Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 ยฉ PT Dynamo Media Network
Version 1.103.0
5 Larangan China untuk Uighur: dari Berjenggot hingga Nama Islami
24 Desember 2018 12:23 WIB
Diperbarui 15 Maret 2019 3:51 WIB

ADVERTISEMENT
Warga Muslim Uighur di Xinjiang dilaporkan kerap diperlakukan secara diskriminatif oleh pemerintah China. Identitas warga Uighur sebagai Muslim juga coba ditiadakan oleh China, dengan dalih memberantas ekstremisme.
ADVERTISEMENT
Tahun ini, dunia mengecam laporan jutaan warga Uighur yang dipenjara oleh China. Warga Uighur dilaporkan dipaksa menanggalkan keislaman mereka dan didoktrin mencintai Partai Komunis.
Sejak bertahun-tahun, jutaan masyarakat Uighur didera berbagai larangan dalam beragama. Larangan tersebut mulai dari berjenggot, bercadar, hingga menggunakan nama-nama Islami.
Berikut enam dari banyak larangan China bagi warga Uighur di Xinjiang:
1. Larangan Berjenggot dan Bercadar
Diberitakan Reuters pada April 2017 pemerintah China mengeluarkan larangan bagi warga Muslim Uighur di Xinjiang. Di antara larangan itu adalah menumbuhkan jenggot panjang bagi pria dan mengenakan cadar bagi wanita.

Dalam peraturan yang sama, warga Uighur dilarang untuk tidak mengirimkan anak-anak mereka ke sekolah pemerintah, mengabaikan kebijakan keluarga berencana China, atau mengenakan gamis.
ADVERTISEMENT
Di beberapa kota di Xinjiang, wanita yang memakai jilbab atau pria berjenggot dilarang naik bus.
Pemerintah China menerapkan aturan berpakaian ini dengan ketat. Pada 2018 seperti diberitakan Business Insider, petugas China dilaporkan menggunting rok wanita Uighur yang terlalu panjang.
2. Larangan Puasa di Bulan Ramadan
Berita soal larangan berpuasa muncul setiap tahun dari Xinjiang. Pada 2015, AFP melaporkan bahwa pemerintah China melarang pegawai negeri, pelajar, dan guru Muslim di Xinjiang untuk berpuasa dan beribadah di masjid.

Restoran-restoran milik warga Uighur juga dipaksa tetap buka di siang hari Ramadan. Larangan ini disampaikan salah satunya oleh pemerintah kota Tarbaghatay atau Tacheng dalam bahasa Mandarin.
"Selama Ramadan, pelajar dari etnis minoritas tidak berpuasa, tidak masuk masjid, dan tidak melakukan aktivitas religius," bunyi larangan tersebut.
ADVERTISEMENT
Di kota Hotan atau Hetian, pelajar Muslim Uighur dipaksa berkumpul pada hari Jumat untuk belajar, menonton film-film Komunis, atau berolahraga. Padahal di hari itu mereka harus melaksanakan ibadah salat Jumat.
3. Larangan Bernama Islami
Menurut situs Radio Free Asia (RFA) pada 2017 lalu, pemerintah kota Xinjiang mengeluarkan larangan pemberian nama-nama Islami bagi bayi yang baru lahir.

Ada puluhan nama yang terlarang, di antaranya: Islam, Quran, Makkah, Jihad, Imam, Saddam, Haji, dan Madinah.
Menurut seorang pejabat pemerintah yang dihubungi RFA, nama yang berbau religius tidak akan mendapatkan kartu tanda penduduk khusus China atau hukou. Dia mengatakan, nama-nama itu "mempromosikan teror".
4. Larangan Menikah Secara Islami
Pemerintah Xinjiang juga mengeluarkan larangan bagi Muslim Uighur untuk melaksanakan prosesi pernikahan secara Islami di rumah sendiri, meliputi akad dan resepsi.
ADVERTISEMENT
RFA mencatat pada 2017, seorang pejabat pemerintah beretnis Uighur dipecat karena menikah secara Islami di rumahnya. Seharusnya dia menikah di tempat-tempat yang telah ditentukan pemerintah dan tidak menggunakan adat Islam.

Pejabat Xinjiang yang dikutip Uighur mengatakan larangan menikah di rumah secara Islami demi mencegah "tersebarnya pandangan menyimpang yang bertentangan dengan persatuan etnis dan kedaulatan negara."
5. Larangan Mengunakan Bahasa Uighur
Pemerintah China juga mengeluarkan larangan penggunaan bahasa Uighur di semua jenjang pendidikan. Mereka yang melanggarnya akan mendapatkan hukuman.
Menurut laporan RFA, pemerintah Xinjiang memerintahkan sekolah-sekolah untuk menggunakan bahasa Mandarin dalam pengajaran. Penggunaan bahasa lisan, tulisan, gambar, hingga rambu-rambu harus pakai Mandarin, tidak boleh pakai Uighur.