2 Penyidik KPK Kasus Bansos Divonis Langgar Etik atas Laporan Yogas, Siapa Dia?

12 Juli 2021 15:06 WIB
·
waktu baca 6 menit
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Petugas membawa sepeda merek Brompton yang diserahkan perantara anggota Komisi II DPR Fraksi PDIP Ihsan Yunus, Agustri Yogasmara di Gedung KPK, Jakarta, Rabu (10/2). Foto: Sigid Kurniawan/ANTARA FOTO
zoom-in-whitePerbesar
Petugas membawa sepeda merek Brompton yang diserahkan perantara anggota Komisi II DPR Fraksi PDIP Ihsan Yunus, Agustri Yogasmara di Gedung KPK, Jakarta, Rabu (10/2). Foto: Sigid Kurniawan/ANTARA FOTO
ADVERTISEMENT
Dua penyidik KPK, M. Praswad Nugraha dan Muhammad Nor Prayoga, dinyatakan melanggar kode etik lantaran mengintimidasi saksi kasus suap bansos.
ADVERTISEMENT
Dewan Pengawas (Dewas) KPK menjatuhkan sanksi sedang berupa pemotongan gaji pokok sebesar 10% selama 6 bulan terhadap Praswad. Sementara Prayoga mendapatkan sanksi ringan berupa teguran tertulis I dengan masa berlaku hukuman 3 bulan.
"Menyatakan para terperiksa, 1. Mochammad Praswad Nugraha, 2. Muhammad Nor Prayoga bersalah melakukan Pelanggaran kode dan pedoman perilaku berupa perundungan dan pelecehan terhadap pihak lain di dalam dan di luar lingkungan kerja yang diatur dalam pasal 6 ayat (2) huruf b Peraturan Dewan Pengawas Nomor 2 tahun 2020 tentang penegakan kode etik dan pedoman perilaku KPK," ujar anggota Dewas KPK, Harjono, saat konferensi pers pada Senin (12/7).
Hukuman etik terhadap Praswad dan Prayoga merupakan buntut laporan seorang saksi kasus bansos, Agustri Yogasmara alias Yogas. Yogas merasa diintimidasi ketika diperiksa 2 penyidik tersebut sekitar Januari lalu.
Anggota Komisi II DPR RI M Rakyan Ihsan Yunus duduk di ruang tunggu sebelum menjalani pemeriksaan di Gedung KPK, Jakarta, Kamis (25/2). Foto: Galih Pradipta/ANTARA FOTO

Siapa Yogas?

Keterlibatan Yogas di kasus bansos mencuat saat KPK menggelar rekonstruksi pada awal Februari. Ketika itu, Yogas disebut sebagai operator anggota DPR F-PDIP, Ihsan Yunus.
ADVERTISEMENT
Ihsan pernah menjadi Wakil Ketua Komisi VII DPR yang bermitra dengan Kemensos. Usai kasus bansos terungkap, Fraksi PDIP DPR memindahkan Ihsan ke Komisi II.
Adapun saat penyaluran bansos tahun 2020, Yogas masih menjabat Senior Assistant Vice President Bank Muamalat.
Peran Yogas terungkap dari dakwaan penyuap Juliari Batubara yang disidangkan di Pengadilan Tipikor Jakarta, yakni Harry Van Sidabukke dan Ardian I.M.
Dalam dakwaan, disebutkan bahwa Harry yang berkeinginan mendapat proyek bansos sembako Kemensos, kemudian menemui Matheus Joko Santoso selaku Pejabat Pembuat Komitmen proyek tersebut.
Matheus kemudian mengenalkan Harry kepada Yogas. Matheus mengenalkan Yogas sebagai pemilik kuota paket bansos sembako yang akan dikerjakan Harry.
Tersangka dari pihak swasta Harry Sidabukke berjalan meninggalkan ruangan usai menjalani pemeriksaan di gedung KPK, Jakarta, Senin (28/12). Foto: M Risyal Hidayat/ANTARA FOTO
Beberapa hari setelah perkenalan itu, Yogas dan Harry kembali bertemu di kantor Kemensos di Jalan Salemba Raya. Saat itu, dibahas fee atas proyek itu.
ADVERTISEMENT
"Pada pertemuan tersebut Agustri Yogasmara menyampaikan kepada Terdakwa (Harry -red) bahwa atas pekerjaan yang akan Terdakwa kerjakan tersebut, Agustri Yogasmara meminta uang fee. Atas penyampaian tersebut, Terdakwa menyanggupinya," kata jaksa.
Harry saat menjalani pemeriksaan terdakwa pada 12 April, mengkonfirmasi dakwaan jaksa KPK.
"Saya dikenalkan oleh Pak Joko, Pak Joko saat itu PPK (pejabat pembuat komitmen), saat itu jeda dari pengadaan tahap 1 mau tahap 2 katanya Pak Joko untuk tahap selanjutnya berkoordinasi dengan Mas Yogas terkait dengan Pertani," kata Harry.
Jaksa kemudian mencecar Harry terkait Yogas soal koordinasi.
"Pak Joko bilang tidak, kok Yogas bisa mengatur?" tanya jaksa KPK.
"Saya tidak tanya waktu itu," jawab Harry.
"Saudara melindungi seseorang?" tanya jaksa Azis.
ADVERTISEMENT
"Enggak Pak, enggak. Jangan bilang begitu, Pak," jawab Harry.
"Kenapa tidak tanya 'kok kepada Yogas'?" tanya jaksa Azis.
"Saat itu Yogas mengatakan 'Mas Harry ada fee yang harus dibayarkan kalau Mas mau kerja lagi'. Disampaikan waktu itu Rp 12.500, saya katakan, 'wah kalau segitu langsung saya tolak'. Karena saya sampaikan, 'Mas, kalau segitu rasanya terlalu besar karena saya hanya supplier dari Pertani, nanti saya sampaikan dahulu ke Pertani'," ungkap Harry.
Kementerian Sosial salurkan bantuan sosial (bansos) untuk lanjut usia (lansia) terdampak pandemi corona di 5 provinsi. Foto: Kemensos
Namun menurut Harry, Yogas melarangnya untuk melapor ke PT Pertani (Persero) terkait keberatan soal fee.
"Lalu omongan saya dipotong Yogas, katanya ini bukan urusan ke Pertani, ini urusan kita saja nanti kalau sampai ke BUMN jadi ribet jadi kami tidak sepakat," kata Harry.
ADVERTISEMENT
Harry mengatakan, setelah itu Yogas menurunkan permintaan fee menjadi Rp 10 ribu per paket.
"Terus saya kembali hitung rasanya kalau Rp 10 ribu masih oke, tetapi saya tanya apa bisa saya minta Rp 1.000, karena butuh operasional, jadi disepakati fee Rp 9.000 per paket," kata Harry.
Harry akhirnya secara rutin memberikan fee bila diminta.
"Pemberian pertama di Kemensos itu setelah tahap 6, tidak setiap tahap untuk meminimalkan risiko," ucap Harry.
"Kok, mau kasih uang?" tanya jaksa.
"Awal-awal itu Pertani selalu dapat paket dan disampaikan dahulu sama Mas Yogas nanti dapat sekian dan benar dapat, lalu tahap 7 sampai 12 pernah berkurang lalu saya komplain kepada Pak Joko kok kuota berkurang padahal tidak segitu, jadi saya mengadu kepada Yogas, lalu setengah jam sudah selesai sesuai dengan kesepakatan," jawab Harry.
ADVERTISEMENT
"Jadi, Yogas sesakti itu?" tanya jaksa Azis.
"Kesaktian di tahap 1, 2, 5 dan 6 benar, ya, hanya meleset 10.000 atau 20.000. Akan tetapi, saya menolak Yogas disebut sebagai operator Ihsan Yunus, saya tidak tahu juga," kata Harry.
OTT KPK kasus dugaan suap proyek bansos di Kemensos. Foto: ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A

Yogas Bantah Terima Fee Bansos

Yogas ketika dihadirkan sebagai saksi bagi terdakwa 2 pejabat Kemensos, membantah pernah menerima fee bansos. Ia mengaku tak pernah menerima Rp 7 miliar dari proyek bansos.
"Tidak terima Rp 7 miliar," kata Yogas.
Padahal, Yogas sebelumnya disebut dalam sidang sebagai pemilik jatah 400 ribu paket untuk paket bansos ke-7 hingga ke-12. Paket itu dimiliki bersama Ihsan Yunus dan adik Ihsan Yunus, Muhamad Rakyan Ikram.
Jaksa KPK pun membacakan Berita Acara Pemeriksaan (BAP) Harry yang menerangkan pemberian kuota ke Yogas, yaitu:
ADVERTISEMENT
1. Paket tahap 1 memakai Pertani atau Hamonangan Sude 90.119 paket x Rp9.000 menjadi Rp811.791.000
2. Tahap 3 memakai Pertani- Hamonangan Sude 80.117 paket x Rp9.000 menjadi Rp721.053.000
3. Tahap 5 memakai Pertani- Hamonangan Sude 50.000 paket x Rp9.000 menjadi Rp450 juta
4. Tahap 6 memakai Pertani- Hamonangan Sude 75 ribu paket x Rp9.000 = Rp675 juta
5. Tahap 7 memakai Pertani- Hamonangan Sude 100 ribu dan 50 ribu paket x Rp9.000 menjadi Rp900 juta dan Rp450 juta
6. Tahap 8 memakai Hamonangan Sude 100 ribu paket x Rp9.000 = Rp900 juta dan PT Pertani 60 ribu paket x Rp9.000 = Rp540 juta
7. Tahap 9 Hamonangan Sude dan Pertani belum memberikan fee
ADVERTISEMENT
8. Tahap 10 diberikan untuk Hamonangan Sude 150 ribu paket x Rp9.000 = Rp1,35 miliar. PT Pertani 50 ribu paket x Rp9.000 = Rp450 juta
9. Tahap 11 belum diberikan fee
10. Tahap 12 belum diberikan fee
11. Komunitas tidak diberikan ke Yogas karena tidak diminta
Ilustrasi meja pengadilan. Foto: ANTARA FOTO/Akbar Nugroho Gumay
"Itu tidak benar dan fitnah yang sangat keji gara-gara itu saya dipecat dari pekerjaan dan kehilangan segalanya," kata Yogas.
Dalam sidang tersebut, Yogas sekaligus membantah sebagai operator Ihsan Yunus.
"Beberapa saksi mengatakan saudara operator Ihsan Yunus?" tanya jaksa KPK.
"Tidak," jawab Yogas.
"Ihsan Yunus terlibat dalam paket sembako tidak?" tanya jaksa.
"Tidak," jawab Yogas.
"Apakah saudara menjadi PIC (person in charge) 4 perusahaan yang dikendalikan Ihsan Yunus, yaitu PT Indoguardika, PT Andalan Pesik Internasional, PT Mandala Hamonangan Sude dan Pertani, apa benar saudara yang membagi kuota 4 perusahaan ini?" tanya jaksa.
ADVERTISEMENT
"Tidak," jawab Yogas.
"Mengumpulkan 'fee' dari 4 perusahaan ini?" tanya jaksa.
"Tidak," jawab Yogas.
Meski demikian, Ketua Majelis Hakim perkara tersebut, Muhammad Damis, tak bisa mempercayai pernyataan Yogas sepenuhnya. Hakim Damis bahkan mengingatkan Yogas untuk memberikan keterangan yang jujur.
"Ini peringatan kedua kepada saksi agar saksi memberikan keterangan yang benar, bersungguh-sungguh, tidak usah melindungi seseorang dalam perkara ini agar Saudara selamat. Jika tidak beri keterangan yang tidak benar diancam minimal 3 tahun penjara dan maksimal 12 tahun," kata Damis.
"Jangan hanya karena ingin menyelamatkan seseorang lalu mencelakakan diri sendiri. Mekanisme untuk keterangan palsu di sidang, tinggal kami selesaikan berita acara pemeriksaan lalu kirim ke penuntut umum, kemudian sudah selesai, tidak panjang urusannya, saya ingatkan Saudara," tegas Damis.
ADVERTISEMENT