Sri Hanuraga dan Dira Sugandi Tutup Ijen Summer Jazz dengan Manis

7 Oktober 2017 7:03 WIB
clock
Diperbarui 14 Maret 2019 21:14 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Sri Hanuraga di Ijen Summer Jazz 2017. (Foto: DN. Mustika/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Sri Hanuraga di Ijen Summer Jazz 2017. (Foto: DN. Mustika/kumparan)
ADVERTISEMENT
Perhelatan Ijen Summer Jazz 2017 hari pertama ditutup dengan sangat manis. Di penghujung acara, pengisi acara yang sudah dinanti-nanti sejak sore pun akhirnya muncul juga. Dia adalah seorang pianis muda Indonesia, yang menempuh pendidikan musik di Belanda, yakni Sri Hanuraga.
ADVERTISEMENT
Musisi yang kerap disapa Aga ini, tampil mengenakan kemeja berwarna putih polos, mengawali penampilannya dengan membawakan instrumen lagu daerah berjudul 'Cublak Cublak Suweng'.
Jari-jarinya yang lincah menjelajahi tuts demi tuts yang ada pada keyboard yang berada di hadapannya. Usai menyelesaikan lagu pertama, ia memanggil rekan duetnya, yaitu Dira Sugandi.
Dira malam ini tampil mengenakan busana berwarna merah, dengan menggunakan lipstik warna senada, dan rambut pixie yang berwarna silver. Kostumnya sepadan dengan Aga--panggilan Sri Hanuraga--yang mengenakan baju berwarna putih. Sehingga nampak seperti bendera merah putih, jika dilihat dari kejauhan.
"Ini pertama kali-nya ya, Sri Hanuraga trio dan Dira Sugandi tampil di Ijen. Seru banget, ya," ucap Dira, menyapa para penonton yang hadir.
Dira Sugandi di Ijen Summer Jazz 2017. (Foto: DN. Mustika/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Dira Sugandi di Ijen Summer Jazz 2017. (Foto: DN. Mustika/kumparan)
Usai menyapa para penonton, penyanyi berusia 38 tahun tersebut membawakan lagu daerah asal Padang, Sumatera Barat berjudul 'Kampuang Nan Jauh di Mato'. Di sela-sela waktu bernyanyi, ia bercerita jika dirinya masih memiliki darah Minang dalam dirinya.
ADVERTISEMENT
Dira dan Aga mungkin adalah satu dari sekian banyak musisi yang memiliki rasa nasionalisme, dan berusaha untuk melestarikan budaya Indonesia.
Di antara banyak musik kekinian yang merajai industri musik Tanah Air, mereka tetap konsisten dalam melestarikan lagu-lagu daerah Indonesia, dengan cara mereka sendiri.
Penampilan penutup Sri Hanuraga. (Foto: DN. Mustika/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Penampilan penutup Sri Hanuraga. (Foto: DN. Mustika/kumparan)
Selain membawakan lagu daerah, Dira dan Aga juga mempersembahkan lagu nasional yang berjudul 'Tanah Airku', yang dilanjutkan pula dengan 'Bubuy Bulan', 'Bungong Jeumpa', dan 'Kicir-Kicir'.
Dira juga sempat bercerita tentang pengalamannya saat tampil di luar negeri beberapa waktu lalu, dimana musisi Indonesia sebenarnya begitu dikagumi di luar negeri, namun hanya kurang memiliki kesempatan saja.
Dira dan Sri di Ijen Summer Jazz 2017. (Foto: DN. Mustika/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Dira dan Sri di Ijen Summer Jazz 2017. (Foto: DN. Mustika/kumparan)
"Waktu itu aku tampil di luar negeri, padahal kita orang Indonesia cuma ber-8, dari negara lain bisa 30 sampai 40 orang. Tapi kita pakai baju daerah masing-masing yang beraneka ragam, dan bernyanyi dengan bahasa daerah yang beragam pula," kenang Dira.
ADVERTISEMENT
"Jadi meskipun kita cuma sedikit orangnya, tapi tetap paling menonjol, dan dunia mengakui keberadaan kita, dengan adanya keberagaman budaya yang kita miliki," lanjutnya.
'Kicir-Kicir', 'Bengawan Solo', 'Rayuan Pulau Kelapa', dan 'Manuk Dadali' menjadi empat lagu terakhir yang mereka bawakan dalam pagelaran Ijen Summer Jazz 2017.