Review Buku Anak: Cap Go Meh

5 Februari 2019 18:10 WIB
clock
Diperbarui 21 Maret 2019 0:05 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Buku anak Cap Go Meh Foto: Dok: Litara
zoom-in-whitePerbesar
Buku anak Cap Go Meh Foto: Dok: Litara
ADVERTISEMENT
Moms, tahukah Anda apa arti istilah Cap Go Meh? Bila mengartikannya secara harafiah dari dialek Hokkien, Cap Go Meh berarti hari kelima belas (Cap = Sepuluh, Go = Lima, Meh = Malam).
ADVERTISEMENT
Itulah kenapa, istilah Cap Go Meh dipakai masyarakat Tionghoa untuk melambangkan hari ke-15 dan hari terakhir dari masa perayaan Tahun Baru Imlek.
Namun memang, tidak semua orang paham mengenai arti istilah ini. Karena itu, tidak sedikit masyarakat yang keliru membedakan dan menganggap hari pertama Imlek dan Cap Go Meh adalah hal yang sama.
Lontong Cap Go Meh Foto: Kartika Pamujiningtyas/kumparan
Meski demikian, ada satu lagi istilah Cap Go Meh yang banyak dikenal; lontong Cap Go Meh! Makanan ini dibuat oleh warga keturunan Tionghoa dengan menggunakan tanaman dan rempah-rempah Jawa, dan disukai oleh masyarakat luas di Indonesia sejak berabad-abad yang lalu. Bahkan, makanan ini turut menjadi simbol perayaan Idul Fitri di sebagian wilayah di Jawa Tengah dan Jawa Timur. Unik, ya!
ADVERTISEMENT
Inilah salah satu bukti dari banyak sekali 'buah' akulturasi antara keturunan Tionghoa dan masyarakat Jawa sejak berabad-abad lalu yang masih terlihat hingga kini.
Lantas terbayangkah bagaimana bila ada dua anak yang kebingungan gara-gara urusan lontong Cap Go Meh ini?
Buku cerita anak Cap Go Meh karya Sofie Dewayani dan Eugenia Gina Foto: Imesh
Sofie Dewayani dan Eugiana Gina mengangkatnya dalam buku anak yang berjudul Cap Go Meh.
Diterbitkan oleh Litara, Cap Go Meh bercerita tentang Nisa, seorang anak perempuan muslim, dan Lily seorang anak perempuan Tionghoa. Mereka bingung sekali, lontong Cap Go Meh itu makanan Lebaran atau Imlek, sih?
Keduanya pun berdebat soal lontong Cap Go Meh. Menurut Nisa, makanan ini ciri khas tradisi perayaan Hari Raya Idul Fitri di keluarganya. Sementara Lily berkata lotong Cap Go Meh adalah makanan khas perayaan Imlek atau Tahun Baru China.
Nisa bercerita tentang tradisi Lebaran di kampung ayahnya Foto: Imesh
Nisa pun bercerita mengenai betapa menyenangkannya hari Lebaran di mana ayahnya akan membuat sendiri sajian istimewa ini. Ia juga bercerita bagaimana di kota asal Ayahnya, rangkaian perayaan Lebaran berlangsung lama sekali. Mulai dari hari Lebaran pertama, shalat Ied, bersilaturahmi dengan sanak keluarga, saling mengantarkan makanan hingga mendapat uang dari orang-orang tua.
Lili menjelaskan tentang tradisi perayaan Imlek Foto: Dok: Litara
Lili menjelaskan tentang perayaan Imlek pada sahabatnya, Nisa. Foto: Dok: Litara
Lili tak ketinggalan menceritakan tentang perayaan Imlek di mana ibunya juga selalu menyiapkan sajian lontong Cap Go Meh. Tak hanya mengenai sajian Imlek, Lili juga bercerita tentang arak-arakan naga, bagaimana mereka bersembahyang di kelenteng, membuat lampion, makan kue keranjang, juga memperoleh angpau berisi uang.
ADVERTISEMENT
Bagaimana akhirnya?
Meski berbeda, Nisa dan Lili tetap bersahabat Foto: Dok: Litara
Akhirnya mereka sadar, Imlek atau Lebaran, makanan favorit mereka sama. Dengan kata lain, keduanya sepakat bahwa meski ada perbedaan, mereka juga tetap punya persamaan yang menyatukan. Menarik kan, Moms?
Buku Cerita Anak "Cap Go Meh" Foto: Pustakalana/Cheniza Akbar
Puti Ceniza Akbar, ibu dua anak yang juga pendiri perpustakaan anak Pustakalana di Bandung, menjadikan buku ini sebagai salah satu buku favorit keluarganya.
"Saya tidak bosan-bosan membacakan di rumah maupun di Pustakalana, soalnya buku ini bisa jadi andalan untuk membantu menjelaskan pada anak betapa indahnya bersatu dalam keberagaman," ujar ibu muda yang biasa disapa dengan panggilan Chica.
Dewa Fu, Lou dan Shou yang dijelaskan Lili Foto: Dok: Litara
Senada dengan Chica, Deta Ratna Kristianti, penggagas Lokacarita dan pegiat Komunitas Bhinneka menganggap buku anak yang satu ini istimewa.
ADVERTISEMENT
"Istimewanya karena mengangkat persamaan sebuah budaya yang dirayakan oleh dua golongan yang berbeda," ujar Deta pada kumparanMOM, Selasa (5/2).
Dewa Fu, Lou dan Shou yang dijelaskan Lili Foto: Dok: Litara
Deta juga menceritakan pengalamannya membacakan buku Cap Go Meh pada anak-anak usia prasekolah. Menurut Deta, anak-anak yang kecil belum merespon tentang perbedaan. Mereka lebih banyak tercengang atau asyik mendengarkan cerita lebih sebagai pengetahuan baru untuk mereka.
"Mereka bilang; aku tahu lontong, aku suka makan lontong! Begitu," kata Deta yang juga aktif mendongeng dan menjadi bagian dari Kelompok Dongeng Bengkimut sejak tahun 2014.
"Tapi menurut saya bagus, karena anak kan enggak harus sudah notice tentang perbedaan, tapi buku anak ini justru mengenalkan keragaman yang fokusnya dirayakan bersama," tutupnya.
Bagaimana, Moms? Tertarik membeli dan membacakan buku ini pada si kecil? Anda bisa menemukannya di toko-toko buku ataupun mencarinya di penjual buku online kepercayaan Anda. Selamat bercerita!
ADVERTISEMENT