Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
ADVERTISEMENT
Akibat tidak mendapat imunisasi , banyak anak mengalami sakit berat, kecacatan bahkan meninggal dunia. Memprihatinkan sekali ya, Moms. Tapi faktanya, memang masih saja ada orang yang menolak imunsasi dan membiarkan anak, cucu, atau keponakan mereka mengalaminya. Hingga Kejadian Luar Biasa (KLB) beberapa kali merebak di negeri kita. Seharusnya, kondisi ini dapat membuka mata kita bahwa ada masalah dengan persepsi masyarakat terhadap imunisasi saat ini.
ADVERTISEMENT
Mengutip tulisan Dr.dr. Piprim B. Yanuarso, Sp.A(K), PJS Ketua Umum PP Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) pada laman resmi IDAI, hal tersebut tak lepas dari gencarnya isu yang dilontarkan kelompok antivaksin di Indonesia yang menebar pendapatnya melalui berbagai tulisan baik di buku-buku, tabloid, media sosial, maupun dari seminar dan ceramah keagamaan di masjid-masjid dan majelis taklim. Pendekatan yang dilakukan kelompok ini adalah pendekatan ideologis dengan basis agama Islam. Isu yang diusung biasanya menyangkut kehalalan dan keamanan vaksin dan isu konspirasi Yahudi di balik program vaksinasi.
Padahal, kita juga perlu memahami alasan ideologis mengapa vaksinasi amat dibutuhkan oleh umat manusia menurut agama Islam, Moms. Yuk, baca terus untuk memahaminya.
1.Keutamaan Mencegah dalam Islam
ADVERTISEMENT
Kita sebaiknya tidak hanya memerhatikan aspek pengobatan penyakit (kuratif) saja, tapi juga harus mempertimbangkan aspek pencegahan terhadap penyakit. Kenapa? Karena tuntunan Islam dalam masalah kesehatan tidak hanya perintah untuk berobat setelah jatuh sakit tapi juga menekankan aspek pencegahan terhadap berbagai hal yang menimbulkan potensi kerusakan di masyarakat, baik itu kerusakan fisik maupun non-fisik.
Misalnya larangan mendekati zina (Al Qur'an surat Al Isra 17:32). Perhatikanlah bahwa yang dilarang adalah mendekati zina, redaksinya bukan saja larangan berzina. Ini adalah contoh bagaimana Islam berusaha mencegah sedini mungkin potensi kerusakan sosial dan kesehatan di masyarakat akibat zina dengan melarang manusia untuk mendekati zina. Demikian pula mengenai bagaimana kita harus mencegah penyakit secara umum, bukan hanya mengobati bila sudah terjadi.
ADVERTISEMENT
Melalui tulisannya, Dr.Piprim yang juga tergabung dalam Koalisi Dokter Muslim Peduli Imunisasi mengingatkan, kita juga dapat merujuk pada hadits Nabi SAW tentang: "Jagalah lima hal sebelum datang lima hal: hidup sebelum mati, sehat sebelum sakit, muda sebelum tua, kaya sebelum miskin, dan waktu lapang sebelum sempit". Serta hadits lain yang menyebutkan bahwa "Mukmin yang kuat lebih disukai Allah daripada mukmin yang lemah". Kedua hadits tersebut mengisyaratkan seorang muslim harus menjaga dan melakukan aspek promotif preventif dalam bidang kesehatan. Dalam kaidah ushul fiqih dikenal istilah sadudz-dzari'ah wajibun fil Islam. Artinya mencegah kemungkinan terjadinya kemudharatan di kemudian hari hukumnya wajib dalam Islam.
Bagaimana cara mencegahnya? Tentu yang paling baik dengan menyerahkan kepada dokter atau para pakar kesehatan sebagai ahlinya.
2.Larangan menjatuhkan diri ke dalam kebinasaan
ADVERTISEMENT
Prof. DR. dr. Soedjatmiko , SpA (K), Msi. dari Satuan Tugas Imunisasi IDAI saat ditemui di konferensi pers Pekan Imunisasi Dunia di Aston Suites, Jakarta, Selasa (22/4) menyampaikan, masih ada lebih dari 19 juta anak di dunia yang tidak diimunisasi atau tidak mendapat imunisasi lengkap.
"Hasilnya ya, ini. Anak-anak yang sakit, cacat bahkan meninggal di rumah sakit dan kami, para dokter, temui setiap hari!" ujar Prof.Soedjatmiko yang juga staf Departemen Ilmu Kesehatan Anak FKUI-RSCM dengan nada khawatir.
Mengenai risiko sakit, cacat hingga kematian ini, sebenarnya kita dapat melihat kembali surat surat Al Baqarah 2:195, Moms. Isinya, "Dan janganlah menjatuhkan dirimu ke dalam kebinasaan" serta surat An Nisa 4:29: "Dan janganlah kamu membunuh dirimu, sesungguhnya Allah amat sayang kepadamu." Artinya, seorang muslim dilarang menjatuhkan diri ke dalam kebinasaan.
ADVERTISEMENT
Dr.Piprim menulis di laman IDAI bahwa ayat ini dikomentari juga oleh Syaikh DR Yusuf Al Qaradhawy seorang ulama kontemporer yang tinggal di Qatar mengatakan bahwa upaya pencegahan penyakit seperti imunisasi yang sudah direkomendasikan oleh para ahli kesehatan amat penting diperhatikan oleh setiap muslim. Jika sudah ada cara spesifik untuk mencegah penyakit ganas dengan cara vaksinasi lalu seorang muslim menolaknya dan berakibat tertular penyakit, maka bisa dianggap sebagai menjatuhkan diri ke dalam kebinasaan.
3.Imunisasi = Ilmu kauniyah terbesar abad ini
Islam mengenal istilah ilmu kauniyah dan ilmu qauliyah. Bila kita memahami dengan baik posisi keduanya adalah bersumber dari Allah SWT yang Maha Berilmu, menurut Dr.Piprim, tentunya tidak perlu lagi terjadi keraguan akan vaksinasi atau imunisasi.
ADVERTISEMENT
Bila ingin memahaminya, kita bisa menyimak kembali sejarah vaksin di dunia. Mengutip laman Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), pada awal abad-18 masyarakat muslim Turki memiliki kebiasaan menggoreskan nanah dari sapi yang menderita penyakit cacar sapi (cowpox) kepada manusia untuk melindungi manusia dari penyakit cacar (smallpox, variola).
Tradisi ini kemudian dibawa ke Inggris dan diteliti serta dipublikasikan oleh Edward Jenner tahun 1798. Sejak saat itu konsep vaksinasi terus berkembang demikian pesat selama dua abad melalui berbagai proses penelitian yang panjang. Hasilnya, banyak penyakit berbahaya, mewabah dan mematikan yang lenyap sehingga tak lagi perlu meresahkan kita.
Dengan kata lain, ilmu tentang vaksin (vaksinologi) merupakan buah hasil dari eksplorasi alam semesta yang telah menghasilkan manfaat luar biasa dalam bidang pencegahan penyakit pada manusia (dan juga hewan). Ini adalah prestasi dalam sejarah kemanusiaan serta merupakan salah satu bukti manfaat ilmu kauniyah yang dipelajari manusia, apa pun agama dan rasnya.
Jadi, amat keliru bila hasil penelitian selama dua abad itu kemudian ditolak dengan alasan amat sederhana: itu produk buatan manusia. Pendikotomian buatan Allah dan buatan manusia seperti pemahaman sebagian kelompok muslim yang antivaksinasi pada hakikatnya adalah pemahaman yang amat sekuler. Pemahaman yang jauh menyimpang dari intisari ajaran Islam yang sebenarnya.
ADVERTISEMENT
Tak heran bila Majelis Ulama Indonesia sampai mengeluarkan Fatwa yang juga mendukung imunisasi. Ditemui dalam acara diskusi Forum Merdeka Barat, Ketua MUI, Ma'ruf Amin pada September 2018 lalu bahkan menegaskan bahwa imunisasi wajib dilakukan karena kebutuhannya yang sangat darurat.
"Kalau tahu kita bakal seperti itu (bila tidak diimunisasi), bakal jadi bangsa yang lemah yang cacat, hukumnya (imunisasi) bukan hanya boleh tapi wajib," kata Ma'ruf Amin tegas sebagai bentuk rekomendasi pada program imunisasi di Indonesia.
Tapi bukan hanya Indonesia saja lho, Moms. Imunisasi dilaksanakan di 194 negara di seluruh dunia, termasuk negara-negara muslim.
"Sampai saat ini tidak pernah terdengar seorang pun dari ulama-ulama di negara-negara muslim itu yang melarang diberikannya vaksinasi kepada bayi dan anak di negaranya," Dr.Piprim menjelaskan.
ADVERTISEMENT
Sebagai contoh Syaikh Abdullah Bin Bazz seorang mufti dari Saudi Arabia membolehkan vaksinasi. DR Yusuf Al Qaradhawy ulama alumni Al Azhar dan kini tingal di Qatar pun membolehkan imunisasi. Bahkan beliau banyak menyerahkan masalah ini kepada para dokter yang menguasai ilmu vaksinologi secara mendalam dan kemudian beliau berikan fatwa terhadap apa yang diungkapkan para dokter.
Nah Moms, kalau para ulama di tingkat internasional saja membolehkan imunisasi, apa kita mau mengikuti pendapat orang yang bukan ulama dan masih mempermasalahkan bolehnya imunisasi dalam Islam?
---------------------------------------
kumparanMOM mendukung penuh Pekan Imunisasi Dunia dengan menyiapkan puluhan artikel tentang imunisasi sepanjang minggu ini khusus untuk Anda, Moms. Baca semuanya dengan mengikuti topik Pekan Imunisasi Dunia dan jangan lupa sebarkan pada seluruh keluarga dan teman-teman Anda, ya.
ADVERTISEMENT
Live Update