Berapa Banyak Vitamin D yang Dibutuhkan Ibu Hamil?

14 Desember 2019 8:23 WIB
comment
8
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi Vitamin D. Foto: Shutter Stock
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi Vitamin D. Foto: Shutter Stock
ADVERTISEMENT
Vitamin D adalah mikronutrien yang tidak bisa dipisahkan dalam pemenuhan gizi harian ibu hamil. Hal tersebut menjadi penting, sebab menunjang pertumbuhan dan perkembangan bayi di dalam kandungan. Sebaliknya, kekurangan vitamin D bisa berdampak buruk bagi kesehatan ibu maupun janinnya.
ADVERTISEMENT
Lantas berapa banyak vitamin D yang dibutuhkan ibu hamil setiap harinya?
Mengutip American Pregnancy, sebuah studi menyatakan bahwa ibu hamil yang mengkonsumsi sebanyak 4.000 IU vitamin D setiap harinya, banyak diuntungkan, Moms. Yakni dapat mencegah persalinan prematur dan terhindar dari bahaya persalinan dini maupun infeksi, Moms.
Ada cara agar ibu hamil tidak mudah sedih atau baper Foto: Shutterstock
Anda bisa memperoleh sumber vitamin D dari minyak ikan kod, telur, susu kedelai, produk olahan susu seperti semua jenis keju, yoghurt, mentega, juga dari kerang, tahu, kangkung, brokoli, seledri air, asparagus, dan rumput laut.
Selain mengkonsumsi aneka makanan yang mengandung vitamin D. Selanjutnya, usahakan untuk mendapat paparan sinar matahari selama 5-10 menit lamanya. Inilah yang jadi alasan dikenal juga sebagai 'vitamin matahari'.
Jika asupan makan harian saat hamil tidak beragam atau Anda mengalami sulit makan selama kehamilan, sebaiknya Anda mendapatkan suplemen, Moms.
Ilustrasi Vitamin D. Foto: Shutter Stock
Sayangnya, rata-rata jumlah vitamin D pada suplemen prenatal hanya mengandung 400 IU, sehingga masih menurut laman American Pregnancy, ibu hamil dianjurkan mengkonsumsi suplemen tambahan. Namun, konsultasikan lebih dulu dengan dokter Anda, karena kondisi tiap ibu hamil yang bisa berbeda.
ADVERTISEMENT
Kekurangan vitamin D membuat tubuh mudah mudah lelah, pusing, sakit punggung serta mudah diserang flu, Moms. Kondisi ini bila secara terus-menerus dibiarkan berisiko meningkatkan diabetes gestasional, kelahiran prematur, preeklampsia, hingga kelahiran bayi dengan berat badan di bawah rata-rata.