Kini Ada Jalur Afirmasi di Sistem Zonasi Sekolah, Apa Maksudnya?

13 Desember 2019 17:28 WIB
comment
27
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Mendikbud Nadiem Makarim di acara pelantikan Rektor UI Prof Ari Kuncoro. Foto: Dok. Humas UI
zoom-in-whitePerbesar
Mendikbud Nadiem Makarim di acara pelantikan Rektor UI Prof Ari Kuncoro. Foto: Dok. Humas UI
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Nadiem Makarim, telah menetapkan empat pokok kebijakan pendidikan “Merdeka Belajar” yang meliputi Peraturan Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) serta sistem zonasi sekolah, Ujian Sekolah Berstandar Nasional (USBN), Ujian Nasional (UN), dan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP).
ADVERTISEMENT
Dalam penerimaan peserta didik baru (PPDB), Kemdikbud tetap menggunakan sistem zonasi dengan kebijakan yang lebih fleksibel untuk mengakomodasi ketimpangan akses dan kualitas di berbagai daerah.
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Makarim mengikuti rapat dengan Komisi X DPR. Foto: Fanny Kusumawardhani/kumparan
“Daerah berwenang menentukan proporsi final dan menetapkan wilayah zonasi,” ujar Mendikbud.
Meski begitu, ada perbedaan sistem zonasi di era kepemimpinan Nadiem dengan kebijakan sebelumnya, Moms.
Sebelumnya, sistem zonasi sekolah terbagi melalui 3 jalur yaitu jalur zonasi minimal 80 persen, jalur prestasi maksimal 15 persen, dan jalur perpindahan maksimal 5 persen.
Pada kebijakan yang baru, bertambah menjadi 3 jalur dan komposisi berubah yaitu jalur zonasi minimal 50 persen, jalur afirmasi minimal 15 persen, jalur perpindahan maksimal 5 persen dan jalur prestasi sisanya 0-30 persen disesuaikan dengan kondisi di setiap daerah.
ADVERTISEMENT
Lantas, apa yang dimaksud dengan jalur afirmasi?
Ilustrasi sekolah dasar. Foto: Shutter Stock
Dilansir laman Kemdikbud, jalur afirmasi disediakan untuk siswa yang menerima program penanganan keluarga tidak mampu dari Pemerintah Pusat atau Pemerintah Daerah (misalnya penerima KIP). Jalur ini merupakan komitmen Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah untuk meningkatkan layanan akses pendidikan berkualitas untuk anak-anak dari keluarga tidak mampu.
Pemerintah Daerah dapat menentukan proporsi siswa yang diterima melalui jalur ini dengan mengacu pada persentase siswa yang menerima program penanganan keluarga tidak mampu dari Pemerintah Pusat atau Pemerintah Daerah di daerah tersebut.
Dijelaskan juga, PPDB adalah suatu proses yang sangat perlu memperhatikan konteks lokal. Misalnya berapa banyak sekolah negeri di suatu wilayah, berapa banyak anak usia SD yang akan melanjut ke SMP, serta dari SMP ke SMA, berapa banyak anak penerima Kartu Indonesia Pintar (KIP) di daerah tersebut, berapa banyak yang kondisi ruang kelasnya rusak, dan sebagainya.
ADVERTISEMENT
Jadi kenapa ada penggunaan batas minimum untuk jalur zonasi dan jalur afirmasi tak lain agar lebih efisien, sesuai konteks, dan tepat sasaran apabila masing-masing Daerah yang mengatur regulasi PPDB yang disesuaikan dengan karakteristik dan kebutuhan masing-masing daerah.
Ilustrasi anak berangkat menuju sekolah tang Foto: Shutterstock
Sistem zonasi sekolah yang baru ini juga selaras dengan semangat otonomi daerah, Pemerintah Pusat memberikan Norma, Standar, Pedoman, dan Kriteria sesuai dengan UU Pemerintahan Daerah sebagai rambu- rambu yang digunakan oleh Pemerintah Daerah.
Lebih lanjut dipaparkan jika ada calon anak penerima KIP, namun secara domisili peserta didik yang bersangkutan juga bisa masuk melalui jalur zonasi, maka sebaiknya anak tersebut masuk melalui jalur afirmasi. Ini jika kuota afirmasi belum terpenuhi untuk sekolah tersebut.
ADVERTISEMENT
Alasannya?
Ilustrasi mobil jemputan anak sekolah Foto: Shutterstock
Agar siswa dalam zona yang tidak menerima program penanganan keluarga tidak mampu dari Pemerintah Pusat atau Pemerintah Daerah tidak terhalangi untuk masuk ke sekolah tersebut.
Dengan demikian, kesempatan yang diberikan pemerintah pada siswa dari keluarga tidak mampu sedapat mungkin tidak merugikan siswa dari kelas sosial lainnya.