Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.89.1
ADVERTISEMENT
Tumbuh kembang anak tak cuma pada fisik saja, melainkan juga emosionalnya. Ketika anak sudah memasuki usia pra remaja, Anda mungkin menyadari kalau si kecil tak ingin lagi terlalu bergantung pada orang tuanya.
ADVERTISEMENT
Mungkin Anda sempat dibuat bertanya-tanya atau kesulitan saat berkomunikasi dengan anak di fase ini. Wajar Moms, sebab seiring bertambahnya usia, maka perkembangan emosional mereka menjadi lebih kompleks, sehingga terkadang kita sebagai orang tua sulit memahami yang diinginkan serta dirasakannya.
Berangkat dari keresahan itulah, Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN), SKATA, dan Yayasan John Hopkins Center For Communication Program (JHCPP) meluncurkan kampanye bernama '1001 Cara Bicara'. Kampanye ini dikemas dalam bentuk buku, kartu, jurnal, e-book, dan modul, sehingga harapannya dapat membantu orang tua dapat memahami bentuk komunikasi yang tepat terhadap anak pra remaja dan remaja.
Bertempat di CoHive 101, Kuningan, Jakarta Selatan, pada Kamis (24/10), acara tersebut berlangsung meriah dengan dihadiri oleh puluhan tamu undangan dan para penyuluh keluarga dari berbagai daerah di Indonesia. Acara dibuka dengan kata sambutan dari Deputi Bidang Keluarga Sejahtera dan Pemberdayaan Keluarga BKKBN, M. Yani.
ADVERTISEMENT
Dalam sambutannya, Yani mengatakan, anak merupakan unsur terpenting terbentuknya sumber daya (SDM) unggul di Indonesia. Untuk menjadi SDM yang unggul, tentu peran keluarga sangat penting membentuknya, namun sayangnya hal ini sering kali dikesampingkan.
"Keluarga merupakan wadah utama untuk mendidik anak, namun dalam praktiknya peran keluarga tidak diperhatikan betul-betul sehingga banyak terjadi penyakit sosial di masyarakat yang mempengaruhi anak. Jadi intinya, kampanye ini sebagai cara agar orang tua lebih memahami anak dengan bahasa yang tepat dan bisa dimengerti," papar Yani.
Selain itu, Country Representative JHCCP for Indonesia, Fitri Putjuk dalam sambutannya mengungkap, ketika anak tumbuh dari pra remaja hingga remaja khususnya bagi anak perempuan, maka peran ibu sangat dibutuhkan, terutama mengenai informasi kesehatan reproduksi. Namun terkadang ibu juga masih enggan membahas hal tersebut karena dianggap tabu sehingga banyak anak yang mencari informasi dari internet atau teman sebaya.
ADVERTISEMENT
"Orang tua sebenarnya mau bicara tapi enggan. Oleh sebab itu, dari buku yang dibuat dengan melibatkan pakar, dokter, dan psikolog ini diharapkan bisa membantu orang tua berkomunikasi dengan anaknya sesuai pada umur anak tersebut. Kampanye ini juga menjadi penghubung jurang komunikasi orang tua dan anak ," papar Fitri.
Selain peluncuran kampanye '1001 Cara Bicara', dalam acara tersebut juga diadakan diskusi bersama Psikolog Anak dan Remaja, Alzena Masykouri, M.Psi; praktisi pendidikan, Imelda Hutapea, M.Ed; perwakilan dari orang tua pra remaja, Supi Catur Nadyastuti; dan selebriti, Novita Angie. dengan tema "Pede Ngobrol dengan Anak Remaja tentang Apapun, Kapanpun".
Dalam diskusi santai tersebut, para narasumber memberi pandangannya tentang perilaku anak pra remaja dan remaja, serta berbagai tantangan yang harus dihadapi orang tua ketika anak dalam fase ini. Mereka pun memberikan perspektif dan hasil refleksi tentang pentingnya membangun komunikasi yang terbuka dan hangat dalam keluarga.
ADVERTISEMENT
Dari sisi psikolog anak, Alzena mengatakan, para orang tua harus memahami kapan anak masuk dalam masa pra-remaja. Pada fase ini, ibu dan ayah harus siap seperti akan menaiki roller coaster. Artinya tugas orang tua sekarang untuk membuat anak merasa nyaman, yaitu dengan memberi dukungan yang tepat dan merasa didengarkan layaknya teman.
"Kita harus menjadi orang tua yang mendampingi anak melalui masa tersebut sampai ia menjadi orang dewasa yang bertanggung jawab. Orang tua harus mulai memahami cara berkomunikasi yang tepat dengan anak pra remaja dan remaja agar satu frekuensi dan tepat memahaminya," ujar Alzena.
Supi pun menceritakan pengalaman dan tantangan menjadi orang tua yang memiliki anak pra remaja. Ia mengatakan, anaknya yang menginjak umur 10 tahun banyak mengenal kosakata baru seperti 'mimpi basah' ketika gurunya menjelaskan tentang masa akil baliq. Supi pun sempat bingung sehingga harus berpikir ekstra untuk menjelaskannya dengan tepat sesuai umurnya.
ADVERTISEMENT
"Hal pertama yang saya lakukan ketika anak bertanya seperti itu adalah mengontrol wajah dan emosi saya. Itu sulit sekali. Tapi pelan-pelan saya bertanya dapat kosakata tersebut dari mana, apakah ia bertanya pada teman-temannya. Setelah mengetahui hal tersebut, saya mulai menjelaskan pelan-pelan sesuai kebutuhan anak," kata Supi.
Dalam sesi akhir diskusi, Alzena mengatakan ketika menjadi orang tua, kita harus siap dan berkembang dengan pengetahuan hingga akhir hayat. Sebab proses komunikasi antara anak dan orang tua terus berlangsung sampai anak meneruskan keturunannya. Oleh sebab itu, orang tua perlu paham yang dibutuhkan oleh anak.
"Anak yang satu dengan anak lain bisa berbeda cara pendekatannya. Contohnya pendidikan seksual, untuk anak yang masih pra remaja harus dikenalkan tentang batasan pergaulan dan tanda pubertas. Saat itu, orang tua mesti siap dengan pengetahuan yang cukup," ujarnya.
ADVERTISEMENT
Terakhir, kabar baiknya '1001 Cara Bicara' yang bisa digunakan sebagai alat bantu Anda dan pasangan, dapat diunduh di www(dot)skata(dot)info.