4 Faktor Bobby Kalahkan Petahana di Medan: Jejaring Kuat Jokowi hingga Banjir

10 Desember 2020 13:00 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Pasangan calon Wali Kota Medan nomor urut dua Bobby Nasution (kiri) dan Aulia Rachman menyampaikan sambutan terkait hitungan cepat perolehan suara Pilkada Kota Medan 2020, di Medan, Sumatera utara, Rabu (9/12). Foto: Irsan Mulyadi/ANTARA FOTO
zoom-in-whitePerbesar
Pasangan calon Wali Kota Medan nomor urut dua Bobby Nasution (kiri) dan Aulia Rachman menyampaikan sambutan terkait hitungan cepat perolehan suara Pilkada Kota Medan 2020, di Medan, Sumatera utara, Rabu (9/12). Foto: Irsan Mulyadi/ANTARA FOTO
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Menantu Presiden Jokowi, Bobby Nasution, berhasil mengalahkan petahana Akhyar Nasution di Pilwalkot Medan. Sebagai pendatang baru di politik, Bobby secara mengejutkan menang versi quick count (hitung cepat) di hampir seluruh lembaga survei.
ADVERTISEMENT
Bagaimana analisa kemenangan Bobby?
Ketua Jurusan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara Warjio, berpendapat ada sejumlah faktor yang mempengaruhi kemenangan suami Kahiyang Ayu itu. Pertama, menurut Warjio adalah faktor Jokowi.
"Pertama, faktor-faktornya adalah ditentukan karena jejaring kekuasaan yang dimiliki mertuanya, juga jejaring partai politik termasuk di dalamnya," kata Warjio kepada kumparan, Kamis (10/12).
Sebab, sebagai pendatang baru, sebenarnya Bobby secara figur tidak populer. Sehingga, susah untuk diterima masyarakat Kota Medan.
"Maka dengan faktor-faktor yang saya sebutkan tadi sehingga dia bisa menang," beber Warjio.
Faktor kedua, kata Warjio, politik identitas yang dimainkan kubu Akhyar-Salman ternyata tidak efektif di Pilwalkot Medan. Termasuk juga dukungan yang disampaikan Ustaz Abdul Somad kepada Akhyar Nasution dan Salam Alfarisi yang merupakan jagoan PKS dan Demokrat itu.
ADVERTISEMENT
"Saya kira memang PKS sudah cukup berusaha keras bagaimana kemudian menarik isu itu, tetapi saya kira jejaring kekuasaan yang dimiliki Presiden Jokowi itu mengalahkan itu semua. Jadi ketidakefektifan politik identitas itu ya karena begitu besarnya jaring kekuasaan yang dimiliki Presiden Jokowi," papar Warjio.
Faktor ketiga, Pilkada di tengah pandemi tidak memungkinkan kampanye dengan menarik banyak massa. Oleh karena itu, menghadirkan seorang ulama besar tak terlalu efektif.
"Jadi, kerumunan orang misalnya ceramah-ceramah yang mengumpulkan ribuan orang ini kan enggak bisa dilakukan. Jadi, hanya segelintir masyarakat yang tahu. Sehingga kemudian itu juga mempengaruhi pola pilihan dan pengetahuan masyarakat untuk itu. Jadi, tidak begitu efektif khususnya bagi Akhyar dan Salman," urai dia.
ADVERTISEMENT
Lebih lanjut, faktor keempat menurut Warjio, isu sensitif belakangan ini juga turut mempengaruhi suara Bobby. Misalnya, banjir besar yang melanda Kota Medan. Hal itu menuai keuntungan bagi Bobby karena petahana dianggap tak berhasil mengelola kota Medan.
"Saya kira ada (pengaruhnya). Terutama pengaruhnya dalam konteks eksploitasi di media, dan momennya itu sangat membantu Bobby. Saya sudah sampaikan, terkait kinerja ya terus terang saja Akhyar kurang bagus dalam menjalankan pemerintahan, itu jadi starting point juga," tegas Warjio.
Hampir seluruh lembaga survei mencatat kemenangan bagi Bobby-Aulia. Meski masih hitung cepat, hasil resmi KPU tetap menjadi kunci kemenangan. Bobby-Aulia didukung PDIP, Golkar, NasDem PAN. Sementara Akhyar-Salman hanya didukung 2 Partai: PKS dan Demokrat.
ADVERTISEMENT