Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.94.1
Menag Susun Kurikulum Cinta Agar Guru Ajari Agama Tanpa Membenci Agama Lain
18 Januari 2025 16:00 WIB
·
waktu baca 2 menitADVERTISEMENT
Moms, tahukah Anda bahwa Kementerian Agama saat ini sedang menyusun Kurikulum Cinta? Ya, kurikulum ini disusun untuk menanamkan toleransi antarumat beragama pada anak sejak dini. Tapi sebetulnya apa sih, Kurikulum Cinta itu?
ADVERTISEMENT
“Apa yang dimaksud kurikulum cinta? Begini, setiap kali, misalnya guru agama Islam mengajarkan agama Islam yang paling benar, maka yang lainnya sesat. Jadi seolah-olah penanaman kebencian terhadap orang beragama lain. Jadi nanti kalau ada khotbah di situ, “matiin TV-nya, matiin radio-nya”, ya kan?” ujar Menag Nasaruddin Umar, Kamis (16/1), dikutip dari situs Kemenag.
Tak cuma Islam, agama lain pun ada juga yang menanamkan hal serupa. Sehingga semua orang tertanam dalam benaknya tentang kebencian dengan pemeluk agama lain.
"Jadi ada teologi kebencian dengan agama lain. Bayangkan kalau anak-anak kecil kita semuanya ditumbuhi pemahaman agama yang sama, penanaman kebencian satu sama lain. Bagaimana nasib Indonesia yang bhineka ini?” tambah sosok yang juga Imam Besar Masjid Istiqlal ini.
ADVERTISEMENT
Nasaruddin menegaskan, Kurikulum Cinta bertujuan untuk mengajarkan nilai-nilai cinta kasih dan toleransi sejak dini. Ia menilai banyak potensi konflik muncul dari ajaran agama yang menanamkan kebencian terhadap kelompok lain.
“Jadi itulah yang saya maksudkan Kurikulum Cinta. Bagaimana mengajarkan agama, tapi tidak mengajarkan kebencian kepada orang beragama lain. Tapi juga jangan sampai menyamakan semua agama, itu juga sama-salahnya. Tetap lah, agama mereka, agama mereka, agama kita, agama kita,” jelas Menag.
Kurikulum Cinta mengajarkan cinta kepada sesama warga negara meskipun berbeda agama. Kurikulum ini juga diharapkan akan mengikis potensi terjadinya relasi kuasa dalam masyarakat.
“Jadi sekarang sekaligus kita menyusun kurikulum mana yang akan memojokkan perempuan dan mengistimewakan laki-laki. Kita sama-sama halifah. Maka itu pembedaan dalam kurikulum ini harus dihilangkan. Karena itu nanti akan melahirkan relasi kuasa yang timpang. Makin kuasa seorang laki-laki dalam satu masyarakat, maka gampang terjadi pelecehan perempuan,” pungkasnya.
ADVERTISEMENT