3 Pejabat Pelindo III Terlibat Penggelapan Dana Terkait LNG di Bali

20 April 2021 17:23 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Direskrimsus Polda Bali Kombes Pol Yuliar Kus Nugroho. Foto: Denita BR Matondang/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Direskrimsus Polda Bali Kombes Pol Yuliar Kus Nugroho. Foto: Denita BR Matondang/kumparan
ADVERTISEMENT
Polda Bali menetapkan tiga pejabat cucu perusahaan PT Pelindo III, PT Pelindo Energi Logistik (PT PEL), sebagai tersangka kasus penggelapan dana operasional pembangkit listrik dengan sistem gas atau Liquified Natural Gas (LNG).
ADVERTISEMENT
Mereka adalah mantan Direktur Utama PT PEL Kokok Susanto, GM PT PEL Regional Bali Nusra Irsyam Bakri, dan Direktur Utama PT Pelindo Energi Logistik (PT PEL) berinisial Wawan Sulistiawan. Saat ini Kokok menjabat sebagai Direktur Teknik Pelindo III.
Direskrimsus Polda Bali Kombes Yuliar Kus Nugroho mengatakan, proyek LNG yang terletak di Pelabuhan Benoa ini sebagai salah satu pemasok listrik di wilayah Bali.
Suasana di Pelabuhan Benoa Bali. Foto: Muhammad Darisman/kumparan
“Ada maksud apa ingin menguasai duit yang ada di situ. Itu hanya alasan dan tidak masuk alasan yang mendasar dan melawan hukum,” kata Yuliar kepada wartawan, Selasa (20/4).
Yuliar mengatakan, kasus ini bermula saat anak perusahaan PT PLN, PT Indonesia Power (IP), bekerja sama dengan PT Benoa Gas Terminal (BGT) untuk membangun proyek LNG di Dermaga Selatan Pelabuhan Benoa, Kelurahan Pedungan, Kecamatan Denpasar Selatan. Perjanjian tersebut dimulai pada tahun 2016 dan berakhir pada Mei 2021.
ADVERTISEMENT
Dalam perjanjian tersebut ada dua klausul penting, yaitu:
“Namun biaya regas yang diisi PT BGT ke IP dikasih (dibayar) melalui PT PEL,” kata dia.
Yuliar mengatakan, setiap bulan PT IP membayar sekitar Rp 4 miliar untuk pengisian ulang gas dan pembayaran operasional kapal. PT BGT memperoleh keuntungan senilai Rp 2 miliar setiap bulan.
Pada Juni 2019, Irsyam atas perintah Kokok mengeluarkan surat yang ditujukan kepada PT BGT yang berisi PT PEL mengambil alih kepemilikan kapal dan operasional pengisian ulang gas. Dasar pengeluaran surat tersebut karena PT BGT melakukan pergantian kru kapal.
ADVERTISEMENT
Selanjutnya, Wawan menempel stiker PT PEL di sebuah alat pengisian gas (Vaporizer) di Lumbung Dewata. Padahal alat tersebut milik PT BGT.
“Pertanyaannya, kenapa tidak dilakukan sejak awal? Berarti di sini ada sesuatu maksud dari oknum BUMN dalam hal ini PT PEL yang dilakukan oleh Koko dan Irsyam. Dalam kasus ini Koko dan Irsyam secara sama-sama melakukan penggelapan," kata Yuliar.

PT BGT Lapor Polisi

Pada Januari 2021, pihak PT BGT keberatan dan melaporkan kasus ini kepolisian. Mereka ditetapkan sebagai tersangka pada 31 Maret 2021.
Selama kurang lebih 20 bulan atau sejak PT PEL mengambil alih kapal dan pengisian ulang gas, PT BGT dinilai mengalami kerugian senilai Rp 40 miliar. Sementara PT IP tidak mengalami kerugian karena tidak ada masalah dengan pasokan gas untuk kebutuhan listrik.
ADVERTISEMENT
“Kita sudah koordinasi bersama Indonesia Power bahwasanya terkait permasalahan kasus ini tidak ada mengganggu untuk proses kelistrikan di Bali, ini tetap berjalan dari awal kasus dilaporkan,” kata Yuliar..
Dalam perkara ini, Polda Bali belum menahan para tersangka. Mereka dijerat dengan Pasal 372 Juncto Pasal 55 Juncto Pasal 56 KUHP dengan ancaman pidana penjara 4 tahun.