Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.88.1
Throwback: Rekam Jejak Karier Yockie Suryo Prayogo
17 Januari 2018 7:26 WIB
Diperbarui 14 Maret 2019 21:12 WIB
ADVERTISEMENT
Mungkin banyak anak-anak dari generasi milenial yang asing saat mendengar nama Yockie Suryo Prayogo. Meski Yockie bukanlah seorang frontman atau selebritis ternama, namun karya-karyanya merupakan salah satu cetak biru untuk warna musik pop dan rock Indonesia saat ini.
ADVERTISEMENT
Lahir pada 14 September 1954 di Demak, Jawa Tengah, Yockie menghabiskan masa kecil di kota kelahirannya itu. Pekerjaan sang ayah yang kerap ditugaskan keluar daerah, menuntut Yockie untuk turut serta berpindah-pindah kota.
Ia mengenyam pendidikan di Sekolah Menengah Pertama (SMP) di Balikpapan, Kalimantan Timur. Bakat musik Yockie mulai terlihat sejak kepindahannya ke Balikpapan.
Alhasil, Yockie pernah tergabung dalam band SMP bernama Safira. Meski sempat belajar musik dari 2 maestro besar, Muchtar Embut dan Idris Sardi, kebanyakan kemampuannya mengeksplor musik muncul secara otodidak.
Sebelum menyelesaikan pendidikan SMA di Malang, Yockie terus mengasah lebih lagi kemampuan bermusiknya. Ia kemudian bergabung dengan grup musik asal Surabaya yang dipimpin oleh Mickey Makelbach bernama Jaguar.
ADVERTISEMENT
Setelah pendidikan di SMA selesai, ia hijrah ke Jakarta dengan bermodalkan kemampuan musik yang mumpuni. Tahun 1973, ia membuat sebuah band rock bernama Godbless bersama 3 sahabatnya, Ahmad Albar ‘Iyek’, Donny Fattah, dan Ludwig Leeman.
Mereka juga sukses menjadi band pembuka di konser band rock asal Amerika, Deep Purple, pada tahun 1975 di Jakarta.
Keunikan suara keyboard Yockie yang disebut-sebut banyak terinspirasi dari band-band progressive rock, seperti Yes, Deep Purple, dan Spooky Tooth, berhasil menjadikan Godbless sebagai akar musik rock Indonesia hingga kini.
Bahkan lagu ciptaannya bersama Godbless seperti ‘Musisi’, ‘Kehidupan’, dan ‘Semut Hitam’, kerap kali menjadi lagu wajib dalam festival musik rock di Indonesia.
Sayangnya, Yockie sempat mundur dari Godbless saat mereka tengah berada di puncak kejayaan. Ia pun tenggelam dalam lembah hitam dan menjadi pecandu narkoba.
ADVERTISEMENT
Penulis lirik andal asal Bandung almarhum Harry Roesli adalah saksi penderitaan Yockie saat menjadi pecandu. Cincin Roesli pun sempat menjadi korban saat Yockie terpaksa menjual demi narkoba yang mengikatnya.
Meski demikian, pada tahun 1987 Yockie kembali bergabung dengan Godbless dan kembali sukses meramu musik di album ‘Semut Hitam’ (1987), ‘Raksasa’ (1989) dan ‘Apa Kabar?’ (1990).
Selain berkecimpung di musik rock Indonesia, Yockie juga merupakan arsitek yang merancang musik pop Indonesia setelah ia bergabung menjadi panitia Cipta Lagu Remaja Prambors FM pada tahun 1976. Ia sukses menjadi komposer dari lagu debut solo Chrisye, ‘Lilin-Lilin Kecil’.
Setelahnya, hubungan bermusik antara Yockie dan Chrisye terus terjalin. Bersama Yockie, Chrisye sukses menelurkan beberapa album, seperti ‘Jurang Pemisah’ (1977), ‘Sabda Alam’ (1978), dan ‘Percik Pesona’ (1979).
ADVERTISEMENT
Sayang, album ‘Percik Pesona’ (1979) tidak mendapat respons positif dari masyarakat. Yockie yang terus memutar otak kemudian kembali sukses membantu Chrisye, meraih kesuksesannya melalui album, ‘Indah Taman Hati’ (1980), ‘Pantulan Cinta’ (1981), ‘Resesi’ (1983), ‘Metropolitan’ (1984), dan ‘Nona’ (1986).
Kekayaan dalam setiap musik yang mereka berdua ciptakan di masa itu, sering disebut masyarakat sebagai ‘Musik Pop Kreatif’.
Selain itu, Yockie juga merupakan orang dibalik kesuksesan soundtrack film 'Badai Pasti Berlalu', setelah dipercaya oleh Erros Djarot untuk mengaransemen sebuah lagu.
Tanpa Yockie, mungkin sebuah soundtrack takkan menjadi penting di film-film Indonesia era milenial. Secara pemasaran album original soundtrack ‘Badai Pasti Berlalu’ juga terbilang sukses. Album ini laku terjual sebanyak 9 juta kopi selama 16 tahun.
ADVERTISEMENT
Proyek besar lain yang pernah Yockie kerjakan adalah Kantata Takwa. Proyek itu dibuat pada tahun 1990 bersama Setiawan Djodi. Ia kemudian kembali dipertemukan seniman lintas disiplin, Iwan Fals, WS Rendra, dan Sauwung Jabo.
Karena pertemuannya, musik Yockie semakin kaya. Hingga akhirnya pada tahun 1993 ia menelurkan album solo ‘Suket’ yang banyak mengangkat isu-isu sosial seperti apa yang biasa dilakukan oleh Iwan Fals.
Yockie juga memiliki beberapa album solo selain ‘Suket’ yang layak untuk di dengarkan, seperti ‘Musik Saya adalah Saya’ (1978), ‘Penantian’ (1986), and ‘Selamat Jalan Kekasih’ (1980).
Sepanjang kiprahnya di dunia musik Indonesia selama 5 dekade, ia telah mendukung banyak artis, seperti Nicky Astria, Ikang Fawzi, Dian Pramana Poetra, Ita Purnamasari, dan Titi DJ, sebagai produser, music director dan komposer lagu.
ADVERTISEMENT
Kini Yockie sudah berusia 63 tahun. Tubuhnya kian renta dan lemah. Namun tak mau ambil pusing menghadapi penyakit, ia menggelar sebuah pagelaran akbar bertajuk ‘Menjilat Matahari’ pada 11 Oktober 2017.
Sayang, kesehatannya kini sedang tidak dalam kondisi prima. Sejak bulan November, Yockie kerap masuk keluar Rumah Sakit akibat komplikasi penyakit diabetes, sirosis, dan stroke yang menyerang tangan kirinya.
Namun ditemui saat konferensi pers konser berbagi untuk Yockie bertajuk ‘Pagelaran Sang Bahaduri’ di Patio, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, sang istri Tiwi Puspitasari mengungkapkan bahwa kondisi Yockie kini kian membaik.
Yockie kini sudah dirawat di rumah, meski tetap harus tetap mendatangkan dokter fisioterapi dan seorang suster setiap dua hari sekali.
“Responsnya sudah ada dan dia sudah mulai sadar. Tangan kiri yang lemah sudah bergerak sedikit demi sedikit, (Yockie) sudah belajar duduk walau pun harus sabar,” tutur Tiwi sembari tersenyum.
ADVERTISEMENT