Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.89.0
Sifat Otto Iskandardinata yang Blak-blakan Menurun pada Nia Dinata
17 Agustus 2018 7:13 WIB
Diperbarui 14 Maret 2019 21:06 WIB
ADVERTISEMENT
Nama Nia Dinata tentu sudah tidak asing lagi bagi para pecinta film Tanah Air. Karya-karyanya yang kerap memiliki pesan moral soal perempuan, dan kehidupan sosial di kalangan masyarakat, berhasil ia aplikasikan melalui sebuah film.
ADVERTISEMENT
Namun siapa sangka, sutradara film 'Ini Kisah Tiga Dara' itu memiliki darah pahlawan yang mengalir di dalam tubuhnya. Ya, Nia merupakan salah satu cicit pahlawan nasional Otto Iskandardinata. Otto merupakan pahlawan nasional berdarah sunda.
Ia lahir di Bojongsoang, Bandung, Jawa Barat, pada 31 Maret 1897. Memiliki darah Sunda yang begitu kental, sempat membuat Otto didapuk sebagai sekretaris pengurus besar hingga ketua Paguyuban Pasundan. Otto juga dikenal sebagai pemuda yang mahir menari sunda dan menabuh gamelan.
Setelah menyelesaikan pendidikan dasar di Hollandsch-Inlandsche School (HIS) Bandung, lalu melanjutkan di Kweekschool Onderbouw (sekolah guru bagian pertama), serta belajar di Hogere Kweekschool (sekolah guru bagian atas), Otto mengabdikan diri sebagai guru di HIS Banjarnegara, Jawa Tengah.
ADVERTISEMENT
Seiring berjalannya waktu, Otto menemukan tambatan hatinya yang bernama Raden Ajeng Soekirah. Otto dan Soekirah akhirnya memutuskan untuk menikah pada 1923. Dari pernikahan tersebut, mereka dikaruniai kurang lebih 11 anak.
Kemudian Otto dan Soekirah memiliki sejumlah cucu, salah satunya bernama Dicky Iskandardinata. Dicky merupakan ayah kandung dari sutradara Nia Dinata. Namun Dicky telah meninggal dunia pada tahun 2015 lalu.
Meski tidak merasakan secara langsung bagaimana kehidupan sosok Otto semasa hidupnya, Nia banyak belajar dan mendengar cerita dari nenek hingga kerabatnya.
Bahkan kata Nia, hampir setiap malam jelang tidur, ia kerap mendengarkan sejarah perjuangan mendiang Otto. Apalagi semasa kecil hingga SMP, Nia diurus eyang buyutnya.
"Gimana kakek-nenek, uyut-uyut kita tuh semua membangun apa, tanah sunda. Terus kebetulan eyang uyut aku tuh dari Yogya, Mataram. Jadi sejarah-sejarah itu harus selalu ditanamkan," ujar Nia ketika ditemui kumparan, di kawasan Menteng, Jakarta Pusat, baru-baru ini.
ADVERTISEMENT
Tak hanya itu, kesetiaan yang dimiliki eyang buyutnya ketika Otto Iskandardinata hilang hingga dinyatakan meninggal, membuat Nia sangat mengagumi sosok Soekirah. Apalagi, istri Otto mampu membesarkan kesebelas anaknya, tanpa didampingi sang suami.
"Jadi aku memang sangat mengagumi perempuan-perempuan yang mandiri sih. Itu sih yang melekat di aku. Jadi dengan kita menghargai perempuan Indonesia, aku pikir kita juga sudah merayakan kemerdekaan Indonesia," tuturnya, dengan nada begitu antusias.
Ketika berbicara lebih lanjut soal sosok Otto Iskandardinata, Nia mengaku memiliki beberapa persamaan. Misalnya karakter yang berani dan berbicara apa adanya terhadap sesuatu.
Nia mengisahkan bahwa saat Otto tergabung menjadi anggota Volksraad---dewan rakyat seperti DPR yang dibentuk pada masa Hinda Belanda---kakek buyutnya termasuk orang yang vokal ketika tengah berbicara di dalam sebuah forum.
ADVERTISEMENT
"Dia kalau pidato di tengah-tengah forum tuh bisa yang berapi-api dan yang blak-blakan mengkritik. Jadi mungkin kayaknya aku seperti itu ya, karena gue ngomongnya juga blak-blakan kan," katanya seraya tersenyum.
Sutradara berusia 49 tahun ini juga masih cukup rutin mengunjungi makam kakek buyut yang kerap disapa Aki Otto itu, di Monumen Pasir Pahlawan, Lembang, Bandung, Jawa Barat. Biasanya, Nia dan seluruh keluarga besar ziarah setiap hari lahir Otto yakni 31 Maret dan 17 Agustus.
Namun pada 17 Agustus kali ini, dengan nada menyesal Nia mengaku tak bisa ikut ziarah ke makam kakek buyutnya yang pernah menjabat sebagai Menteri Negera pada kabinet pertama Republik Indonesia pada 1945.
"Tahun ini lagi syuting. Jadi enggak bisa ikut. Tapi pasti warga Bandung ada upacara 17an di makamnya Aki. Cuma ya, aku tahun ini izin sama keluarga besar, gitu," ujar sutradara film 'Arisan' tersebut.
ADVERTISEMENT
Dalam mengaplikasikan semangat perjuangan Otto dalam kehidupannya, Nia tidak banyak terbebani oleh bayang-bayang kakek buyutnya. Dalam membuat karya di industri film, ia lebih memilih membuat sesuatu yang berdasarkan hasil pemikiriannya.
Menurut Nia , memiliki keturunan pahlawan atau tidak, setiap orang harus tetap menjaga dan menjunjung semangat perjuangan para pahlawan yang telah berkorban untuk bangsa ini.
"Cuma kan siapapun yg dilahirkan di sini (Indonesia), enggak boleh dibeda-bedakan, enggak ada perbedaannya. Karena semua warga negara, bangsanya, punya responsibility yang sama," ucapnya.
Sebelum menutup perbicangannya dengan kumparan, Nia menyampaikan pesan kepada generasi muda bahwa, memiliki keturunan keluarga pahlawan atau tidak, tetap harus menunjujung tinggi semangat dan pengorbanan para pahlawan Indonesia.
Ia juga menyadari bahwa belajar sejarah nasional sangat dibutuhkan generasi muda untuk tahu bagaimana para pahlawan berjuang untuk melindungi negara dan keluarganya sendiri.
ADVERTISEMENT
"Sebenarnya kita harus mengenal juga kakek, nenek, uyut kita sendiri, gitu. Karena kita jadi tahu bagaimana mereka berjuang untuk hidup, untuk keluar dari penjajahan. Sehingga sekarang kita jadi enggak manja gitu, lho," imbuh Nia Dinata .