Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.100.8
Dihapus dari Syarat Masuk SD, Kapan Idealnya Anak Menguasai Calistung?
30 Maret 2023 14:40 WIB
·
waktu baca 5 menitDiperbarui 2 Mei 2023 17:02 WIB

ADVERTISEMENT
Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbudristek) Nadiem Makarim memutuskan untuk menghapus tes baca, tulis, hitung (calistung) sebagai syarat masuk SD/MI/sederajat kelas awal (kelas 1 dan 2). Kebijakan ini merupakan upaya Nadiem untuk mengakhiri miskonsepsi bahwa anak masuk SD sudah harus bisa calistung.
ADVERTISEMENT
Menurut Nadiem, saat ini kemampuan yang dibangun pada anak di PAUD masih sangat berfokus kepada calistung.
“Kemampuan calistung yang sering dibangun secara instan masih dianggap sebagai satu-satunya bukti keberhasilan belajar, bahkan tes calistung masih diterapkan sebagai syarat penerimaan peserta didik baru (PPDB) SD/ MI/sederajat,” ujar Nadiem saat peluncuran Merdeka Belajar Episode ke-24 di Jakarta.
Nah Moms, dalam upaya mengakhiri miskonsepsi anak sudah harus bisa calistung, Nadiem membeberkan empat fokus yang perlu dilakukan dalam pembelajaran anak selama di PAUD. Apa saja sih?
Pertama, transisi PAUD ke SD perlu berjalan dengan mulus. Proses belajar mengajar di PAUD dan SD/ MI/sederajat kelas awal harus selaras dan berkesinambungan.
Kedua, setiap anak memiliki hak untuk dibina agar kemampuan yang diperoleh tidak hanya kemampuan kognitif, tetapi juga kemampuan fondasi yang holistik.
ADVERTISEMENT
“Bukan hanya kognitif, anak-anak juga berhak mendapatkan kemampuan holistik seperti kematangan emosi, kemandirian, kemampuan berinteraksi, dan lainnya,” ucap Nadiem.
Ketiga, adalah terkait kemampuan dasar literasi dan numerasi harus dibangun mulai dari PAUD secara bertahap dan dengan cara yang menyenangkan.
Keempat, “siap sekolah” merupakan proses yang perlu dihargai oleh satuan pendidikan dan orang tua yang bijak. Setiap anak memiliki kemampuan, karakter, dan kesiapan masing-masing saat memasuki jenjang SD, sehingga tidak dapat disamaratakan dengan standar atau label-label tertentu.
“Siap sekolah adalah proses, bukan hasil. Bukan sekadar pemberian label antara anak yang sudah siap atau belum siap sekolah,” kata Nadiem.
Kata Psikolog soal Calistung Dihapus sebagai Syarat Masuk SD
Nah Moms, perlu diketahui, anak berusia 0-5 tahun sedang dalam masa-masa keemasannya. Jadi, pada umur itu mereka sedang mengalami pertumbuhan dan perkembangan yang sangat maksimal. Dan juga masih senang-senangnya bermain.
ADVERTISEMENT
Lantas, pada usia berapa sih idealnya anak bisa mulai belajar calistung? Apakah benar harus sebelum SD, seperti anggapan masyarakat bahwa anak usia PAUD sudah harus bisa calistung?
"Anak baru mudah belajar calistung di usia 5-6 tahun. Di usia ini, biasanya anak mulai terlihat minat belajarnya, termasuk mengenali huruf/angka, menulis, dan sebagainya. Jadi bukan sudah bisa, tapi baru lebih mudah belajar atau diajari. Itu pun dengan cara yang menyenangkan," jelas Psikolog Anak dan Remaja, Vera Itabiliana Hadiwidjojo, S.Psi., Psikolog, kepada kumparanMOM.
Menurut Vera, untuk belajar kemampuan tertentu, orang tua perlu memahami bahwa anak memiliki masa sensitifnya (waktu ketika anak lebih mudah belajar sesuatu hal). Misalnya, masa sensitif bayi belajar jalan di usia 12-18 bulan karna otot-otot tubuhnya cenderung sudah kuat.
ADVERTISEMENT
"Begitu juga dengan calistung, masa sensitifnya di usia 5-6 tahun. Diharapkan anak sudah bisa menguasai calistung di usia 7 tahun," tuturnya.
Apa yang Perlu Dikuasai Anak saat Masuk SD?
Bila calistung bukanlah yang utama, lantas apa sih yang harus dikuasai anak ketika masuk SD? Berikut penjelasannya menurut Vera:
1. Sikap belajar yang baik. Antara lain mampu menyimak, terlibat dalam aktivitas kelas, mampu mempertahankan atensi, menyelesaikan tugas yang diberikan.
2. Kemandirian dalam melakukan aktivitas bantu diri. Seperti makan, berpakaian, merapikan mainan, dan lain-lain.
3. Terbiasa dengan aturan atau batasan. Seperti, tahu batasan waktu bermain, meletakkan barang di tempatnya, dan lainnya.
4. Minat belajar. Anak terlihat tertarik untuk tahu hal-hal baru, menyukai buku, namun bukan bisa membaca.
ADVERTISEMENT
Apakah ada dampak pada anak yang diajari calistung terlalu dini? Vera menjelaskan, anak berisiko akan selalu merasa tertekan dan tidak menikmati sekolahnya.
"Padahal PAUD sebagai sekolah pertama anak perlu memberikan pengalaman yang menyenangkan, sehingga konsep sekolah bagi anak menjadi sesuatu yang positif. Ini adalah awal menciptakan long life learner," jelas Vera.
Sehingga, diharapkan dengan adanya kebijakan penghapusan calistung sebagai syarat masuk SD tidak perlu membuat orang tua stres. Justru, kebijakan ini sudah lama ditunggu-tunggu dan orang tua bisa fokus mengembangkan tumbuh kembang sesuai usianya sebelum masuk SD. Tetapi, Vera menyoroti kebijakan ini perlu diikuti oleh Sekolah Dasar itu sendiri, sehingga pelaksanaannya dapat terlaksana secara merata.
Membangun Fondasi Anak dari Rumah
Dalam upaya menghapus miskonsepsi anak harus bisa calistung saat masuk SD, Nadiem ingin transisi PAUD ke SD/MI/sederajat dilakukan secara menyenangkan. Dalam salah satu target capaian oleh satuan pendidikan, Nadiem ingin pengajar membangun enam kemampuan fondasi anak, yaitu:
ADVERTISEMENT
1. Mengenal nilai agama dan budi pekerti
2. Keterampilan sosial dan bahasa untuk berinteraksi
3. Kematangan emosi untuk kegiatan di lingkungan belajar
4. Kematangan kognitif untuk melakukan kegiatan belajar seperti kepemilikan dasar literasi dan numerasi
5. Pengembangan keterampilan motorik dan perawatan diri untuk berpartisipasi di lingkungan belajar secara mandiri
6. Pemaknaan terhadap belajar yang positif.
“Kemampuan fondasi tersebut dibangun secara kontinu dari PAUD hingga kelas dua pada jenjang pendidikan dasar. Untuk itu, standar kompetensi lulusan bagi PAUD tidak dirancang per usia, namun sebagai capaian yang perlu dicapai di akhir fase dan dapat dipenuhi hingga kelas dua pendidikan dasar, serta tidak ada evaluasi kelulusan untuk siswa PAUD,” ungkap Nadiem.
Bila fondasi ini ingin dibangun juga di keluarga, apa yang bisa orang tua lakukan terhadap anak-anaknya? Jawabannya, anak bisa diberikan stimulasi yang tepat sesuai usianya ya, Moms. Vera menuturkan ketika pemberian stimulasi tepat maka anak akana menjalani tumbuh kembangnya tanpa beban berlebihan.
ADVERTISEMENT
"Dari enam fondasi tersebut sebetulnya merujuk pada hal-hal yabg bisa dilakukan dalam keseharian orang tua bersama anak. Contoh, membiasakan mandiri, ada waktu membacakan buku untuk anak, berinteraksi langsung dengan anak serta bercakap-cakap secara rutin," tutup Vera.
=====
kumparan bagi-bagi berkah senilai jutaan rupiah. Jangan lewatkan beragam program spesial lainnya. Kunjungi media sosial kumparan untuk tahu informasi lengkap seputar program Ramadhan! #BerkahBersama