Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
ADVERTISEMENT
‘Susi Susanti: Love All’ memperkaya warna pada deretan film layar lebar yang tengah tayang di bioskop Tanah Air pada pekan keempat bulan Oktober ini.
ADVERTISEMENT
Biopik garapan sutradara Sim F tersebut tak sekadar memuat kisah hidup seorang pebulu tangkis legendaris Indonesia, melainkan menjadi tontonan apik penuh kehangatan dan patriotisme.
Secuplik masa remaja Susi Susanti mengawali film berdurasi 96 menit itu. Berawal dari kenekatan menantang juara bulu tangkis di lingkungan tempat tinggalnya untuk bertanding pascakekalahan sang kakak, bungsu dari dua bersaudara tersebut mendapat tawaran untuk bergabung dengan PB Jaya Raya.
Dari sanalah perjalanan panjang Susi Susanti untuk menjadi atlet profesional dimulai. Dengan bekal dukungan penuh cinta dari sang ayah, rutinitas berlatih yang tak putus-putus, lengkap dengan ketekunan dan tekad kuat, ia berhasil meraih medali emas olimpiade pertama untuk Indonesia.
Prestasi Susi Susanti tak berhenti sampai di situ. Medali-medali emas lain kembali diraih.
ADVERTISEMENT
Menariknya, ‘Susi Susanti: Love All’ menampilkan yang lebih dari capaian kemenangan seorang pebulu tangkis. Penonton, yang barangkali terbiasa hanya bersorak kala seorang atlet menang dan berbalik mencemooh kala menyaksikan kekalahan, diajak menyelami sudut pandang yang berbeda.
Sebagian kalangan mungkin cuma mengenal Susi Susanti sebagai atlet bulu tangkis legendaris tanpa mengetahui manis dan pahit yang ia rasakan di balik kesuksesan. Melalui ‘Susi Susanti: Love All’, hal-hal tersebut diperlihatkan dengan porsi yang pas.
Konsisten berlatih sejak langit belum terang menjadi rutinitas sehari-hari Susi Susanti. Perjuangan penuh rasa letih dan peluh tersebut berhasil digambarkan melalui adegan-adegan yang tak terasa membosankan.
Di samping perkara berlatih, ada hal-hal lain yang mewarnai perjalanannya sebagai pebulu tangkis. Dalam hal kehidupan asmara, misalnya, hubungan cinta Susi Susanti dengan Alan Budikusuma nyatanya tak melulu mendatangkan kegembiraan, melainkan justru sempat menghambat keduanya dalam meraih prestasi sebagai atlet ternama.
ADVERTISEMENT
Interaksi hangat antara Susi Susanti dan ayahnya, yang diperlihatkan melalui sejumlah adegan dengan kelakar repetitif, turut menjadi daya tarik tersendiri dari film tersebut. Bumbu komedi pun diselipkan tanpa takaran yang berlebihan.
Bicara tentang ‘Susi Susanti: Love All’ tentu tak lepas dari kentalnya patriotisme yang menjadi pondasi utama sepanjang cerita.
Betapa Susi Susanti , yang sedang kesulitan mendapatkan status kewarganegaraan, justru punya beban untuk mengharumkan nama Indonesia dan pada akhirnya mampu membuktikan kebesaran hatinya.
Keharuan kala Susi Susanti meraih kemenangan, terutama dalam Olimpiade Barcelona 1992, dikemas secara memukau sehingga mampu menularkan perasaan yang sama kepada penonton. Adegan pertandingan juga terasa cukup seru untuk dinikmati.
Laura Basuki, sebagai Susi Susanti dewasa, berhasil menampilkan kemampuan akting yang mengesankan. Chemistry-nya dengan Dion Wiyoko yang menghidupkan tokoh Alan Budikusuma pun sukses memuaskan mata dan sesekali membuat penonton gemas dalam artian positif.
ADVERTISEMENT
Deretan pemain lain, sebut saja Jenny Chang sebagai Liang Chiu Sia, Lukman Sardi sebagai MF, Moira Tabina Zayn sebagai Susi Susanti remaja, Kelly Tandiono sebagai Sarwendah, hingga Chew Kin Wah dan Dayu Wijanto sebagai orang tua Susi Susanti, juga tampil tak mengecewakan.
Latar tahun 1980-an hingga 1990-an yang dihadirkan tak terasa janggal. Tone dan nuansa klasiknya pun cukup memanjakan mata.
‘Susi Susanti: Love All’ bukan berarti tak memiliki kekurangan. Tak semua dialog tampak mulus tanpa cela, belum lagi logat Jawa maupun Sunda yang kadang-kadang terdengar masih kurang memuaskan.
Selain itu, gerak-gerik para pemeran atlet ketika bertanding terasa tak sememukau sosok aslinya.
Penyelesaian film juga terkesan ala kadarnya. Setelah klimaks, cerita yang disajikan rasa-rasanya hanya berupa deretan sketsa.
ADVERTISEMENT
Bagaimana menurutmu? Sudahkah menyaksikan sendiri nuansa patriotisme dalam film ‘Susi Susanti: Love All’ yang tayang di bioskop-bioskop Tanah Air mulai Kamis (24/10) kemarin?