Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Anak Terlanjur Nonton FTV Azab? Ini Saran Psikolog buat Orang Tua
25 Oktober 2018 21:49 WIB
Diperbarui 14 Maret 2019 21:05 WIB
ADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT
Program FTV 'Azab' dan 'Dzolim' yang sedang ramai dibicarakan misalnya. Cerita-cerita di dalam program ini intinya mengisahkan azab Tuhan kepada umat-Nya yang melakukan hal tidak baik semasa hidup. Semua ini dibungkus dengan judul yang bombastis dan disampaikan melalui rangkaian adegan-adegan yang kurang masuk akal.
Karena berlebihan dan kurang masuk akal inilah, Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) pun menegur stasiun Indonesiar atas salah satu tayangan pada program 'Azab' dan dikabarkan juga telah menegur salah satu tayangan pada program 'Dzolim' milik MNCTV.
Nah, kalau untuk orang dewasa saja tidak disarankan, apalagi untuk anak? Bila anak menyaksikannya, anak mungkin akan merasa bingung, cemas, takut dan ngeri. Anak juga bisa saja meniru adegan yang dilihatnya.
Sayangnya, tidak selamanya orang tua bisa menjauhkan anak dari tayangan-tayangan tersebut. Orang tua bisa saja kecolongan saat anak sedang tidak bersama mereka. Saat orang tua bekerja atau saat anak dititipkan pada keluarga atau orang lain misalnya.
ADVERTISEMENT
"Ibu mertua saya suka sekali nonton FTV Azab ini, dan kebetulan memang beliau yang menjaga anak-anak saat kami bekerja," keluh seorang ibu dua anak yang tinggal di Cibubur, Jakarta Timur, dan minta tidak disebutkan namanya.
Lain lagi cerita Orlinda, ibu satu anak dari Kelapa Gading, Jakarta Utara. "Waktu itu kami ke satu rumah makan, (yang) masangnya FTV Azab. Anak jadi nonton, deh. Saya langsung minta ganti, tapi cukup lama baru diganti sama orangnya."
Nah, jadi bila anak yang terlanjur menonton, apa yang mesti dilakukan orang tua?
kumparanMOM menanyakan hal ini kepada Belinda Agustya, M.Psi., Psikolog, psikolog anak dan remaja dari klinik psikologi Rainbow Castle, Jakarta.
"Orang tua mesti punya cara khusus dalam menjelaskannya ke anak, karena hal ini urusannya bisa jadi panjang lho. Tentunya perlu disesuaikan dengan kategori usia anak," kata Belinda.
ADVERTISEMENT
Belinda menjelaskan, penting untuk menanyakan apa yang anak tangkap dari apa yang ditontonnya. Dengarkan dengan seksama dan segeralah mengklarifikasi atau meluruskan bila ada pemahanan anak yang tidak tepat. Mulai dengan bertanya "Menurut kamu, filmnya bagus enggak?" misalnya.
Beri anak pemahaman sesuai dengan agama dan kepercayaan Anda, sesuai usia anak. Misalnya menjelaskan bahwa Tuhan Maha baik, Penyayang dan mengasihi umatnya, termasuk si kecil yang mungkin merasa cemas atau takut sesuatu yang buruk akan terjadi juga padanya.
Beri juga contoh konkret yang anak mudah mengerti, terkait kehidupan sehari-hari yang menggambarkan kebaikan Tuhan. Tentunya menggunakan bahasa yang ringan dan sederhana.
Bila anak menyoroti tokoh-tokoh yang jahat misalnya, jangan membawa anak untuk menghakimi atau membahas kejahatan yang ia lihat. Alihkan ke kebaikan-kebaikan dan hal yang lebih positif agar anak tidak cemas.
ADVERTISEMENT
Anda bisa mengatakan, "Iya, memang ada orang yang suka berbuat jahat. Tapi di dunia ini juga ada banyaaaaak sekali orang yang suka berbuat baik. Kamu salah satunya kan, Sayang? Semakin banyak orang yang suka berbuat baik, dunia juga akan jadi tambah baik."
Sedangkan bagi anak yang sudah agak besar atau usia SD, Anda bisa menjadikan ini sebagai kesempatan mengajak anak berpikir rasional dan logis.
"Orang tua bisa bilang ke anak: Menurut kamu, mungkin enggak hal seperti itu bisa terjadi? Orang tua juga bisa menambah contoh menggunakan pengalaman, misalnya 'kalau kamu bikin gambar, eh ketumpahan cat sedikit di pojok kertas, adik bakal bilang nggak ke orang-orang? Nggak ya, dek? Nah, begitu juga Tuhan. Kalau ciptaan-Nya ada yg melakukan kesalahan, Tuhan akan jaga atau simpan jeleknya, dan nggak perlu diberi tahu ke makhluk lain" papar Belinda.
ADVERTISEMENT