Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Memahami Sistem Kekebalan Tubuh, Cara Kerja Vaksin dan Imunisasi
29 Januari 2020 14:11 WIB
Diperbarui 29 Januari 2020 14:19 WIB
ADVERTISEMENT
Pemberian vaksin atau imunisasi merupakan sebuah temuan hebat dalam bidang pelayanan dan intervensi kesehatan di dunia. Jutaan nyawa manusia telah terselamatkan dari berbagai penyakit berbahaya bahkan mematikan berkat pemberian vaksin.
ADVERTISEMENT
Tak hanya itu, pengaruhnya juga sangat besar dirasakan perseorangan ataupun masyarakat luas. Angka kejadian penyakit menurun, wabah tak lagi mengancam, berkurangnya beban ekonomi masyarakat karena biaya perawatan kesehatan, hingga menurunnya angka kematian bayi maupun anak.
Meski begitu, di tengah masyarakat masih bisa ditemui kontroversi. Acara kumpul dengan sesama ibu yang seharusnya menyenangkan misalnya, bisa berubah jadi panas karena perbedaan pendapat mengenai perlu tidaknya imunisasi .
Satu ibu merasa pemberi vaksin mutlak diperlukan, sementara ibu yang satu lagi sebaliknya. Bagaimana bila Anda berada di tengah-tengah di mereka, Moms? Ke mana Anda akan berpihak?
Bila belum paham tentang sistem kekebalan tubuh, imunisasi dan cara kerja vaksin di sini, mungkin akan sulit menentukannya. Padahal, memahaminya tidak sulit.
ADVERTISEMENT
Yang pertama perlu diketahui adalah soal kandungan vaksin. Dijelaskan dalam keterangan tertulis resmi dari Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) Pada Pekan Imunisasi Dunia 2019 lalu, vaksin mengandung virus atau bakteri atau bagian tertentu yang tidak menyebabkan penyakit tapi melatih sistem imun tubuh.
Bagaimana maksudnya vaksin melatih sistem imun atau kekebalan tubuh?
Vaksin yang masuk ke tubuh akan melatih sistem kekebalan tubuh atau yang biasa kita sebut sistem imun untuk merespon dengan menghasilkan antibodi untuk melawan virus atau bakteri tersebut.
Artinya, setelah imunisasi, tubuh akan menginat virus atau bakteri penyeab bakteri tersebut sehingga (jika suatu ketika) terdapat virus atau bakteri penyebab penyakit sesungguhnya, tubuh sudah terlatih dan akan menghasilkan antibodi yang dapat melawannya.
ADVERTISEMENT
Namun namanya juga, latihan. Agar optimal, ketepatan waktu latihan sangat penting dan kadang-kadang tak cukup hanya berlatih satu kali. Begitu juga dengan vaksin dan imunisasi.
Itulah mengapa, untuk beberapa penyakit dibutuhkan lebih dari 1 dosis vaksin atau dosis booster. Gunanya untuk memastikan efek yang optimal.
Sebaliknya bila tidak pernah latihan, tubuh memberikan pintu masuk bagi bakteri untuk menyerang. Tubuh tidak mempunyai sistem untuk ‘mengenali’ virus atau bakteri spesifik tersebut sehingga tidak ada upaya ‘perlindungan’ untuk menolak atau memerangi.
Vaksin juga ada jenis-jenisnya lho, Moms. Hingga kini, ada 4 jenis vaksin yang telah dikenal untuk program imunisasi di berbagai negara termasuk Indonesia.
Apa saja?
1.Vaksin Toksoid
Pada vaksin jenis ini digunakan toksin (senyawan racun dari bakteri) yang diolah supaya tidak berbahaya untuk mencegah penyakit seperti difteri dan tetanus.
ADVERTISEMENT
2.Vaksin Hidup yang Dilemahkan
Vaksin campak, gondongan dan cacar air adalah beberapa contoh dari jenis vaksin ini. Vaksin hidup maksudnya vaksin yang mengandung mikroba hidup yang telah dilemahkan sehingga tidak menyebabkan penyakit.
3.Vaksin Inaktif
Vaksin inafktif adalah vaksin yang mengandung mikroba hidup yang telah dibunuh. Vaksin ini lebih aman daripada vaksin hidup yang dilemahkan, tapi stimulasi sistem imunnya lebih lemah dan kadang membutuhkan pemberian booster. Misalnya, vaksin hepatitis A dan rabies.
4.Vaksin Subunit / Konjugat
Antigen dari mikroba yang dapat menstimulasi sistem imun atau kekebalan tubuh digunakan dalam vaksin subnuit. Sedangkan vaksin konjugat adalah bagian dari vaksin subunit yang membawa antigen berbasis polisakarida atau rantai unit gula yang terbentuk dalam konfigurasi dari puluhan hingga ribuan unit panjang.
ADVERTISEMENT
Vaksin hepatitis B, vaksin influenza dan Hib adalah contoh dari jenis vaksin ini.
Tak berhenti hingga 4 jenis vaksin tersebut di atas, para peneliti kita juga tengah mengembangkan vaksin jenis baru yang disebut vaksin DNA.
Mekanisme kerja vaksin DNA yaitu dengan menghantarkan bagian dari DNA dari sel bakteri untuk menstimulasi sistem kekebalan tubuh. Beberapa jenis vaksin ini yang sedang dalam tahap penelitian adalah vaksin untuk imunisasi West Nile dan Zika Virus.
Proses penelitian vaksin memang tidak sebentar karena harus sangat memperhatikan aspek keamanan dan keakuratan data. Untuk satu jenis vaksin, umumnya diperlukan belasan tahun untuk membuatnya.
Bisakah para peneliti dapat membuat vaksin dengan lebih cepat?
Yang jelas, para peneliti terus mencobanya. Diberitakan Science Alert, pengembangan vaksin untuk virus Corona misalnya, tengah dilakukan secepatnya oleh para peneliti National Institutes of Health (NIH) di Amerika Serikat.
ADVERTISEMENT
Selain NIH, tim ilmuwan dari Universitas of Quensland (UQ), Australia, juga ditunjuk oleh Koalisi untuk Kesiapsiagaan dan Inovasi Epidemi (Coalition for Epidemic Preparedness Innovations/CEPI) untuk mengembangkan vaksin virus Corona dengan kecepatan yang belum pernah ada sebelumnya, Moms.
Paul Young, Dekan Fakultas Kimia dan Biosains Molekul di UQ mengklaim, universitasnya memiliki teknologi biomedis mutakhir yang mampu menciptakan vaksin hanya dalam waktu enam bulan.
Semoga saja mereka berhasil, ya!