53 Makam Ditemukan di Sekolah Asrama Pribumi di Amerika Serikat

12 Mei 2022 15:11 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi makam kuno. Foto: Getty Images
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi makam kuno. Foto: Getty Images
ADVERTISEMENT
Sebuah investigasi pemerintah Amerika Serikat mengungkap realita kelam sejarah Pribumi di Negeri Paman Sam. Investigasi tersebut menemukan sedikitnya 53 situs pemakaman terpisah di sejumlah sekolah asrama federal Pribumi Amerika.
ADVERTISEMENT
Dalam laporan yang terbit Rabu (11/5/2022) lalu, terdapat bukti ratusan anak Pribumi tewas di dalam naungan sekolah asrama. AS memprediksi, jumlah korban masih akan terus meningkat hingga ribuan bahkan puluhan ribu seiring berlanjutnya investigasi.
Laporan setebal 106 halaman itu adalah volume pertama dari Inisiatif Sekolah Asrama Federal Indian. Program ini dicetuskan oleh Menteri Dalam Negeri Deb Haaland pada Juni 2021.
Menteri Dalam Negeri AS Deb Haaland. Foto: Evan Vucci/AP Photo
Haaland, yang merupakan wanita keturunan Pribumi, memulai inisiatif ini setelah mendengar kabar pemerintahan Pribumi Tk'emlups te Secwepemc First Nation telah mengkonfirmasi 215 kuburan anak-anak di Kamloops Indian Residential School di British Columbia, Kanada.
Dahulu, Amerika Serikat sengaja memaksa keluarga Pribumi untuk menyekolahkan anak-anaknya di sekolah asrama federal sebagai bagian dari sistem asimilasi yang menjangkau setiap pelosok negeri.
ADVERTISEMENT
Namun, terdapat sejumlah bukti praktik tindakan itu tidak manusiawi terhadap anak-anak Pribumi di sekolah-sekolah asrama.
“Ketika kakek-nenek dari pihak ibu saya baru berusia delapan tahun, mereka dicuri dari budaya dan masyarakat orang tua mereka, dan dipaksa tinggal di sekolah asrama sampai usia 13 tahun. Banyak anak seperti mereka tidak pernah kembali ke rumah mereka,” papar Haaland, dikutip dari Al-Jazeera.
Dia menambahkan, staf Pribumi bekerja sambil menahan trauma dan rasa sakit mereka demi menyelesaikan laporan ini.
Laporan tersebut tidak merinci dengan tepat bagaimana anak-anak Pribumi tewas. Tetapi, hasil investigasi menggambarkan kondisi murid di sekolah asrama Pribumi yang dapat menyebabkan kematian seperti pelecehan fisik, seksual, dan emosional; kekurangan gizi; kepadatan area tinggal; dan kurangnya perawatan kesehatan.
ADVERTISEMENT
Menurut laporan itu, pelajar Pribumi yang kekurangan gizi kerap dipaksa untuk melakukan pekerjaan industri. Laporan tersebut juga menyatakan bahwa pelaporan federal tentang kematian anak, termasuk jumlah, dan penyebab kematian, sangat tidak konsisten.

Sistem curi tanah AS yang menyiksa anak Pribumi

Disusunnya kebijakan sekolah federal Pribumi adalah bagian dari upaya AS untuk mengambil tanah dari penduduk Pribumi untuk melakukan perluasan koloni Amerika.
“Asimilasi anak-anak Indian melalui sistem sekolah asrama Federal Indian disengaja dan merupakan bagian dari tujuan yang lebih luas dari perampasan teritorial Indian untuk perluasan Amerika Serikat,” demikian laporan tersebut memaparkan
Kebijakan ini diterapkan mulai 1819, ketika Kongres mengesahkan Undang-Undang Dana Peradaban untuk membiayai organisasi keagamaan yang mengelola sekolah asrama federal anak-anak Pribumi.
ADVERTISEMENT
Kebijakan tersebut kemudian diperluas dengan didirikannya setidaknya 1.000 lembaga federal dan non-federal lainnya, termasuk sekolah harian Indian Amerika, sanitarium, rumah sakit jiwa, panti asuhan, dan asrama mandiri yang bertujuan untuk ‘mendidik’ masyarakat Pribumi.
Laporan tersebut mengatakan, ini adalah cara termurah dan teraman untuk mengambil tanah Pribumi untuk kepentingan orang kulit putih di Amerika.
Pemerintah AS mengakui bahwa program asimilasi tersebut telah menyebabkan hilangnya nyawa, kesehatan mental dan fisik, wilayah dan kekuasaan, hubungan suku dan keluarga, serta penghapusan bahasa, agama dan budaya Pribumi.
Sejak 1871, Kongres mengesahkan undang-undang yang memerintahkan orang tua Pribumi menyekolahkan anak-anak mereka. Pemerintah federal memaksa generasi anak Indian Amerika, Pribumi Alaska, dan Pribumi Hawaii untuk menghadiri sekolah asrama.
ADVERTISEMENT
Keluarga Pribumi pun banyak menyembunyikan anak-anak mereka. Akibatnya pejabat pemerintahan mengirim polisi untuk menangkap anak-anak itu. Menteri Dalam Negeri juga diperintahkan untuk menahan jatah makanan bagi mereka keluarga Pribumi yang menolak untuk menyekolahkan anaknya.
Pencopotan anak-anak Pribumi dari komunitas mereka merupakan bentuk kekerasan yang meninggalkan trauma mendalam.
Sekolah-sekolah tersebut menerapkan metodologi militerisasi dan perubahan identitas yang sistematis. Mereka mengganti nama anak-anak dari nama Pribumi menjadi nama berbahasa Inggris, memotong pendek rambut mereka, mewajibkan seragam.
Mereka juga dipaksa untuk melakukan latihan militer dan pekerjaan kasar, termasuk menjahit pakaian, dan produksi pertanian.
Apabila anak-anak Pribumi didapati berbicara bahasa mereka dan melakukan budaya ataupun agama, mereka menghadapi hukuman berat. Mereka dikurung sendirian, dihina, didera, ditampar dan diborgol.
ADVERTISEMENT
Anak-anak yang lebih tua biasanya dipaksa untuk menghukum anak-anak yang lebih muda. Ketika mereka melarikan diri dan tertangkap, mereka menghadapi hukuman fisik termasuk cambuk.
Deborah Parker, CEO Koalisi Penyembuhan Sekolah Asrama Pribumi Amerika (NABS) meminta Paus Fransiskus untuk membuka catatan Gereja Katolik dan meminta maaf kepada para penyintas sekolah asrama federal AS, seperti yang telah dilakukannya bagi para penyintas di Kanada.
Dia menambahkan, Presiden Joe Biden juga harus meminta maaf kepada para penyintas sekolah asrama atas nama pemerintah AS.
“Anak-anak kita berhak ditemukan, anak-anak kita layak dibawa pulang. Kami di sini untuk keadilan mereka, dan kami tidak akan berhenti mengadvokasi sampai Amerika Serikat sepenuhnya bertanggung jawab atas genosida yang dilakukan terhadap anak-anak Pribumi,” tegasnya.
ADVERTISEMENT
Penulis: Airin Sukono.