Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.89.0
Konten dari Pengguna
Anime di Indonesia: antara Hiburan dan Pengaruh Budaya
12 Juni 2023 6:04 WIB
·
waktu baca 3 menitTulisan dari Khofifah Nur Khasanah tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Begitu melangkah ke dalam labirin pencahayaan neon yang berkelip, diapit oleh poster-poster berwarna cerah dan memancarkan visual yang dramatis, Anda akan sadar bahwa Anda telah memasuki wilayah anime.
ADVERTISEMENT
Tak hanya di Jepang, fenomena anime telah menjalar hingga ke Indonesia, meluas dan membekas, menjadi sebuah kekuatan yang mempengaruhi hiburan dan budaya.
Sejak era 1990-an, dengan kehadiran serial seperti Doraemon, Dragon Ball, dan Naruto, anime telah menjalin simpul yang kuat dengan masyarakat Indonesia.
Badan Pusat Statistik mencatat bahwa lebih dari 40% penduduk Indonesia di bawah usia 18 tahun, adalah penonton setia anime. Peran anime dalam hiburan di Indonesia tampaknya jauh lebih besar dari yang kita bayangkan.
Namun, benarkah anime hanya sekadar hiburan? Sudahkah kita mempertimbangkan dampak yang dihasilkan oleh pengaruh budaya Jepang ini pada generasi muda kita?
Hayao Miyazaki, salah satu pembuat film anime paling terkenal di dunia, pernah berkata, "Anime mempengaruhi kita lebih dari yang kita sadari. Sebuah karya tidak hanya mencerminkan budaya penciptanya, tetapi juga berpotensi mengubah budaya penikmatnya." Kutipan ini menjadi representasi sempurna akan perdebatan yang kita hadapi saat ini.
ADVERTISEMENT
Sebagai hiburan, anime menyediakan cerita dan karakter yang mampu membekas di hati penonton. Seri seperti Attack on Titan dan My Hero Academia menunjukkan bagaimana anime dapat menjadi platform untuk menggambarkan konflik manusia dan dilema moral, dalam setting yang berbeda dan unik.
Namun, di sisi lain, pengaruh budaya yang dibawa oleh anime juga menimbulkan beberapa pertanyaan. Bagaimana anime mampu menciptakan identitas baru dan bagaimana identitas ini berinteraksi dengan budaya kita yang sudah ada? Apakah anime mengancam nilai dan norma lokal kita, atau justru memperkaya kita dengan perspektif dan imajinasi baru?
Pasal 28E ayat (3) Undang-Undang Dasar 1945 menyatakan bahwa setiap orang berhak atas kebebasan memeluk agama dan menyatakan pikiran dan sikapnya. Anime, sebagai bagian dari ekspresi kebebasan berpikir dan berekspresi, memiliki ruang dan hak untuk ada. Namun, tentunya kita juga harus mempertimbangkan dampaknya terhadap nilai dan budaya lokal kita.
ADVERTISEMENT
Kemudian, di manakah posisi kita? Kita harus ingat bahwa pengaruh budaya asing bukanlah fenomena baru. Sepanjang sejarah, budaya telah menjadi wilayah yang dinamis, terus berubah dan berkembang, menerima dan menyerap pengaruh dari luar. Anime, dengan segala pengaruhnya, menjadi bagian dari proses ini.
Pertanyaannya bukanlah apakah kita harus menerima atau menolak anime, tetapi bagaimana kita mengelola dan merespons pengaruhnya. Dalam konteks ini, pendidikan media menjadi hal yang krusial.
Generasi muda harus dilengkapi dengan pemahaman yang tepat tentang bagaimana media--dalam hal ini anime--bekerja, bagaimana mereka menciptakan makna, dan bagaimana makna tersebut mempengaruhi kita sebagai individu dan masyarakat.
Seperti yang dikatakan oleh Marshall McLuhan, "Media bukanlah sekadar alat yang memperluas kemampuan manusia, tetapi juga bentuk yang mengubah cara manusia memahami dirinya dan dunia." Jadi, sejauh mana anime mempengaruhi kita, pada akhirnya, tergantung pada bagaimana kita memahami dan meresponsnya.
ADVERTISEMENT
Lebih jauh lagi, bukan hanya tentang bagaimana kita merespons, tetapi juga tentang bagaimana kita mengadaptasi dan memanfaatkannya.
Industri kreatif Indonesia bisa belajar banyak dari anime, dari cara mereka menceritakan cerita, membangun karakter, hingga bagaimana mereka memasarkan dan mendistribusikan karya mereka. Dengan demikian, anime bisa menjadi inspirasi, bukan hanya ancaman, bagi industri kreatif kita.
Tentu saja, ini tidak berarti kita harus meniru apa yang dilakukan oleh anime. Yang kita perlukan adalah pendekatan kreatif dan inovatif, memanfaatkan apa yang kita pelajari dari anime dan mengadaptasinya ke dalam konteks dan nilai lokal kita.
Dengan cara ini, kita bisa menjadikan anime sebagai bagian dari kekayaan budaya kita, sebuah elemen yang memperkaya, bukan menggerus, identitas budaya kita. Sehingga, di antara hiburan dan pengaruh budaya, anime dapat menjadi jembatan yang menghubungkan, bukan jurang yang memisahkan.
ADVERTISEMENT