news-card-video
12 Ramadhan 1446 HRabu, 12 Maret 2025
Jakarta
chevron-down
imsak04:10
subuh04:25
terbit05:30
dzuhur11:30
ashar14:45
maghrib17:30
isya18:45

Gangguan Sensori pada Anak, Bagaimana Gejala dan Cara Mengatasinya?

12 Maret 2025 11:49 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Gangguan Sensori pada Anak, Bagaimana Gejala dan Cara Mengatasinya? Foto: alexkoral/Shutterstock
zoom-in-whitePerbesar
Gangguan Sensori pada Anak, Bagaimana Gejala dan Cara Mengatasinya? Foto: alexkoral/Shutterstock
ADVERTISEMENT
Seorang ibu menceritakan buah hatinya yang didiagnosa dokter mengalami Sensory Processing Disorder (SPD) alias gangguan sensori. Kecurigaan itu berawal ketika anaknya masih bayi selalu menolak pakai topi dan potong rambut.
ADVERTISEMENT
Dalam akun Instagramnya @mamatannao, sang ibu menyebut, anaknya juga sulit tidur malam meski tidak tidur siang. Anak laki-laki itu juga takut bermain perosotan dan ayunan. Setelah menginjak usia 4 tahun, akhirnya dikonsultasikan ke dokter spesialis anak dan didiagnosis mengalami Sensory Processing Disorder (SPD).
Lantas, apa penyebab SPD pada anak?

Mengenal Sensory Processing Disorder (SPD) pada Anak

Moms, otak berperan besar dalam memproses informasi, sentuhan, cahaya, suara, gerakan, dan membantu anak berinteraksi dengan lingkungan sekitar. Namun, ada beberapa anak yang mengalami gangguan pada bagian otaknya. Sehingga membuat mereka menjadi kurang atau bahkan terlalu sensitif terhadap rangsangan.
Ilustrasi anak main bersama. Foto: Shutter Stock
Anak yang mengalami masalah sensori model ini disebut dengan Sensory Processing Disorder (SPD). Anak dengan SPD ini mengalami masalah pada rangsangan dan menginterpretasikan sesuatu. Padahal, interpretasi sangat penting bagi seseorang untuk mempelajari sesuatu.
ADVERTISEMENT
"Anak-anak yang mengalami SPD atau sering berperilaku yang membingungkan orang, sering mempunyai rasa berlebihan terhadap hal kecil seperti suara yang keras, cahaya yang terang atau pakaian yang gak nyaman dan dia kurang terampil dalam memberikan respons motorik, " kata Dokter Spesialis Anak, dr. Aisya Fikritama, Sp. A, kepada kumparanMOM, Selasa (11/3).
SPD mempengaruhi cara otak anak untuk memproses informasi sensori itu mencakup hal yang berhubungan dengan panca indra, yaitu mendengar, mencium, melihat, merasakan, menyentuh.
Ilustrasi anak balita bermain sensory bin. Foto: Shutter Stock
Artinya, kondisi SPD bisa mempengaruhi hanya satu panca indra saja atau seluruhnya. Biasanya anak dengan SPD terlalu sensitif terhadap hal yang ada di sekitar mereka. Misalnya, ketika mereka mendengar suara tertentu yang menurut orang lain hal biasa, namun bagi mereka sangat mengganggu.
ADVERTISEMENT
"Beberapa anak SPD Ini membutuhkan lebih banyak rangsangan untuk merasakan sesuatu. Jadi ada yang terlalu sensitif, ada yang butuh lebih banyak rangsangan, " ungkap dr. Aisya.

Gejala SPD pada anak, seperti:

-Merasa pakaian yang dipakainya terlalu gatal
-Lampunya terlalu terang
-Suara tertentu terdengar terlalu keras
-Sentuhan lembut terasa sebagai sentuhan yang keras
-Merasakan tekstur makanan yang bisa membuat mereka muntah
Ilustrasi Anak Main Pull Up. Foto: Shutterstock
-Takut main ayunan atau di tempat yang ramai
-Bereaksi berlebihan terhadap gerakan yang tiba-tiba
-Memiliki masalah perilaku.
Bisa jadi juga, anak dengan SPD kurang sensitif terhadap rangsangan, gejalanya di antaranya:
-Tidak bisa duduk diam
-Suka lompat dari ketinggian
-Berputar
-Kurang memahami bahasa tubuh
-Kurang memahami pentingnya ruang privasi
-Sering mengunyah sesuatu pakai tangan juga bisa bajunya
Ilustrasi anak takut. Foto: stockphoto mania/Shutterstock
-Memiliki masalah tidur, tidak tidur siang dan mengalami masalah tidur malam
ADVERTISEMENT
-Tidak menyadari kalau wajahnya kotor atau hidungnya meler
Jadi, SPD membuat anak kurang sensitif dan cenderung lebih aktif, sebab mereka butuh rangsangan yang lebih untuk bisa merasakan sesuatu.

Bisakah SPD Dicegah?

Menurut dr. Aisya perkembangan bibit SPD pada anak ini tidak bisa dicegah. Sebab, kondisi ini mempengaruhi kemampuan otak untuk memproses informasi sensor di lingkungan.
Tetapi memang ada beberapa cara yang bisa membantu seorang anak dengan SPD bisa beradaptasi lebih baik:
-Pahami kebutuhan sensori anak
-Ciptakan lingkungan yang menyenangkan
Ilustrasi anak dan ibu. lain. Foto: buritora/Shutterstock
-Berikan dukungan fisik seperti memeluk atau menggenggam
-Ajari anak teknik pengaturan diri
-Libatkan ahli terapi dan konsul ke dokter spesialis anak
Oleh karena itu, anak dengan SPD harus ditangani dengan terapi sensori integrasi. Dalam terapi ini, anak-anak bermain sambil belajar dengan lingkungan yang terkontrol.
ADVERTISEMENT
“Jadi tujuannya supaya anak-anak bisa belajar untuk menghadapi stimulus-stimulus dari rangsangan-rangsangan yang menurut mereka terlalu sensitif,’’ tutup dr. Aisya.