Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.88.1
ADVERTISEMENT
Kelab malam selalu punya pesona yang memikat para pecinta pesta. Alasannya pun beragam. Beberapa merasa kelab malam adalah tempat nongkrong keren, ada pula yang menyukainya sebagai lantai dansa nan atraktif untuk bergoyang.
ADVERTISEMENT
Namun, bagaimana jadinya jika DJ atau produser EDM mengubah lantai dansa menjadi sebuah mosh pit ala konser metal? Itulah yang dilakukan oleh Ricky alias DJ SIHK.
Di gelaran Djakarta Warehouse Project 201 9, SIHK adalah salah satu penampil yang mencuri perhatian. Bayangkan saja, ia membuka set-nya dengan lagu 'Shadow Mosses' karya Bring Me The Horizon.
kumparan akhirnya bisa bertemu dengan SIHK. SIHK pun sempat menceritakan seberapa cintanya ia pada musik-musik underground, seperti metal, hardcore, dan punk.
"Gue sejak kelas 6 SD sudah dengerin lagu-lagu metal kayak Bring Me The Horizon, Suicide Silence. Ya, memang anak deathcore, emo gitu," ungkap SIHK ketika ditemui di kawasan Cilandak, Jakarta Selatan, beberapa waktu lalu.
Dia sempat membentuk band metal ketika duduk di bangku SMP. Namun, ada alasan yang akhirnya membuat SIHK berhenti bermusik dalam sebuah band.
ADVERTISEMENT
"Sejak kecil, gue tahu kalau gue tuh pengin banget hidup di musik. Tapi, band gue tuh males-malesan dan akhirnya, gue coba cari cara agar bisa tetap bermusik. Jadi, ya, gue ke electronic music, deh. Sendirian, di depan komputer, tapi musiknya jadi," tuturnya seraya tertawa.
Namun, SIHK bukan mantan anak metal satu-satunya yang menjadi DJ atau produser EDM. Ada kakak Rich Brian, Roycdc, mantan pemain synthesizer di band Cemetary Dance Club juga Dipha Barus yang tumbuh besar di skena hardcore.
Tapi, Roycdc dan Dipha tidak memasukkan unsur metal ke dalam musik yang diciptakan. Lantas, kenapa SIHK tetap kekeuh membawa metal ke musik dansa?
"Karena menurut gue, DJ di Indonesia kurang berani saja, sih, keluarin jiwa aslinya ke stage. Kebanyakan lebih mending main aman, tapi booking-an banyak. Gue, sih, mikirnya, gue enggak peduli booking-an banyak, yang penting orang bisa apresiasi my true color gitu, lho," kata SIHK.
ADVERTISEMENT
"Coba deh, dibandingkan DJ lokal lain di DWP, ada yang main kayak gue? Enggak ada, 'kan? Jadi, gue mending begitu daripada mainin (lagu) 'Taki Taki' 100 kali," sambungnya seraya tertawa.
SIHK pun mau menceritakan sejak kapan ia menciptakan budaya mosh pit di lantai dansa. Nyatanya, hal itu terjadi secara spontan tanpa diprediksi.
"Pertama kali itu, gue inget banget, gue dua tahun lalu, main di Fable dan orang pasti ngiranya gue akan main trap kayak Yellowclaw. Tapi, ternyata, gua mainnya jauh lebih kenceng dari ekspektasi mereka. Karena pada bingung, jadi pas di panggung gue bilang saja, 'open the circle-pit!', dan orang mulai, deh, tuh, moshing. Mungkin mereka dulunya anak metal kali, ya," tutupnya.
ADVERTISEMENT