WHO Sebut Pemberian ASI Eksklusif di RI Naik dalam 6 Tahun, Kini 68 Persen

7 Agustus 2024 15:37 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi ibu menyusui bayi.  Foto: Shutterstock
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi ibu menyusui bayi. Foto: Shutterstock
ADVERTISEMENT
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) dan UNICEF menyoroti tingkat pemberian ASI di berbagai negara, salah satunya Indonesia. Dalam keterangan pada laman WHO, diungkap data bahwa terjadi peningkatan pemberian ASI eksklusif dalam enam tahun terakhir. Seperti apa penjelasannya?
ADVERTISEMENT
Dikutip dari laman WHO, telah terjadi lonjakan pemberian ASI eksklusif --nutrisi penting yang dibutuhkan dalam enam bulan pertama kehidupan bayi-- di Indonesia. Data menunjukkan, pada tahun 2017 pemberian ASI eksklusif di Indonesia tercatat 52 persen, lalu meningkat menjadi 68 persen pada tahun 2023.
Meski begitu, masih ada sejumlah tantangan yang dihadapi para orang tua yang menyusui bayi baru lahir. Berdasarkan Survei Kesehatan Nasional (SKI) tahun 2023, ditemukan bahwa hanya 27 persen bayi baru lahir yang menerima ASI pada satu jam pertamanya.
Lalu, satu dari lima bayi sudah diberi makanan atau cairan selain ASI dalam tiga hari pertama. Dan hanya 14 persen yang melakukan kontak kulit (skin to skin) setidaknya selama satu jam setelah lahir. Padahal, WHO dan UNICEF sudah menekankan Inisiasi Menyusu Dini (IMD) begitu penting bagi kelangsungan hidup bayi baru lahir, serta membangun pemberian ASI dalam jangka panjang. Sementara penundaan ASI setelah lahir bisa memicu konsekuensi yang mengancam jiwa.
ADVERTISEMENT
Sementara, dalam konferensi pers Asosiasi Ibu Menyusui Indonesia (AIMI) beberapa waktu lalu, Sekjen AIMI Lianita Prawindarti menyebut bahwa angka menyusui secara keseluruhan di Indonesia mengalami penurunan, khususnya sejak pandemi COVID-19.
Ilustrasi bayi 1 tahun menyusui. Foto: Lifebrary/Shutterstock
Menurut data UNICEF, angka menyusui di Indonesia tahun 2018 sebanyak 64,5 persen, dan terus menurun hingga kini.
"Tahun 2021 menurun jadi 52,5 persen. Penurunan signifikan mungkin karena pandemi karena banyak hambatan di awal," kata Lianita dalam konferensi pers daring, Rabu (31/7).
Sayangnya, angka ini belum kembali meningkat setinggi saat sebelum pandemi COVID-19. Menurut data Survei Kesehatan Indonesia (SKI) Kemenkes tahun 2023, rata-rata angka menyusui tiap provinsi di Indonesia sebanyak 55,5 persen.
Pemberian ASI eksklusif --tanpa makanan lain-- selama enam bulan pertama kehidupan bayi, dapat meningkatkan perkembangan sensorik dan kognitif, serta melindungi bayi dari penyakit menular dan kronis.
ADVERTISEMENT
Secara global, penelitian menunjukkan bahwa bayi yang tidak disusui memiliki kemungkinan 14 kali lebih besar meninggal sebelum usia satu tahun. Dan ada juga bukti lain menunjukkan anak-anak yang disusui memiliki hasil lebih baik pada tes kecerdasan, dengan peningkatan IQ sebesar 3-4 poin.
Lalu dari segi kesehatan, anak yang disusui lebih kecil kemungkinannya mengalami obesitas atau kelebihan berat badan, serta memiliki risiko diabetes yang lebih rendah di kemudian hari.
Sehingga, setiap tahunnya, praktik pemberian ASI yang optimal dapat menyelamatkan nyawa lebih dari 820 ribu anak di bawah lima tahun. Serta, mencegah terjadinya 20 ribu kasus kanker pada payudara pada wanita.
Ilustrasi ibu menyusui. Foto: Shutter Stock
“Menyusui sering disebut sebagai vaksin pertama bagi bayi, karena memberikan semua nutrisi penting yang dibutuhkan bayi di bulan-bulan pertama kehidupannya, melindungi mereka dari penyakit menular, dan memperkuat sistem kekebalan tubuh mereka,” kata perwakilan UNICEF Indonesia, Maniza Zaman.
ADVERTISEMENT
“Agar ibu dapat mempraktikkan pemberian ASI eksklusif sejak dini, mereka perlu mendapat dukungan penuh dari keluarga, petugas kesehatan, anggota masyarakat, dan tokoh masyarakat, sejak anak lahir," lanjut dia.
Ibu juga memerlukan dukungan, waktu, dan ruang yang memadai untuk menyusui setelah melahirkan. Dan ibu berhak mendapat konseling menyusui yang berkualitas dari petugas kesehatan masyarakat, perawat, bidan, konselor laktasi, atau penyedia layanan kesehatan lainnya selama kehamilan dan pascapersalinan. Dengan adanya dukungan pada masa-masa ini, maka dapat berdampak sangat penting untuk meningkatkan angka pemberian ASI.
Tidak hanya itu, WHO juga menyoroti perlunya penguatan sistem kesehatan di Indonesia. Termasuk memperkuat penerapan dan pemantauan Kode Internasional Pemasaran Pengganti ASI, yang dirancang untuk melindungi dan mempromosikan pemberian ASI, dan untuk memastikan penggunaan pengganti ASI yang tepat.
ADVERTISEMENT
“Saat ini, 90 persen dari semua persalinan di Indonesia dilakukan di fasilitas layanan kesehatan, tetapi hanya sekitar satu dari empat bayi baru lahir yang menerima ASI dalam jam pertama setelah persalinan,” kata Perwakilan WHO untuk Indonesia, Dr. N. Paranietharan.
“Untuk menutup kesenjangan tersebut, WHO berkomitmen untuk mendukung Kementerian Kesehatan dalam mengintegrasikan bantuan menyusui ke dalam semua fasilitas perawatan ibu dan bayi baru lahir, guna memastikan bahwa setiap anak menerima awal kehidupan yang terbaik," tutup dia.