Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.95.1
Moms, Ini Sejarah Susu Formula yang Mungkin Tidak Anda Sangka
16 Oktober 2018 9:09 WIB
Diperbarui 14 Maret 2019 21:05 WIB
ADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT
Tapi tidak dapat dipungkiri, susu formula bisa jadi solusi pemenuhan nutrisi bayi bila kondisi ibu maupun bayinya tidak memungkinkan untuk pemberian ASI. Dalam hal ini, susu formula, juga bisa menyelamatkan nyawa bayi.
Itulah mengapa, kita sangat beruntung, Moms. Kita hidup dan jadi ibu di masa ketika ada makanan untuk bayi selain ASI yang meski tidak sama bisa menyamai ASI tapi mampu memadai. Tentu saja, dahulu kala hal ini tidak terjadi. Dulu, jika tidak ada ibu yang bisa menyusuinya, bayi bisa saja mati karena kelaparan atau kekurangan gizi.
Dulu, ibu tidak dihadapkan pada pilihan “ASI atau susu formula” seperti yang kini terjadi. Bahkan, susu formula bayi tidak pernah dimaksudkan untuk dikonsumsi secara luas seperti sekarang ini dan kebiasaan memberi bayi yang baru lahir susu dengan botol, baru terjadi dalam 60 tahun terakhir ini.
Seperti apa sejarahnya? Sepanjang sejarah, jika seorang wanita tidak dapat memberikan ASI untuk anaknya, atau jika seorang wanita meninggal dan meninggalkan bayi yang perlu disusui, maka bayi itu akan diberi ibu susu.
ADVERTISEMENT
Ibu susu sudah dikenal sejak 2000 SM dan masih terus dikenal hingga abad ke-20. Jika tidak bisa mendapat ibu susu, seorang anak umumnya jadi korban kelaparan dan malnutrisi. Dengan kata lain, kekurangan ASI secara harfiah berarti hidup atau mati bagi bayi hingga awal 1800-an.
Kelahiran Formula
1800-an
Selain ASI, anak yang sudah lebih besar hanya bisa minum susu sapi. Namun, susu sapi bukanlah pengganti ASI yang ideal. Ada berbagai masalah mulai dari sanitasi hingga teknologi penanganan susu yang belum berkembang.
Meski susu evaporasi sudah dipasarkan sejak tahun 1858 misalnya, penggunaannya sangat singkat akibat berbagai masalah kesehatan. Belum lagi masalah penyakit kudis dan pelunakan tulang (rakitis) yang sering disebabkan oleh kekurangan vitamin C dan D yang juga dikaitkan dengan penggunaan susu sapi.
ADVERTISEMENT
Sementara susu formula bubuk yang mulai dibuat pada 1846, akhirnya pertama kali dijual pada akhir tahun 1800-an. Tercatat pada tahun 1867, Justus von Liebig mengembangkan formula bayi komersial pertama di dunia, Liebig's Soluble Food for Babies, yang diproduksi dan dijual di London oleh Perusahaan Susu Konsentrat Liebig yang Terdaftar. Namun, susu formula ini tidak laku karena harganya terlalu mahal.
Susu formula juga masih dilihat sebagai makanan darurat untuk bayi yang seharusnya kelaparan. Makanan itu menggemukkan tetapi tidak memiliki nutrisi berharga seperti protein, vitamin, dan mineral.
1920-an
Pada sekitar tahun 1920, beberapa perusahaan sudah memproduksi susu formula yang harganya lebih terjangkau. Namun orang tua yang memberi bayinya susu formula disarankan memberikan juga jus buah untuk memerangi risiko kudis.
ADVERTISEMENT
Mereka juga disarankan memberi anak minyak ikan untuk melindungi anak dari rakitis. Solusi ini meningkatkan penggunaan susu formula sebagai pengganti ASI.
1930-an
Pada 1930-an, orang mulai menggunakan susu formula dicampur dengan sirup jagung sebagai karbohidrat. Susu formula juga semakin diminati karena adanya penambahan atau fortifikasi vitamin D ke dalamnya.
Rekomendasi agar orang tua mencampur susu formula dengan air, krim, dan gula atau madu dalam rasio khusus juga masih diberikan untuk mencapai keseimbangan nutrisi yang diyakini mendekati ASI.
1940-an
Angka menyusui menurun dengan cepat selama tahun 1940-an ketika wanita memasuki dunia kerja selama Perang Dunia II. Setelah perang, bertepatan dengan komunikasi massa yang ditingkatkan melalui metode pencetakan, radio dan televisi, penggunaan susu formula melesat!
ADVERTISEMENT
Bahkan, susu formula dianggap lebih unggul daripada menyusui sehingga tingkat menyusui. Hal ini lantas berlanjut selama beberapa dekade.
1970-an
Memasuki tahun 1970-an, berbagai komposisi susu formula dikembangkan. Susu formula pun semakin diminati dan menyusui menjadi tidak populer. Orang tua berlomba-lomba memberikan susu formula kepada bayinya.
Sayangnya, sanitasi yang buruk menyebabkan tingkat kematian meningkat tajam di antara bayi yang diberi susu formula yang disiapkan dengan air yang terkontaminasi. Selain itu, banyak ibu di dunia ketiga yang menambahkan tiga kali jumlah air yang direkomendasikan ke susu formula untuk bisa berhemat. Hal ini mengakibatkan kematian massal akibat kekurangan gizi di berbagai negara.
Saat itu, UNICEF memperkirakan bahwa anak yang diberi susu formula yang hidup dalam kondisi yang penuh penyakit dan tidak higienis akan 25 kali lebih mungkin meninggal karena diare dan empat kali lebih mungkin meninggal akibat pneumonia daripada anak yang diberi ASI.
ADVERTISEMENT
Tidak hanya itu kecenderungan bayi mengalami dehidrasi selama sakit, kandungan besi yang rendah hingga mengakibatkan tingginya tingkat defisiensi zat besi, hingga kandungan rendah asam lemak esensial dan berbagai masalah lanjutan lainnya juga dikaitkan dengan pemberian susu formula sebagai pengganti ASI.
Akhirnya setelah sekitar 1,2 juta kematian yang secara langsung berkaitan dengan pemberian susu formula di negara-negara dunia ketiga, pada tahun 1977 masyarakat mulai menyerukan pentingnya kembali menyusui.
1980 hingga kini
WHO terus menekankan bahwa ASI adalah nutrisi terbaik bagi bayi hingga berusia enam bulan. Karenanya, WHO merekomendasikan pemberian ASI eksklusif di enam bulan pertama kehidupan bayi dan dilanjutkan hingga berusia dua tahun atau lebih dengan dilengkapi makanan pendamping ASI (MPASI).
ADVERTISEMENT
Tidak hanya itu, pada tahun 1990 Pekan ASI Sedunia pertama kali diperingati. Kala itu, WHO dan UNICEF membuat deklarasi yang dikenal dengan Deklarasi Innocenti di Florence, Italia.
Deklarasi tersebut digelar untuk menyepakati setiap tanggal 1-7 Agustus sebagai World Breastfeeding Week atau Pekan ASI Sedunia. Tujuan utamanya, tak lain untuk menyadarkan masyarakat tentang pentingnya pemberian Air Susu Ibu (ASI).
WHO dan UNICEF juga mencanangkan Global Strategy on Infant and Child Feeding atau Strategi Global Pemberian Makanan untuk Bayi dan Anak, yang meliputi:
1. Inisiasi Menyusu Dini (IMD) segera setelah bayi lahir, kemudian dilanjutkan dengan rawat gabung.
2. Memberikan ASI eksklusif hingga bayi berusia enam bulan.
3. Memberikan MPASI sejak bayi berusia enam bulan.
ADVERTISEMENT
4. Menyusui dilanjutkan hingga bayi berusia dua tahun atau lebih.
Bagaimana dengan susu formula? Seperti sejarahnya, Moms, sampai kapanpun susu formula tidak bisa menyamai keunggulan ASI. Karena itu, bila sudah menyangkut pemenuhan nutrisi untuk si kecil, jadikanlah susu formula alternatif sementara bila memang ada kondisi yang memaksa Anda memberikannya.
Apabila kondisi sudah membaik, susui kembali bayi agar ia memperoleh segala kebaikan ASI.