Pentingnya USG Kepala pada Bayi Prematur

16 September 2022 12:00 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
8
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi USG kepala pada bayi prematur. Foto: ANUCHIT MANMAI/Shutterstock
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi USG kepala pada bayi prematur. Foto: ANUCHIT MANMAI/Shutterstock
ADVERTISEMENT
Setiap orang tua ingin melahirkan sang buah hati secara normal dan sehat. Namun terkadang, ada beberapa kondisi tertentu yang membuat bayi lahir lebih dini atau kelahiran prematur, seperti ketuban pecah dini, plasenta previa, hingga komplikasi kehamilan lainnya.
ADVERTISEMENT
Ya Moms, bayi dapat dikatakan lahir prematur bila usia kelahirannya di bawah 37 minggu. Karena lahir lebih awal, maka perkembangan organ tubuh bayi belum cukup sempurna, sehingga dapat mempengaruhi tumbuh kembangnya.
Oleh karena itu, para ahli menyarankan agar bayi prematur melakukan berbagai jenis pemeriksaan atau skrining setelah lahir, salah satunya USG kepala. Kenapa hal itu penting dilakukan, ya?

Kata Ahli soal Pentingnya Lakukan USG Kepala pada Bayi Prematur

Ilustrasi bayi lahir prematur. Foto: Thinkstock
Dokter Spesialis Anak sekaligus Anggota Unit Kerja Koordinasi (UKK) Pencitraan Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), dr. Damayani Farastuti, Sp.A mengatakan, bayi prematur berisiko mengalami perdarahan intraventrikular, sehingga berpotensi menyebabkan penyumbatan di vena sekitarnya. Tak hanya itu, penyumbatan aliran darah ini juga menimbulkan beberapa komplikasi lain, salah satunya hidrosefalus.
ADVERTISEMENT
“Jadi sampai sekarang yang masih menjadi gambaran kelainan tersering di bayi prematur adalah perdarahan intraventrikular. Untuk komplikasinya, perdarahan ini berpotensi adanya sumbatan vena-vena di sekitarnya dan sirkulasi peredaran darahnya jadi gak bagus, menyumbat aliran darah, dan bisa menyebabkan hidrosefalus,” kata dr. Maya, dalam Instagram Live Tanya IDAI, Kamis (15/9).
Ilustrasi bayi prematur. Foto: Shutter Stock
Ya Moms, USG kepala merupakan salah satu bentuk skrining untuk bayi prematur agar mengetahui tingkat perdarahan yang terjadi. Sebab perdarahan tingkat 1 dan 2 biasanya tidak terlihat atau terdeteksi bila hanya melakukan pemeriksaan fisik saja. Dengan melakukan USG kepala, orang tua dan dokter bisa melakukan intervensi dini dan mengatasinya lebih cepat agar perkembangan otak bayi bisa menjadi maksimal.
“Perdarahan intraventrikular grade 1 dan grade 2 biasanya tidak terlihat secara pemeriksaan. Kalau lewat skrining bisa diketahui adanya komplikasi agar melakukan intervensi sejak dini dan perkembangan otaknya bisa maksimal,” tambah dr. Maya.
ADVERTISEMENT
Perlu dipahami bahwa USG kepala sangat penting dilakukan bila bayi lahir di bawah usia 32 minggu atau berat badan lahir kurang dari 1500 gram. Sebab kedua kondisi itu sangat rentan mengalami perdarahan. Namun bila bayi lahir di atas kedua angka tersebut, tetapi masih dalam kategori prematur, sebaiknya tetap disarankan melakukan USG kepala, apalagi bila dilakukan tindakan resusitasi, terapi oksigen tinggi, atau menggunakan ventilator.
Bayi prematur pakai ventilator. Foto: Shutterstock
“Misalnya pas lahir enggak nangis, kita butuh resusitasi dan oksigen yang tinggi. Nah, oksigen tinggi ini enggak baik untuk bayi karena mudah merobek jaringan tertentu, maka bisa menjadi perdarahan. Kalau perdarahan tingkat 1 dan 2 biasanya tidak menunjukkan gejala tertentu, tapi di kemudian hari bisa menjadi masalah, dan bisa lebih parah pada perkembangan otaknya,” terangnya.
ADVERTISEMENT
Lebih lanjut, dr. Maya mengungkapkan bahwa idealnya skrining ini dilakukan pada bayi prematur berusia 1 hari, 3 hari, 7 hari, 14 hari, dan setelah perdarahan berhenti. Hanya saja, ‘waktu ideal’ ini masih sulit diterapkan oleh rumah sakit di Indonesia. Ya Moms, tidak semua institusi pendidikan dan dokter diizinkan untuk melakukan USG kepala. Selain itu, alat yang digunakan pun tidak tersedia di seluruh rumah sakit.
“Kalau memang enggak bisa di satu atau hari ketiga, ya paling enggak di hari ketujuh. Atau enggak, ya sebelum dan sesudah pulang dari rumah sakit. Setidaknya ada intervensi yang bisa dilakukan sejak dini,” tutup dr. Maya.