Kenapa Balita Takut sama Badut Seperti Anak Zaskia Sungkar?

Keluarga Zaskia Sungkar. Foto: Instagram/@zaskiasungkar15

Badut biasa kita temui di pesta ulang tahun anak atau tempat wisata. Keberadaan badut sering kali menjadi hiburan yang menyenangkan bagi anak-anak. Tapi, beberapa anak justru punya pandangan berbeda terhadap badut. Mereka bisa melihatnya sebagai sesuatu yang menakutkan.

Hal inilah juga dialami oleh putra semata wayang Zaskia Sungkar dan Irwansyah yang berusia balita, Ukkasya. Ya Moms, dalam unggahan terbaru akun Instagram The Sungkars Family, Ukassya terlihat ketakutan saat bertemu dengan badut.

Alih-alih senang bertemu badut yang menyapanya, Ukkasya justru ketakutan dan bersembunyi di balik tubuh Zaskia ambil memeluk erat kaki ibunya itu. Meski Zaskia memberikan contoh untuk berinteraksi dengan badut lebih dulu, Ukkasya tetap tampak takut.

Lantas, apa yang sebenarnya membuat anak balita takut pada badut ya, Moms?

Penyebab Anak Balita Takut pada Badut

Ilsutrasi balita takut badut. Foto: Iqbal Firdaus/kumparan

Badut merupakan karakter tidak terduga yang dapat menimbulkan ketakutan terutama pada anak-anak. Psikolog Klinis Anak, Jerry Bubrick, menjelaskan, ketakutan pada badut merupakan hal umum yang sering kali dimulai pada usia sangat muda antara empat dan lima tahun.

“Kostum badut membuat anak tidak bisa membaca ekspresi sebenarnya dan apa yang diinginkannya. Hal itu sangat mengganggu bagi alam bawah sadar anak usia balita, menimbulkan perasaan tidak percaya, dan kecemasan akan situasi berbahaya,” kata Jerry seperti dikutip dari Child Mind Institute.

Beberapa anak mungkin akan menyukai badut. Tapi anak-anak lainnya justru mengalami ketakutan yang ekstrem pada sosok yang dirasa aneh di depannya. Balita akan merasa tidak nyaman pada sosok dengan wig, topeng, pakaian, dan cara berbicaranya yang aneh atau menyeramkan.

Menurut Jerry, rasa takut pada badut merupakan fobia paling umum pada anak-anak yang disebut dengan coulrophobia. Anak-anak yang takut pada badut mungkin akan bersembunyi di balik orang lain, menutupi matanya, menangis, hingga munculnya respons kecemasan. Anak dengan fobia tersebut juga lebih berisiko mengembangkan fobia spesifik dan gangguan kecemasan lainnya.