Pro Kontra 2 Metode untuk Atasi Alergi Makanan pada Anak

29 Agustus 2019 17:23 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
anak menggaruk kulitnya yang gatal karena alergi. Foto: Shutter Stock
zoom-in-whitePerbesar
anak menggaruk kulitnya yang gatal karena alergi. Foto: Shutter Stock
ADVERTISEMENT
Moms, pernahkan Anda mendengar anjuran untuk menghindari makanan yang jadi pencetus alergi pada anak? Misalnya bila anak alergi pada kacang-kacangan, telur atau makanan laut. Atau justru sebaliknya, anjuran untuk tetap beri anak makanan yang diduga jadi pencetus alergi dengan tujuan membuat tubuhnya terbiasa hingga akhirnya tidak alergi lagi?
ADVERTISEMENT
Kedua cara di atas, memang kerap jadi pilihan yang membingungkan orang tua saat atasi alergi pada anak. Dalam istilah medis, cara pertama disebut metode eliminasi sementara adalah metode provokasi.
Lantas, mana yang sebenarnya lebih baik?
Ilustrasi alergi makanan Foto: dok.shutterstock
Menurut Prof. Dr. dr. Rini Sekartini, SpA(K), Konsultan Tumbuh Kembang Anak yang juga merupakan Ketua Umum Ikatan Dokter Anak Indonesia DKI Jakarta (IDAI Jaya), ternyata kedua cara ini bisa sama benarnya, Moms!
Baik eliminasi dan provokasi adalah metode untuk mendiagnosis alergi pada anak. Mengutip laman Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), sebagai contoh kasusnya yakni, jika Anda mengatakan, “Anak saya selalu mengalami gejala seperti ini setelah mengkonsumsi telur ayam,” maka, diduga si kecil menderita alergi telur ayam. Lalu untuk memastikan, lakukan pantang makan (eliminasi) telur ayam dan produk makanan yang mengandung telur ayam selama tiga minggu.
ADVERTISEMENT
Bila secara konsisten gejala menghilang, lalu harus dilanjutkan dengan mengkonsumsi telur ayam kembali (provokasi) setiap hari selama seminggu.
anak makan telur Foto: Shutterstock
Bila gejala timbul lagi, boleh dikatakan anak memang alergi telur ayam. Sementara bila dalam masa eliminasi tetap timbul gejala, kemungkinan si kecil juga menderita alergi terhadap makanan lainnya atau menderita alergi selain makanan, misalnya bulu binatang dan debu rumah.
Bila Anda menduga penyebabnya lebih dari satu jenis makanan, maka semua makanan 'tersangka' harus dieliminasi dulu dan dilanjutkan provokasi selama satu minggu. Metode eliminasi dan provokasi ini, dapat diterapkan pada semua jenis makanan yang diduga sebabkan alergi, termasuk susu formula.
"Kalau pada masa eliminasi didapati anak malah semakin kurus, kok tumbuh kembangnya jadi kurang? Ini mungkin karena restriksi (pembatasan) susu dan turunannya," kata Dr Rini terkait bila anak diduga alergi susu, di acara Media Gathering dan peluncuran SGM Eksplor advance+ Soya, di Jakarta, (28/8).
Ilustrasi anak makan makanan pencetus alergi sebagai metode provokasi. Foto: Shutterstock
"Kita sebagai orang tua mesti memantau, pastikan pertumbuhannya berjalan optimal. Lalu kalau anak alergi, pikirkan bagaimana mensiasatinya? Nah, itu mesti dibicarakan dengan dokter," tambahnya.
ADVERTISEMENT
Hal ini karena bisa jadi 'menjebak', Moms, sebab harapannya ingin menghindarikan anak dari alergi, tapi yang didapat anak justru kekurangan zat gizi yang dibutuhkan.
Lucunya, pencetus alergi bisa berubah-ubah. Dr Rini menambahkan bila alergi terjadi saat bayi, Maka orang tua bisa mencobanya kembali memberi makan tersebut saat anak sudah menginjak satu tahun secara perlahan-lahan atau mencobanya sedikit demi sedikit. Ini karena imunitasnya sudah semakin kebal.
Tapi ia juga memberi pengecualian pada kasus alergi yang tergolong berat, Moms. "Harus disetop saat anak terlihat atau merasa sensasi seperti dicekik," tutupnya.