Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.103.0
Throwback Lorde: Raih Grammy Awards hingga Ikut Peduli Palestina
20 Juli 2018 11:45 WIB
Diperbarui 14 Maret 2019 21:07 WIB

ADVERTISEMENT
Dalam gelaran We The Fest 2018 yang digelar di JIExpo Kemayoran, Jakarta Pusat, pada 20-22 Juli, musisi muda berbakat Lorde terpilih sebagai penampil utama. Ia akan tampil pada Sabtu (21/7), bersama beberapa pengisi acara lain, seperti Party Favor, Odesza, dan Honne.
ADVERTISEMENT
Lorde sendiri sudah memulai karier bernyanyi sejak usia belasan tahun. Ia bahkan sempat diganjar penghargaan bergengsi di industri musik Amerika. Tak hanya fokus memikirkan soal kariernya, Lorde juga peduli terhadap sesama.
Bahkan ia juga ikut peduli kepada nasib masyarakat Palestina yang tengah berkonflik dengan Israel. Berikut kumparan merangkum perjalanan singkat hidup Lorde dari kecil hingga saat ini.
1. Inspirasi musik dari sang ibu
Penyanyi bernama lengkap Ella Marija Lani Yelich-O'Connor lahir di Takapuna, Auckland, Selandia Baru, pada 7 November 1996. Ia merupakan anak dari penyair Sonja Yelich dan arsitek Vic O'Connor. Ella dibesarkan di kawasan Devonport, Auckland bersama saudara-saudaranya, Jerry, India, dan Angelo.
Sejak usia 5 tahun, Ella telah aktif mengikuti kelas drama, sehingga membuatnya mahir berbicara di depan publik. Selain itu, sejak kecil ibunda Ella selalu mengajarkannya untuk banyak membaca novel terkenal karangan M.T Anderson, J.D Salinger, Raymond Carver, dan Janet Frame yang kemudian menginspirasi karya-karyanya kelak sebagai Lorde.
ADVERTISEMENT
Selain itu, ibunda Ella juga memperkenalkannya pada musik dari musisi-musisi soul asal Amerika Serikat, seperti Billie Hollyday, Sam Cooke, dan Etta James. Selain itu, gaya penulisan lirik Lorde yang penuh cerita juga terinspirasi dari para musisi country favorit sang ibu, seperti Cat Stevens, Neil Young, dan Fleetwood Mac.
Kendati musik-musik yang didengarkan Ella terkesan tua dan ketinggalan zaman, saat menjelma menjadi seorang Lorde, ia ternyata juga mengambil sedikit terinspirasi dari musisi-musisi baru.
"Aku menjadikan Thom Yorke sebagai panutan karena ia pandai dalam memainkan suaranya. Selain itu, Nicki Minaj dan Kendrick Lamar juga mempengaruhi caraku membuat lirik yang berani," kata Lorde dilansir dari Black Magazine.
2. Fokus berkarier sebagai Ella & Louis dan berhenti sekolah di usia 17 tahun

Pada Mei 2009, Ella dan sahabat musisinya Louis McDonald memenangkan festival sekolah Belmont Intermediate School. Tak lama setelah itu, Ella dan McDonald tampil dalam acara Afternoons Show di Radio New Zealand. Mereka mendaur ulang single 'Mama Do' milik Pixie Lott dan 'Used Somebody' milik Kings of Leon.
ADVERTISEMENT
Akhirnya pada 2010, dengan nama panggung Ella & Louis, mereka pun kerap tampil secara rutin di berbagai kafe di kawasan Selandia Baru, dan membawakan lagu-lagu cover.
Di sisi lain, Ella pun mulai mengembangkan kemampuan menulis lirik. Meski belum matang, Ella pernah membawakan lagunya saat tampil di acara The Vic Unplugged II pada November 2011.
Di akhir 2011, Ella memutuskan untuk menggunakan nama Lorde sebagai nama panggung. Meski sempat menamatkan SMA, Lorde yang ingin fokus berkarya akhirnya tidak meneruskan studinya ke jenjang universitas.
3. Grammy Awards dan artis termuda yang memuncaki Billboard Hot 100
Pada November 2012, Lorde merilis EP perdananya bertajuk 'The Love Club' yang bisa diunduh secara gratis melalui SoundCloud. Setelah diunduh oleh 60 ribu orang, label rekamannya saat itu yakni UMG, menjual EP tersebut pada Maret 2013.
ADVERTISEMENT
'The Love Club' kemudian melesat ke posisi dua di tangga lagu Selandia Baru dan Australia. Pada Juni 2013, single 'Royals' dalam EP tersebut sukses memuncaki US Billboard Hot 100 selama sembilan pekan. Lorde pun dinobatkan sebagai artis termuda yang pernah memuncaki tangga lagu bergengsi tersebut.
Pada September 2012, Lorde baru merilis album perdananya yang bertajuk 'Pure Heroine'. Single 'Royals' pun sukses memenangkan kategori 'Best Pop Solo Performance' dan 'Song of the Year', serta nominasi 'Best Pop Vocal Album' di Grammy Awards 2014.
Film 'The Hunger Games: Catching Fire' kemudian mempercaya Lorde untuk mendaur ulang single 'Everybody Wants to Rule The World' milik Tears for Fear sebagai salah satu soundtrack.
ADVERTISEMENT
Selain itu, popularitas Lorde membuat Song Music Publishing tertarik untuk meminangnya dari UMG dengan biaya sebesar Rp 36,2 miliar.
4. Album kedua dan rumah mewah di Auckland

Setelah sukses dengan album 'Pure Heroine' nama Lorde kian tersohor dan pundi-pundi kekayaannya pun kian membesar. Usai melantunkan single 'Life on Mars' karya David Bowie di Brit Awards 2016, Lorde dikabarkan membeli sebuah rumah mewah seharga Rp 411 miliar di Herne Bay, Auckland. Saat itu, usia Lorde baru menginjak 20 tahun.
Sayangnya, banyak penggemar yang mulai gatal dan terus mempertanyakan kapan Lorde akan kembali menelurkan album. Akhirnya, ia pun membeberkan siap untuk menggarap album kedua pada Agustus 2016.
Pada 28 Februari 2017, akhirnya Lorde menelurkan single 'Green Light', sekaligus membuka jalan untuk album keduanya bertajuk 'Melodrama' yang rilis pada 2 Maret 2017.
ADVERTISEMENT
Single dan album tersebut disambut manis oleh banyak kritikus dan penghargaan musik, Lorde bahkan memenangkan NME Single of the Year hanya bermodalkan single 'Green Light'.
Di akhir 2017, banyak penghargaan yang Lorde raih dari album 'Melodrama'. Ia memenangkan NME Album of the Year dan Metacritic menempatkan album tersebut pada posisi ketiga di bawah 'A Crow Looked at Me' milik Mount Eerie dan 'Damn' milik Kendrick Lamar.
'Melodrama' juga sukses menjadi nominasi 'Album of the Year' di Grammy Awards 2018.
5. Batalkan konser di Israel karena Ikut peduli Palestina
Baru-baru ini Lorde membuat aksi sosial yang menimbulkan pro dan kontra. Pada Desember 2017, Lorde membatalkan konsernya di Israel karena mendukung pembebasan Palestina. Aksi Lorde merupakan bentuk dukungan terhadap aktivis Yahudi, Justine Sachs, dan aktivis Palestina di Selandia Baru, Nadia Abu-Shanab.
ADVERTISEMENT
"Pemerintah Israel melakukan penindasan dan pelanggaran hukum. Aku malu sempat ingin tampil di sana (Israel)," kata Lorde dilansir dari Rolling Stone Magazine.
Aksi Lorde disambut baik oleh para pendukung pembebasan Palestina yang lain, termasuk organisasi Palestinian Campaign for the Academic and Cultural Boycott, serta Dayenu, New Zealand Jewish pro-boycott group.
Namun, para pendukung Israel, seperti Shalom Kiwi dan aktris Roseanne Barr, mengecam keras aksi Lorde. Menteri Budaya dan Olahraga Israel, Miri Regev, serta Duta Besar Israel di Selandia Baru, Itzhak Gerbeg, juga meminta Lorde untuk mempertimbangkan kembali pembatalan konsernya.
Selain itu, seorang pendeta Yahudi asal Amerika Serikat, Shmuley Botech, juga sempat menulis di Washington Post bahwa aksi Lorde dinilai tidak sopan.
ADVERTISEMENT
Demi melawan Botech, beberapa artis Hollywood, seperti Roger Waters, John Cusack, dan sang pemeran Hulk, Mark Ruffalo, membuat sebuah petisi tertulis membela Lorde di koran The Guardian.
Januari lalu, masalah pembatalan konser Lorde masih terus berlanjut saat tiga aktivis muda Israel menuntut para aktivis Israel lain yang menyatakan bahwa pembatalan konser Lorde mempengaruhi kondisi emosi masyarakat.