Tanggapan LMKN soal Direct License yang Didorong oleh Musisi

10 Januari 2024 19:08 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Mantan Gitaris Band Stinky, Ndhank Surahman Hartono saat Ditemui di Kawasan Cinere, Depok, Jawa Barat. Foto: Aprilandika Pratama/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Mantan Gitaris Band Stinky, Ndhank Surahman Hartono saat Ditemui di Kawasan Cinere, Depok, Jawa Barat. Foto: Aprilandika Pratama/kumparan
ADVERTISEMENT
LMKN atau Lembaga Manajemen Kolektif Nasional akhirnya angkat bicara soal direct licensing yang akhir-akhir ini ramai diperbincangkan musisi.
ADVERTISEMENT
Dari Ndhank eks gitaris Stinky hingga Ari Bias meminta agar para musisi yang membawakan lagu ciptaan mereka memberi royalti secara langsung atau direct licensing.
Penyanyi Marcell Siahaan saat ditemui di acara diskusi publik terkait Undang undang hak cipta di Hotel, JW Luwansa, Jakarta, Kamis (6/4/2023). Foto: Agus Apriyanto
Komisioner LMKN, Marcell Siahaan, menjelaskan bahwa Undang Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta menggunakan sistem Blanket Licensing (BCL).
Sistem ini dipilih, karena sudah dipakai secara internasional sejak lama dan memudahkan di segala macam aspek, dari administrasi sampai penanganan dan perlindungan.
"Di dalam BCL ada ECL, Extended Collective Licensing, ECL itu ada dua, mandatory dan no-mandatory. Yang non-mandatory ini bisa dibuka kesempatan untuk Direct Licensing di kondisi-kondisi tertentu, tapi kenapa dipilih ECL mandatory, karena kita mau membangun sebuah ekosistem," kata Marcell di kawasan Rasuna Said, Jakarta Selatan, Rabu (10/1).
ADVERTISEMENT
"Membangun sebuah mindset, di mana orang-orang ini patuh dulu terhadap perlindungan IP, kekayaan intelectual, gimana kita bisa menghargai dan memberikan sebuah apresiasi pada pencipta, jadi bukan royalti saja, tapi memabangun satu mekanisme yang berkelanjutan gitu," sambungnya.
Penyanyi Marcell Siahaan saat ditemui di acara diskusi publik terkait Undang undang hak cipta di Hotel, JW Luwansa, Jakarta, Kamis (6/4/2023). Foto: Agus Apriyanto

LMKN Ungkap Jika Ingin Terapkan Direct Licensing Perlu Revisi Undang-undang Hak Cipta

Artinya, Direct Licensing tidak bisa dilakukan, karena saat ini Undang-Undang Hak Cipta menganut sistem yang berbeda. Jadi, saat ini, tidak bisa seorang pencipta menuntut seseorang, karena melakukan Direct Licensing.
"Ya, silakan aja kalau mau pakai Direct Licensing, tapi ganti dulu undang-undangnya, karena undang-undangnya saat ini tidak begitu, justru itu yang tidak disarankan," tutur Marcell.
Marcell pun jelaskan bagaimana Direct Licensing sebenarnya justru menyulitkan. Karena, tidak ada konsensus mengenai tarif yang tertulis secara resmi.
ADVERTISEMENT
"Justru tak disarankan Direct Licensing, karema itu menyulitkan, menyusahkan, nanti orang-orang bisa seenaknya menggetok orang-orang untuk bayar berapa pun tarif yang dia mau," kata Marcell.
Marcell siahaan rilis single Akhir Cinta. Foto: VMC Musik Indonesia
Marcell merasa, saat ini banyak yang tidak puas dengan presentase pendapatan dari royalti, yakni dua persen. Namun, pada dasarnya, jumlah itu sudah tergolong besar.
"Mereka lihat presentasenya kurang, '10 persen seharusnya nih! Iya silakan aja (bicara seperti itu). Tapi dua persen itu jadi kecil, karena kuenya yang kecil, karena tidak patuh orang-orang membayar (royalti). Dua persen itu kalau dibandingkan dengan Amerika, di Amerika itu cuma 0,5 persen, itu referensi yang saya dapat," ujar Marcell.
Menurut komisioner lain dari LMKN, Johnny W. Maukar, lebih baik sekarang semua musisi dan pelaku di industri hiburan, khususnya musik, saling bergandengan tegas meminta promotor atau tempat hiburan dan hotel membayar royalti.
ADVERTISEMENT
"Sama-sama kita mendobrak itu user-user yang tidak patuh membayar. Kita sama-sama gandeng tangan menghajar mereka yang tidak bayar. Jadi, kalau mau pergi ke kantor ini, ke pemerintah ini, menteri ini, ngomong ini user-user tidak mau bayar, bagaimana pemerintah, tolong (suruh mereka) bayar!" ucapnya.
Candra Darusman. Foto: Instagram/@officialcandradarusman
Sementara itu, musisi senior dan Dewan Pembina Federasi Serikat Musisi Indonesia (FESMI), Candra Darusman, mengatakan jika ingin menerapkan sistem Direct Licensing, maka perlu merevisi Undang-undang Hak Cipta.
"Jika ingin beralih ke Direct Licensing perlu merevisi UUHC terlebih dahulu, dan bisa," kata Candra.
Namun, kata Candra, apabila ingin menggunakan sistem Blanket Licensing dan Direct Licensing secara bersaman, maka perlu ada kesepakatan dari para pihak di industri musik.
ADVERTISEMENT
"Apabila ingin dijalankan keduanya bersamaan, maka sangat mutlak semua pihak perlu menyepakati rambu-rambu yang spesifik tanpa menimbulkan kontradiksi," ucap Candra.
Senada dengan Candra, pengamat musik Aldo Sianturi mengatakan perlu ada pertemuan untuk membahas mengenai permasalahan royalti.
"Lebih baik ketemuan saja semuanya, katakanlah bikin rembuk musik nasional. Artinya, semua stakeholder ketemu di satu ruangan," kata Aldo.
Artis Andre Taulany saat memberi keterangan pers terkait somasi dari mantan personil Stinky, Ndang Surahman di Warung Kondre, Ciputat, Tangerang Selatan, Selasa, (9/01/2024). Foto: Agus Apriyanto

Alasan Ndhank Larang Andre Taulany dan Stinky Bawakan Lagu Ciptaannya

ADVERTISEMENT
Ndhank melarang Andre Taulany dan Stinky membawakan lagu-lagu ciptaannya, yakni Mungkinkah dan Jangan Tutup Dirimu. Andre merupakan mantan vokalis Stinky.
Dalam video yang diunggah di akun Instagramnya, Rabu (10/1), Ndhank mengungkapkan alasan melarang Andre dan Stinky membawakan lagu-lagu ciptaannya.
"Karena dari awal saya membuat video pelarangan atau somasi tersebut adalah bertujuan agar dapat bermediasi dan duduk bersama Andre Taulany dan teman-teman Stinky untuk membahas secara profesional terkait direct license untuk lagu-lagu saya," kata Ndhank.
ADVERTISEMENT
Kepada kumparan, Ndhank mengungkapkan alasan mengapa dirinya menginginkan sistem pembayaran royalti secara direct license.
"Dari LMK belum transparan," ungkap Ndhank.