Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.89.0
Sederet Artis Indonesia yang Meninggal Dunia Sepanjang 2018
30 Desember 2018 20:22 WIB
Diperbarui 15 Maret 2019 3:51 WIB
ADVERTISEMENT
Di tahun 2018, ada beberapa nama besar di dunia hiburan Tanah Air yang mengembuskan napas terakhir. Mulai dari aktor lawas, komedian, hingga musisi. Ada yang meninggal karena penyakit maupun bencana alam.
ADVERTISEMENT
Berikut daftar artis pilihan yang meninggal dunia sepanjang 2018. Semoga amal ibadah mereka diterima di sisi-Nya, amin.
1. Yon Koeswoyo
Yon Koeswoyo, pria yang menyumbangkan suaranya untuk Koes Plus selama puluhan tahun ini, wafat pada 5 Januari lalu. Yon mengembuskan napas terakhir di kediamannya di kawasan Pamulang, Tangerang Selatan, sekitar pukul 05.50 WIB, di usia 77 tahun. Dia dikebumikan di TPU Tanah Kusir, Jakarta Selatan, satu hari setelah kepergiannya.
Yon merupakan putra pasangan Raden Koeswoyo dan Rr. Atmini. Dia lahir di Tuban, Jawa Timur, pada 27 September 1940. Ia mempunyai 2 kakak perempuan (kakak pertamanya, Tituk, meninggal sewaktu bayi) dan dua adik perempuan.
Dulu, Yon dan saudara-saudaranya, Tony, Yok, dan Nomo sangat senang memainkan lagu-lagu The Beatles. Pada 1 Juli 1965, beberapa tentara dari Komando Operasi Tertinggi (KOTI) menangkap mereka dan memenjarakan ketiganya di penjara Glodok, Jakarta Utara. Alasannya, karena lagu-lagu The Beatles yang mereka mainkan disebut meracuni pemikiran generasi muda pada kala itu. Ya, imperialisme pro Barat.
ADVERTISEMENT
Namun, mereka tetap produktif selama mendekam di balik jeruji besi. Lagu-lagu berjudul 'Di dalam Bui', 'Jadikan Aku Dombamu', 'To the So Called the Guilties', dan 'Balada Kamar 15' pun lahir. Akhirnya, pada 29 September 1965, mereka pun dibebaskan tanpa alasan.
Yon Koeswoyo mulai aktif bermusik sejak awal dibentuknya grup musik Kus Brothers pada tahun 1958. Grup ini sempat berganti nama dari Kus Bersaudara pada tahun 1963, sebelum berubah menjadi Koes Bersaudara hingga Koes Plus. Nama Koes Plus pun mulai dielu-elukan setelah tampil membawakan lagu dalam acara 'Jambore Band' tahun 1970.
Di era '70-an, Yon dan yang lain dipengaruhi penampilan Bee Gees dan The Cats. Hal itu juga terbukti dengan gaya bernyanyi Yon yang mengingatkan pada Barry Gibb, vokalis Bee Gees.
ADVERTISEMENT
Di awal era '80-an, Yon merilis album solo berjudul 'Lantaran'. Album tersebut berisi 10 lagu dan dibantuk oleh pencipta lagu bernama Harry Cahyono. Delapan lagu di album tersebut adalah karya Harry, yakni 'Lantaran', 'Senandung Malam', 'Jakarta', dan 'Tuan-tuan'. Sisanya adalah 2 lagu yang diciptakan Yon, yakni 'Kota Sunyi' dan 'Kesan'.
Album 'Lantaran' adalah sebuah karya dengan pesan berupa kritik sosial. Namun, dengan lirik yang tak mudah dicerna. Di tahun 2008, Yon kembali merilis album solo yang berjudul 'Song of Porong'.
2. Sys NS
Sys NS meninggal dunia pada 23 Januari lalu di usia 61 tahun. Dia sempat pingsan di kediamannya dan langsung dilarikan ke Rumah Sakit Pondok Indah, Jakarta Selatan. Namun, nyawa Sys sudah tidak dapat diselamatkan.
ADVERTISEMENT
Sys diduga meninggal akibat serangan jantung. Jenazah Sys pun dimakamkan di TPU Jeruk Purut, Jakarta Selatan, di hari kepergiannya.
Sys NS memulai kariernya di industri hiburan Tanah Air sejak era '70-an. Sebelum namanya dikenal sebagai sutradara, Sys pernah menjajaki karier sebagai seorang Disc Jockey (DJ).
Sys menjadi DJ saat dirinya masih kuliah. Pendidikan kuliah pun dia tinggalkan karena sibuk mencari uang sebagai DJ. Kemampuannya itu sempat mendapat penghargaan sebagai 'The Best of Disc Jockey of Indonesia' pada tahun 1975.
Segala cara dilakukan pria bernama asli Raden Mas Haryo Heroe Syswanto Ns. Soerio Soebagio untuk bertahan hidup. Jadi penulis skenario, sutradara, pemain film, bahkan humor seperti ‘Sersan Prambors’ pernah digeluti Sys. Di 'Sersan Prambors', Sys bergabung bersama Muklis Gumilang, Pepeng, Krisna Purwana, dan Nana Krip.
Pada tahun 2016, Sys menjadi pemain sekaligus produser film 'Triangle the Dark Side'. Film tersebut merupakan salah satu gagasan dari presenter Deddy Corbuzier. Ia juga pernah menjadi penulis sekaligus pemain belasan judul sinetron, film, dan teater, mulai dari 'Kecupan Pertama', Betapa Damai Hati Kami', 'Terang Bulan di Tengah Hari', hingga 'Hati Yang Perawan'.
ADVERTISEMENT
Sys juga aktif ikut berbagai organiasasi. Pada tahun 1976, Sys ditunjuk menjadi Ketua Kasta (Kekerabatan Antar Siswa se-Jakarta) Prambors hingga menjadi Ketua Laboratorium Seni Prambors. Dia juga pernah menjadi Ketua Gabungan Artis Nusantara, Ketua Umum PB PARFI periode 1998-2002, dan berapa organisasi lainnya.
Tak hanya itu, Sys juga aktif di dunia politik. Di tahun 1999, Sys terpilih menjadi Anggota Badan Pekerja (PAH II) MPR-RI selama kurang lebih satu tahun. Ia juga menjadi Anggota MPR-RI, Utusan Golongan, periode 1999-2004.
Pada tahun 2001, Sys menjadi salah satu pendiri Partai Demokrat dan mencalonkan diri sebagai Ketua Umum Partai Demokrat di tahun 2005. Namun, dia gagal dan pada akhirnya, dia mundur dari partai tersebut karena sudah tak lagi memiliki visi dan misi yang sama.
ADVERTISEMENT
Namun, jiwa politik yang dimilikinya tidak berhenti sampai di situ. Ayah tiga anak itu kemudian mendirikan Partai Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) pada 18 Juli 2006. Nama partai tersebut kemudian diubah menjadi Partai Nusantara Kedaulatan Rakyat Indonesia.
3. Yockie Suryo Prayogo
Yockie Suryo Prayogo mengembuskan napas terakhirnya pada 5 Februari setelah berjuang melawan penyakit komplikasi yang dideritanya selama ini. Yockie meninggal di usia 63 tahun dan dimakamkan di TPU Karet Bivak, Jakarta Pusat.
Yockie mengawali karier bermusiknya bersama grup asal Surabaya bernama Jaguar yang dipimpin Mickey Makelbach. Kala itu, Yockie masih mengenyam pendidikan di bangku SMA di Malang. Setelah tamat SMA, dia hijrah ke Jakarta.
Pada tahun 1973, Yockie membuat band rock bernama God Bless bersama tiga sahabatnya; Ahmad Albar ‘Iyek’, Donny Fattah, dan Ludwig Leeman. Permainan keyboard Yockie disebut-sebut banyak terinspirasi dari band-band progressive rock, seperti Yes, Deep Purple, dan Spooky Tooth. Beberapa lagu ciptaannya seperti ‘Musisi’, ‘Kehidupan’, dan ‘Semut Hitam’, menjadi hit dan masih sering dimainkan hingga kini.
ADVERTISEMENT
Yockie sempat mundur dari God Bless saat mereka tengah berada di puncak kejayaan. Ia tenggelam dalam lembah hitam dan menjadi pecandu narkoba. Namun, Yockie berhasil bangkit pada tahun 1987 dan kembali bergabung dengan God Bless.
Yockie juga berkontribusi untuk musik pop Indonesia. Dia berperan atas lahirnya lagu debut solo Chrisye, ‘Lilin-Lilin Kecil’. Kolaborasi antara Yockie dan Chrisye terus terjalin hingga melahirkan album ‘Jurang Pemisah’ (1977), ‘Sabda Alam’ (1978), ‘Percik Pesona’ (1979), ‘Indah Taman Hati’ (1980), ‘Pantulan Cinta’ (1981), ‘Resesi’ (1983), ‘Metropolitan’ (1984), dan ‘Nona’ (1986).
Tak hanya itu, Yockie juga merupakan sosok di balik kesuksesan soundtrack film 'Badai Pasti Berlalu'. Proyek besar lain yang pernah Yockie kerjakan adalah Kantata Takwa. Proyek itu dibuat pada tahun 1990 bersama Setiawan Djodi. Ia kemudian dipertemukan dengan Iwan Fals, WS Rendra, dan Sauwung Jabo.
ADVERTISEMENT
Pada tahun 1993, Yockie menelurkan album solo ‘Suket’ yang banyak mengangkat isu-isu sosial. Yockie juga memiliki beberapa album solo yang layak untuk didengarkan, seperti ‘Musik Saya adalah Saya’ (1978), ‘Penantian’ (1986), dan ‘Selamat Jalan Kekasih’ (1980).
Sepanjang kiprahnya di dunia musik Indonesia selama lima dekade, produser, music director, dan komposer yang satu ini telah membantu kesuksesan banyak penyanyi, beberapa di antaranya adalah Nicky Astria, Ikang Fawzi, Dian Pramana Poetra, Ita Purnamasari, dan Titi DJ.
4. Gogon
Salah satu anggota Srimulat, Margono alias Gogon, mengembuskan napas terakhirnya di Rumah Sakit Kotabumi Lampung, pada 15 Mei lalu pada pukul 05.00 WIB. Gogon meninggal dunia di usia 58 tahun akibat penyakit jantung yang sudah lama dideritanya.
ADVERTISEMENT
Gogon wafat setelah memeriahkan acara kampanye bersama teman-temannya, Didi Kempot, Doyok, dan Kadir. Kala itu, Gogon memang terlihat lemas.
"Napasnya tuh ngos-ngosan terus. Gerak dikit, ngos-ngosan," ucap Kadir saat dikonfirmasi kumparan via telepon Mei lalu. Gogon pun dikebumikan pada 15 Mei lalu di Solo, Jawa Tengah.
Margono alias Gogon mulai dikenal masyarakat saat dirinya menjadi salah satu anggota Srimulat, grup lawak Indonesia yang didirikan oleh Teguh Slamet Rahardjo di Solo tahun 1950.
Secara perlahan, Srimulat melebarkan sayapnya hingga muncul di salah satu televisi swasta pada tahun 1980-an. Selain materi lawak yang lucu, tiap pemainnya memiliki ciri khas. Misalnya, ia dikenal dengan rambut jambul, sikap berdiri sambil melipat tangan, dan cara duduknya yang selalu melorot.
ADVERTISEMENT
Perjalanan karier Gogon tak melulu mulus. Ayah dua anak ini pernah ditangkap polisi karena mengkonsumsi narkoba jenis sabu pada 2007. Gogon pun ditahan di Polsek Neglasari Tangerang. Dia dijerat Undang-undang Nomor 5 Tahun 1997 Pasal 62 tentang penggunaan psikotropika dengan ancaman hukuman 5 tahun dan denda Rp 100 juta.
Setelah bebas, Gogon kembali eksis di layar kaca televisi. Dia juga sempat bermain film layar lebar 'Finding Srimulat' yang tayang tahun 2013.
5. Arief Rivan
Aktor lawas Arief Rivan tutup usia karena penyakit jantung pada 3 Juli. Dia meninggal di kediamannya di kawasan Depok, Jawa Barat, di umur 66 tahun. Dia dimakamkan di TPU Beji, Depok, Jawa Barat, di hari kepergiannya.
ADVERTISEMENT
Menurut anak perempuan Arief, Ory, ayahnya sudah menderita penyakit jantung selama satu tahun terakhir dan sempat mengalami penyumbatan pembuluh darah pada tahun 2017.
"Tahun kemarin sudah 90 persen penyumbatannya. Akhirnya pasang ring, selalu rutin kontrol juga, dan Beliau (meninggal) terkena serangan," ungkap Ory ketika dihubungi melalui sambungan telepon pada Juli lalu.
Arief Rivan sudah berkarier selama 38 tahun di dunia hiburan Indonesia. Dia memulai kariernya di dunia hiburan sejak era '80-an. Pria kelahiran Padang, Sumatera Barat, ini memulai debutnya di layar lebar dalam film berjudul 'Perawan-perawan' pada 1981. Sebagai pemeran pendukung, ia beradu akting dengan Meriam Bellina, Lydia Kandou, dan Yati Surachman.
Selama hidup, Arief sudah membintangi sekitar 14 sinetron, seperti 'Ikhlas' (2003), 'Hikmah' (2004), 'Malin Kundang' (2005), 'Tobat Sambel' (2012), dan 'Pangeran 2' (2016). Arief terakhir kali berakting di sinetron 'Tukang Ojek Pengkolan'.
ADVERTISEMENT
6. Rudy Wowor
Aktor senior Rudy Wowor mengembuskan napas terakhirnya pada 5 Oktober lalu di usia 74 tahun. Dia menderita kanker prostat sejak tahun 2010, dan dalam waktu setahun belakangan, kondisinya memburuk dikarenakan penyebaran kankernya sudah di taraf advance level. Jenazah Rudy pun dikebumikan pada 6 Oktober di TPU Pondok Ranggon, Jakarta Timur.
Rudolf Canesius Soemolang Wowor atau Rudy Wowor lahir di Amsterdam, Belanda, pada 13 Desember 1941. Sejak kecil, Rudy sudah akrab dengan dunia seni, terutama seni peran.
Aktor berdarah campuran Belanda-Manado ini memulai kariernya di dunia akting sejak era '70-an. Di era itu, Rudy kerap berperan sebagai orang Belanda di film-film yang mengedepankan perjuangan Indonesia.
Rudy juga bermain dalam film lain, seperti 'Onder de Bomen' (1966), 'Impian Perawan' (1976), 'Aladin' (1980), 'Tjoet Nja' Dhien' (1986), dan Soerabaia '45 (1990).
Nama Rudy juga menjadi salah satu nominasi nominasi dalam kategori 'Aktor Pendukung Terbaik FFI 1988' berkat film 'Tjoet Nja' Dhien'. Di film besutan Eros Djarot itu, Rudy beradu akting dengan Christine Hakim dan Slamet Rahardjo.
ADVERTISEMENT
Meski di awal tahun 2000 usianya sudah 59 tahun, Rudy yang bisa menguasai tujuh bahasa itu tetap menerima banyak tawaran main film. Beberapa di antaranya adalah 'Quickie Express' (2007), 'Merah Putih' (2009), 'Darah Garuda' (2010), 'Java Heat' (2013), hingga 'Sweet 20' (2017).
Di film 'Java Heat', Rudy berperan sebagai Sultan, ayah dari Sultana yang diperankan oleh Atiqah Hasiholan. Dia juga beradu akting dengan aktor Hollywood Kellan Lutz dan Mickey Rourke di film itu.
Sosok Rudy juga muncul dalam sejumlah sinetron. Beberapa sinetron yang dia perankan adalah 'Tirai Kasih yang Terkoyak', 'Benang-benang Emas', 'Kasih di Persimpangan', 'Mutiara Cinta', 'Menuju SurgaMU', dan 'Bintang di Langit'.
Tak hanya itu, Rudy juga dikenal oleh seorang penari dan koreografer. Ya, Rudy Wowor adalah salah satu ahlinya dalam urusan dansa, terutama flamenco. Pada 2007, Rudy dipilih sebagai juri tetap 'Seleb Dance ANTV'. Sedangkan sebagai koreografer, Rudy bergabung dengan teater musikal berjudul 'Miss Kedaluwarsa' yang ditampilkan di Gedung Kesenian Jakarta, Jakarta Pusat, pada 24-27 Mei 2007.
ADVERTISEMENT
Rudy juga diketahui sebagai seorang penulis. Dia pernah menulis untuk majalah mode Elle serta beberapa harian di Spanyol dan Australia.
7. Titi Qadarsih
Titi Qadarsih wafat di usia 73 tahun dalam perjalanan ke rumah pada 22 Oktober, pukul 12.00 WIB. Hal itu dibeberkan oleh putranya, keyboardist band BIP, Indra Chandra Setiadi alias Indra Qadarsih, saat ditemui di rumah duka. Jenazah Titi dimakamkan di TPU Tanah Kusir, Jakarta Selatan, keesokan harinya.
"Kemarin, setelah dari rumah sakit, Mama menginap dulu di hotel karena kami mesti cari perawat dulu. Saya juga baru balik, habis manggung sama BIP. Nah, pas Mama dibawa pulang dari hotel ke rumah itu, Beliau 'dipanggilnya' di mobil," ungkap Indra di kawasan Sawangan, Depok, Jawa Barat, di hari meninggalnya sang ibu.
ADVERTISEMENT
Sejak kecil, Titi telah memperlihatkan kecintaannya pada dunia seni. Dia mengawali karier di kancah hiburan bersama dua saudaranya lewat grup vokal Salanti (Sally, Anne, Titi) Bersaudara pada 1964.
Setelah sering muncul di layar kaca, salah satunya dalam acara 'Gerak dan Irama', mereka merilis sebuah LP--album dengan format rekaman vinil--. Album tersebut berisi 12 lagu. Sebagian di antaranya telah kerap mereka sajikan ketika tampil di televisi, yakni 'Pitik Tjilik', 'Tjandrane Adikku', 'Hadiah Ulang Tahun Untuk Ibu', dan 'O Kasihan'.
Titi Qadarsih kemudian melebarkan sayap ke dunia akting. Ia meniti karier di dunia film melalui peran kecil dalam film 'Hantjurnya Petualang' dan 'Di Balik Tjahaja Gemerlapan' pada 1966.
Sepak terjangnya di dunia perfilman terus berlanjut hingga tahun-tahun berikutnya. Film-film yang ia bintangi, yakni 'Wadjah Seorang Laki-laki' (1971), 'Wulan di Sarang Penculik' (1975), 'Bula-bulu Cendrawasih' (1978), 'Pacar Seorang Perjaka' (1978), 'Buah Terlarang' (1979), 'Jangan Kirimi Aku Bunga' (1986), dan 'Jangan Ambil Nyawaku' (1982). Titi pun dinominasikan sebagai 'Pemeran Pendukung Wanita Terbaik' dalam Festival Film Indonesia (FFI) 1982 melalui perannya dalam 'Jangan Ambil Nyawaku'.
ADVERTISEMENT
Di era 2000, Titi membintang sejumlah film, seperti 'Panggil Namaku Tiga Kali' (2005), 'Rumah Pondok Indah' (2006), 'Suster N' (2007), 'Terowongan Casablanca' (2007), 'Tapi Bukan Aku' (2008), 'Mupeng (Muka Pengen)' (2008), 'Kembang Perawan' (2009), 'Madre' (2013), dan 'Main Dukun' (2014).
Titi Qadarsih juga kerap tampil di panggung teater, menekuni karier sebagai model, pernah menjadi pengisi suara alias dubber dengan bayaran termahal, dan aktif sebagai instruktur senam.
8. Pretty Asmara
Aktris Pretty Asmara mengembuskan napas terakhirnya pada 4 November lalu di usia 41 tahun. Pretty pergi untuk selama-lamanya saat menjalani perawatan di RS Pengayoman, Jakarta Timur, atas penyakit paru-paru dan hati. Dia dimakamkan di kampung halamannya di Lumajang, Jawa Timur, pada 5 November lalu.
ADVERTISEMENT
Dian Pretty Asmara memulai karier sebagai bintang sinetron sejak 1996 lewat sinetron 'Dulung'. Namanya semakin melambung sejak dirinya membintangi sinetron 'Saras 008' sebagai Mbul, musuh Saras 008. Sinetron tersebut begitu fenomenal pada era '90-an. Selain itu, Pretty juga pernah membintangi sinetron 'Dendam Nyi Pelet', 'Di Balik Asmara', 'Rubiah', ' dan sinetron-sinetron lainnya.
Sebelum menjadi pemain sinetron, Pretty sempat menjajal sebagai vokalis dalam sebuah grup musik yang dibentuk oleh saudaranya. Namun, setelah sibuk sinetron, dirinya perlahan mulai meninggalkan dunia tarik suara.
Tak hanya itu, Pretty juga pandai memandu suatu acara dan menjadi komedian. Ya, Pretty juga dikenal lucu karena tubuhnya yang gemuk. Namun, hal itu tidak membuat wanita kelahiran Lumajang, 27 September 1977 itu sulit beraktivitas. Ia bahkan tetap tampil energik dan masih aktif bekerja meski memiliki berat kurang lebih 100 kilogram.
Status Duta Anti Narkoba sempat disandang kepada pesinetron Pretty Asmara. Ia kerap mengampanyekan setop narkoba kepada kalangan selebiti. Ia juga sempat foto bersama Kepala BNN, Komjen Budi Waseso. Namun, Pretty terlibat pada kasus penyalahgunaan narkotika dan ditangkap bersama 8 rekannya oleh satuan narkoba Polda Metro Jaya, pada Juli 2017, di sebuah hotel di kawasan Kemayoran, Jakarta Pusat.
ADVERTISEMENT
Saat penangkapan, ditemukan barang bukti berupa sabu-sabu seberat 2,04 gram dan alat isapnya, 23 butir pil ekstasi, dan 38 butir pil H5 atau Happy Five, serta uang tunai sebesar Rp 25 juta. Majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat pun memutuskan vonis 6 tahun kepada Pretty atas kasus penyalahgunaan narkoba pada Maret 2018.
Pengadilan Tinggi Jakarta menambah hukuman kepada Pretty menjadi 8 tahun kurungan penjara pada Mei 2018. Penambahan hukuman tersebut dilakukan atas pengajuan banding dari pihak Jaksa Penuntut Umum ke Pengadilan Tinggi pada Maret 2018.
9. Bani, Herman, dan Andi 'Seventeen'
Para anggota Seventeen merupakan korban tsunami Selat Sunda yang terjadi pada 22 Desember lalu. Kala itu, Seventeen menjadi pengisi acara gathering karyawan PLN di Tanjung Lesung Beach Resort, Banten. Saat tsunami menerjang, Seventeen tengah tampil di atas panggung dan baru membawakan dua lagu.
ADVERTISEMENT
Bencana tersebut menewaskan tiga anggota Seventeen, yakni Bani (bassist), Herman (gitaris), dan Andi (drummer). Ifan, vokalis Seventeen, adalah satu-satunya anggota yang selamat dari kejadian tersebut.
Jenazah Bani dan Herman ditemukan pada 23 Desember, sedangkan jenazah Andi ditemukan 24 Desember. Oki Wijaya, Road Manager Seventeen, Ujang, kru Seventeen, dan istri Ifan, Dylan Sahara, juga menjadi korban jiwa kejadian itu. Bani dan Andi dikebumikan di Yogyakarta, sedangkan Herman dimakamkan di Tidore.
Seventeen adalah band pop rock yang terbentuk tahun 1999 di Yogyakarta. Kala itu, Seventeen beranggotakan Yudhi, Doni, Herman, Zozo, Andi, dan Bani. Namun, Doni, Andi, dan Zozo hengkang pada 2008.
Seventeen pun mengadakan audisi untuk mencari vokalis. Ifan dipilih untuk mengisi vokal. Andi pun kembali bergabung setelah sempat bekerja sebagai karyawan bank. Namun, pada 2013, Yudhi keluar dari Seventeen karena perbedaan visi.
ADVERTISEMENT
Sepanjang karier Seventeen, mereka telah merilis empat album, yaitu 'Bintang Terpilih' (1999), 'Sweet Seventeen' (2005), 'Lelaki Hebat' (2008), 'Dunia Yang Indah' (2011), '5ang Juara' (2013), dan 'Pantang Mundur' (2016).
10. Dian Pramana Poetra
Musisi Dian Pramana Poetra meninggal dunia pada 27 Desember lalu pukul 20.05 WIB di kediamannya, setelah dibawa pulang oleh keluarganya dari Rumah Sakit Hermina Jatinegara, Jakarta Timur. Dian mengembuskan napas terakhirnya akibat penyakit komplikasi yang diidapnya. Dia juga diduga meninggal dunia karena kanker darah.
Kabar ini telah dikonfirmasi oleh rekannya di grup musik 2D, Deddy Dhukun, saat dihubungi kumparan lewat telepon. "Iya, benar," ucapnya. Jenazah Dian pun dikebumikan pada 28 Desember di pemakaman di area Masjid Ibadur Rahman, Kelapa Dua, Ciracas, Jakarta Timur, setelah salat Jumat. Ia dikebumikan satu liang lahat dengan mendiang ayahnya.
ADVERTISEMENT
Nama Dian Pramana Poetra begitu terkenal di era '80-an. Pria kelahiran Medan, Sumatera Utara, 2 April 1961 itu mendapatkan bakat bermusiknya dari ayahnya yang merupakan pemusik jazz.
Sejak remaja, Dian sudah aktif bermusik. Dia sempat menjadi juara ketiga di ajang festival Lomba Cipta Lagu Remaja 1980 lewat lagu 'Pengabdian'.Nama Dian semakin terkenal sejak berduet dengan Deddy Dhukun lewat duo 2D lewat lagu 'Keraguan'. Dian juga pernah tergabung dalam trio Kelompok 3 Suara (K3S) bersama Deddy Dhukun dan Bagus A. Ariyanto.
Sepanjang hidupnya, Dian pernah bekerja sama dengan berbagai musisi, seperti Fariz RM, Sandhy Sondoro, Fatin Shidqia, Angel Pieters, 3 Composer, Citra Scholastika, dan masih banyak lagi.