Program KB dengan 4 Anak Ala Pemprov Bali, Seperti Apa?

4 Juli 2019 17:25 WIB
comment
2
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Seorang ibu dengan 2 anaknya di Bali Foto: Shutterstock
zoom-in-whitePerbesar
Seorang ibu dengan 2 anaknya di Bali Foto: Shutterstock
ADVERTISEMENT
Belum lama ini Gubernur Bali, Wayan Koster, mengeluarkan Instruksi Gubernur (Ingub) Bali Nomor 1545 Tahun 2019 tentang Sosialisasi Program Keluarga Berencana Krama Bali. Dalam Ingub itu, Koster menyarankan agar masyarakat Bali memiliki 4 orang anak.
ADVERTISEMENT
Ingub ini berisikan anjuran kepada masyarakat Bali agar meninggalkan program nasional Keluarga Berencana (KB) dua anak yang sudah berlaku sejak tahun 1970. Anjuran Koster kepada masyarakat Bali ini bukan tanpa alasan.
Ya Moms, Bali selama ini dikenal sebagai daerah yang selalu mempertahankan budaya dan warisan leluhurnya. Koster tidak ingin budaya dan warisan leluhurnya itu hilang karena kebijakan pemerintah pusat.
Gubernur Bali I Wayan Koster. Foto: Denita BR Matondang/kumparan
Koster menerangkan, sebelum program Keluarga Berencana masuk ke Bali, penduduk asli yang sering disebut dengan Krama Bali memiliki lebih dari dua anak. Namun sejak program KB itu dicanangkan pemerintah pusat, Krama Bali hanya memiliki dua orang anak.
Akibatnya, ada nama khas Bali yang hilang. Masyarakat Bali menamai anak sesuai urutan kelahiran. Misalnya, anak pertama diberi nama Wayan, Gede, atau Putu. Anak kedua diberi nama Made atau Kadek. Anak ketiga diberi nama Nyoman atau Komang. Dan anak keempat diberi nama Ketut.
ADVERTISEMENT
“Saya menyampaikan apa adanya, kondisi di Bali ini rupanya yang kencang program KB sangat berhasil di Bali. Karena orang Bali terdidik oleh suatu nilai catur guru bakti. Salah satu nilai caturnya, harus hormat pada pemerintahan, termasuk kepada kebijakannya. Jadi, orang Bali sangat loyal menjalankannya dan betul-betul berhasil dengan dua anak," kata Koster saat ditemui di Kabupaten Buleleng, Bali, Jumat (28/6).
Gubernur Bali, I Wayan Koster Foto: Denita BR Matondang/kumparan
Menurut Koster, saking patuhnya masyarakat Bali pada program nasional KB, nama Nyoman, Komang dan Ketut saat ini sudah sangat jarang.
"Nyoman, Komang langka, Ketut apalagi. Jadi, ini (empat anak) merupakan warisan leluhur kami sejatinya," jelas Koster.
Ia juga membeberkan sejumlah data kependudukan dari rentang waktu tertentu. Berdasarkan jumlah Kepala Keluarga (KK) di Bali, rata-rata satu keluarga hanya memiliki dua anak.
Ilustrasi keluarga. Foto: Shutterstock
Jumlah pertumbuhan Krama Bali disebut Koster stagnan. Bila Krama Bali ingin menjalankan program empat anak lagi, ia meminta tak perlu mengkhawatirkan masalah ekonomi.
ADVERTISEMENT
Pemerintah melalui APBN dan APBD sudah menggelontorkan sejumlah bantuan. Di sisi lain, menurut Koster, pendapatan per kapita setiap tahun di Bali semakin meningkat.
“Sebenarnya enggak ada alasan kita untuk jangan lagi punya anak lebih dari dua karena susah. Sekarang pemerintah sudah terjun melalui APBD, APBN mengurusi pendidikan, perumahan, infrastruktur, pangan. Enggak perlu takut lagi," jelas Koster.
"Jadi, (anjuran empat anak) untuk melestarikan warisan leluhur kita. Itulah sebabnya saya memberanikan diri ketika dilantik menjadi gubernur bicara ini, KB berkualitas,” imbuh Koster.
Suasana Pesta Kesenian Bali. Foto: Dok. Kementerian Pariwisata
Koster menuturkan, aturan ini bersifat anjuran. Tak ada regulasi khusus yang bertentangan dengan kebijakan pemerintah pusat. Jadi, bagi yang tak ingin punya anak lebih dari dua, tak dikenakan sanksi.
ADVERTISEMENT
“Tidak ada regulasi. Kalau ada regulasi kan, kalau dia tidak punya empat anak berarti harus dihukum dong. Tidak ada, tidak,” imbuh politikus PDIP itu.
Pernyataan Koster diperkuat oleh data dari Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil (Disdukcapil) Provinsi Bali, Gusti Agung Ketut Kartika Seputra. Menurutnya, akibat program KB, jumlah krama Bali mengalami stagnasi, terutama sejak tahun 2015.
Ilustrasi keluarga dengan 2 anak Foto: Shutterstock
Kartika menampik KB Krama Bali ini bertentangan dengan Program KB Nasional. Sebab, kedua aturan ini tidak memaksa agar masyarakat memiliki dua atau empat anak.
“UU Nomor 52 tahun 2009 tentang Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan Keluarga itu kan diakui di sana ada hak reproduksi. Jadi sama dengan di Bali, bahwa kita juga ingin mengingatkan, Bali juga punya hak reproduksi. Jadi, berapa pun orang itu bisa melahirkan tidak hanya dua, tiga pun bisa. Nah, di Bali itu ada kearifan lokalnya, empat,” ujar dia.
ADVERTISEMENT
Di dalam instruksi gubernur itu, Kartika menambahkan, juga mengatur jarak kehamilan hingga 3 tahun. Selain itu ada pula aturan usia melahirkan dan usia perkawinan perempuan di atas 21 tahun. Jadi, tujuannya sama-sama mewujudkan manusia Bali yang unggul, keluarga berkualitas.
Penari anak di Bali, Rabu (10/10/2018). Foto: Helmi Afandi Abdullah/kumparan
Menanggapi instruksi Gubernur Bali Wayan Koster, Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN), Hasto Wardoyo, angkat bicara. Menurut Hasto, di era modern seperti saat ini, justru tidak semua orang ingin memiliki 4 anak.
"Saya jadi kepala daerah tujuh tahun. Menurut saya, kebijakan itu mengenai semua orang, tapi tidak semua orang itu sama. Kalau misalkan saya punya anak empat itu bisa mengatasi semua, tapi belum tentu orang yang prasejahtera bisa mengatasi semua masalah di keluarga," kata Hasto, seperti dilansir Antara, Selasa (2/7).
ADVERTISEMENT
Dihubungi terpisah, Kabid Fasilitasi KB Dukcapil Bali, Agung Ayu Mertha Dhyani Dewi menjawab problematika finansial yang menjadi kekhawatiran berbagai pihak. Ia mengatakan institusinya kini sedang menggodok aturan mengenai kemampuan finansial Krama Bali yang berpartisipasi dalam program ini. Salah satu di antaranya adalah dengan memberi bantuan modal bagi Krama Bali.
“Program ini tetap mengutamakan kesehatan reproduksi, tidak dipaksakan. Kami juga sudah mempertimbangkan masalah itu (kemampuan finansial). Di Bali dengan menjual canang (sesajen) bisa hidup. Kita tentu kerja sama dengan semua sektor, bagaimana kita bekerja sama dengan UPKS, usaha pembangunan keluarga sejahtera, dalam arti kita beri dukungan permodalan kita kerja sama dengan instansi terkait,” ujar dia.
Penari anak di Bali, Rabu (10/10/2018). Foto: Helmi Afandi Abdullah/kumparan
Ketua Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) Denpasar, Luh Putu Anggraeni juga memberikan respons terkait isu ini. Ia mengatakan instruksi dari gubernur harus diimbangi dengan jaminan sosial.
ADVERTISEMENT
Pemerintah, kata dia, harus bersedia menjamin hak dasar hidup setiap anak yang lahir. Misalnya, kesejahteraan, kesehatan, pendidikan, kualitas keluarga, serta perlindungan terhadap kekerasan anak.
"Keluarga atau pasangan pasti punya alasan pertimbangan ketika tidak bisa menjalaninya. Apalagi saat ini kualitas keluarga yang lebih diutamakan. Artinya instruksi bapak gubernur ini harus ada langkah-langkah yang seimbang," kata dia.
Lantas, bagaimana kata warga Krama Bali menanggapi Ingub ini?
Kadek Fitri di Denpasar. Foto: Denita/kumparan
Sejumlah penduduk asli Bali atau yang akrab disebut dengan Krama Bali pro dan kontra atas keinginan Gubernur Wayan Koster yang menerapkan Keluarga Berencana (KB) dengan empat anak.
Warga yang kontra menilai dua anak atau satu sudah cukup karena terganjal kondisi ekonomi yang semakin sulit. Sementara yang pro menilai kebijakan gubernur perlu dilakukan untuk melestarikan warisan leluhur yang terancam punah.
ADVERTISEMENT
“Kalau saya memilih yang dua anak saya, meskipun saya memiliki tiga anak, untuk anak ke empat rasanya sangat sulit,” kata salah satu Krama Bali, Kadek Fitri (35), di Denpasar, Senin (1/7).
Kadek yang bekerja di perusahaan swasta ini menilai, untuk membesarkan tiga anaknya yang masih sekolah sudah cukup menguras tenaganya dan biaya. Meski pemerintah memberikan bantuan, dia menilai, belum tentu jaminan sosial dari pemerintah itu bisa cepat diakses.
“Bantuan pasti ada kriterianya kan. Enggak cuma memberikan secara cuma-cuma. Memang tergantung pribadi masing-masing. Tapi saya lebih setuju dengan satu atau dua anak, tapi itu tadi, saya punya tiga anak dan lebih baik mandiri dari pada mengandalkan bantuan pemerintah,” kata dia.
Penari anak di Bali, Rabu (10/10/2018). Foto: Helmi Afandi Abdullah/kumparan
Sementara itu, seorang warga Bali lainnya, I Ketut Rudya, justru menyambut positif usulan Koster. Dia menilai masalah ekonomi tak harus menjadi alasan memiliki empat anak. Sebab, sejak dulu Krama Bali terkenal dengan hidup yang rajin dan pantang menyerah.
ADVERTISEMENT
“Saya sendiri saudara tujuh orang dengan kondisi orang tua petani. Jadi, faktor ekonomi sepertinya itu sangat kecil. Hidup dengan biaya pas-pas-an tidak ada yang keberatan,” imbuh bapak tiga anak ini.
Nah Moms, bagaimana menurut Anda?