Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
ADVERTISEMENT
Moms, Anda termasuk orang tua yang bangga dengan deret angka tinggi di kolom nilai ujian atau rapor anak ? Sah-sah saja memang, bila Anda berbangga diri terhadap nilai akademik si kecil di sekolah. Sekali lagi, tak ada yang salah mengenai nilai akademik.
ADVERTISEMENT
Namun yang menjadi pertanyaan adalah, apakah si kecil benar-benar mendapati nilai akademik tersebut dibarengi pemahaman materi yang diajarkan para guru di sekolah? Atau, justru ia hanya sekadar menghafal teori pelajaran, demi dapat nilai tinggi supaya tak mengecewakan Anda?
Ternyata cara belajar anak dengan metode hafalan di sekolah adalah metode pendidikan yang tradisional, Moms! Metode ini membuat anak hanya terpaku pada materi hafalan, sehingga belum tentu ia memahami materi yang dihafalkannya itu. Sebaliknya, hanya sekadar mengingat saja di memori otak.
Dampaknya membuat anak tidak bisa menerapkan materi pembelajaran yang didapat itu ke kehidupan sehari-hari. Padahal di masa depan ,pada abad 21, bukan hanya nilai akademik anak saja yang diperlukan di universitas dan dunia kerja, melainkan kemampuan soft skillnya juga.
Karenanya, Dr. Thomas R. Guskey, Ph.D, pakar pendidikan di bidang penilaian atau assesment dari Amerika Serikat, menyarankan guru dan orang tua agar menyesuaikan pola pengajaran kepada anak sesuai dengan perkembangan zaman. Tujuannya sesederhana agar si kecil tak ketinggalan zaman, Moms.
ADVERTISEMENT
Ia juga mengatakan, orang tua dan guru tak boleh lagi menilai kemampuan anak berdasarkan nilai akademiknya saja, melainkan juga berdasarkan pemahaman anak terhadap materi yang dikuasai serta soft skillnya.
"Seorang mahasiswa yang kuliah kedokteran, ia telah menghabiskan dua semester pertamanya untuk menghafal teori saja. Yang menjadi kelemahannya adalah, saat memasuki semester berikutnya, ia tidak mampu mengaplikasikan teori yang dihafalnya itu. Dari sini, saya ingin memberi contoh kepada Anda bahwa pendidikan berbasis teori tidak bersifat berlaku di kehidupan nyata anak-anak," terang Dr. Guskey, dalam parents workshop bertajuk "Is My Child's School Academic Enough?" yang diselenggarakan di Sekolah HighScope Indonesia TB Simatupang, Jakarta Selatan, pada Rabu (22/5).
Agar hal tersebut tidak menimpa anak Anda, Dr. Guskey menganjurkan supaya orang tua dan guru di sekolah memberi anak kebebasan untuk berpendapat atau pro aktif terhadap materi yang ia peroleh itu. Gunanya supaya ia tahu dan mampu mengembangkan kemampuan soft skillnya sendiri. Ini semua akan membuat anak lebih siap saat memasuki universitas dan dunia kerja nantinya.
ADVERTISEMENT
“Ajak anak menyampaikan pendapat, diskusi dan mengumpulkan informasi sebanyak mungkin," kata Dr. Guskey.
Konsep pembelajaran seperti yang disarankan Dr. Guskey, sejalan dengan konsep pemikiran Founder Sekolah HighScope Indonesia, Antarina SF. Amir.
"Kami mendefinisikan pendidikan akademik tidak hanya sebagai keterampilan membaca, menulis, berhitung, dan mendapat nilai baik dalam ujian. Namun sebagai kemampuan anak untuk menangkap pengetahuan yang diajarkan di sekolah, dan diproses secara ilmiah dan kreatif oleh fungsi eksekutif otak, serta kemampuan untuk mengkomunikasikan esensi pengetahuan dengan jelas dan logis," kata Antarina.
Jadi mulai sekarang, yuk, ubah cara pandang kita terhadap pola pengajaran pada anak , Moms! Dari yang sebelumnya tradisional dan kini sudah sesuai perkembangan zaman.