ADVERTISEMENT
Ia berpendapat, Tere mampu memadukan unsur imajinasi di dalam ceritanya, dengan permainan logika. Pun tulisan itu mampu membuat pembaca hanyut, meresapi tiap kata yang tertera pada lembaran-lembaran novel.
“Dari novelnya saya belajar, harus nerima semua masalah, bukan malah melupakan,” kata Dianty, mengutip salah satu kalimat dalam novel Hujan.
Hidup ini memang tentang kadang menunggu. Menunggu kita untuk menyadari, kapan kita kan berhenti menunggu.
Kutipan novel Tere itu bahkan sengaja disimpan Dianty dalam ponselnya.
Dengan segala pro-kontra yang ia buat, kedigdayaan seorang Tere Liye di pasar buku, memang tak terbantahkan.
Buku Tere Liye (Foto: Facebook/Tere Liye)
zoom-in-whitePerbesar
Buku Tere Liye (Foto: Facebook/Tere Liye)