Kepala BKKBN: Perubahan Iklim Bisa Picu Masalah Kehamilan

10 Agustus 2024 11:00 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi preeklamsia selama masa kehamilan. Foto: Shutterstock
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi preeklamsia selama masa kehamilan. Foto: Shutterstock
ADVERTISEMENT
Ada banyak hal yang bisa jadi pemicu masalah kehamilan, baik dari faktor internal yang berkaitan dengan kondisi kesehatan ibu (mental maupun fisik), atau pun eksternal. Nah faktor eksternal ini ternyata juga bisa dipicu dari perubahan iklim, lho!
ADVERTISEMENT
Menurut Kepala Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Hasto Wardoyo, perubahan iklim dapat memicu berbagai masalah kehamilan, salah satunya adalah kelahiran prematur.
Hal itu disampaikannya dalam “Peringatan HUT ke-73 Ikatan Bidan Indonesia”. Tema yang diangkat pada peringatan kali ini adalah "Peran Bidan dalam Penguatan Sistem Ketahanan Nasional Pada Krisis Iklim Melalui Sinergi dan Kolaborasi", yang sejalan dengan tema International Day of Midwives 2024 yaitu "Midwives: Vital Climate Solution".
Hasto menjelaskan bahwa menurut berbagai penelitian, pemanasan global dapat mempengaruhi secara fisik, hingga akhirnya menyebabkan kelahiran prematur.
"Kemudian juga pengaruh terhadap intrauterine growth restriction (IUGR). Jadi BBLR juga meningkat. Adanya banjir juga menimbulkan stres dan ini otomatis juga berpengaruh terhadap komplikasi-komplikasi kehamilan, " katanya, dikutip dari Antara.
ADVERTISEMENT
Preeklamsia pada ibu hamil. Foto: Shutter Stock
Preeklamsia, ujarnya, turut meningkat, seiring dengan banyaknya pencemaran lingkungan. Preeklamsia adalah masalah kehamilan di mana tekanan darah ibu hamil naik, yang terjadi setelah 20 minggu kehamilan pada perempuan yang tekanan darahnya biasanya normal.
"Jadi ketika ada panas global, kemudian ada hal-hal baru, termasuk stres, maka kemudian permasalahan lama belum teratasi, hati-hati, menurunkan angka kematian ibu menuju 70 per seratus ribu kelahiran hidup menjadi tantangan tersendiri," katanya.
Dia menjelaskan pula bahwa saat ini, angka kematian ibu nasional adalah 189 per 100.000 penduduk, dan pada 2024 ditargetkan 183 per 100.000. Sedangkan pada 2030, targetnya adalah 70 per 100.000 penduduk.
Selain masalah kehamilan, katanya, perubahan iklim juga meningkatkan risiko kematian akibat panas serta kontaminasi sumber air dan udara, serta menurunnya kualitas udara yang dapat meningkatkan masalah-masalah pernapasan dan kerawanan pangan.
ADVERTISEMENT
Dia mencontohkan, pada masyarakat yang tinggal di tepi pantai, sanitasinya kurang aman dan bersih. Saluran jamban yang digunakan tidak berbentuk seperti leher angsa, sehingga tidak ada tutupan air.
"Nah, kalau ada panas global kemudian permukaan air laut naik, saya tidak bisa bayangkan. Betapa sanitasi kita, masyarakat yang tinggal di pantai, tepi-tepi pantai itu tambah berat," ujarnya.