6 Pengibar Bendera Bintang Kejora saat Demo di Istana Didakwa Makar

19 Desember 2019 20:46 WIB
comment
3
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
(Dari kiri) Terdakwa makar Issay Wenda, Charles Kossay, Arina Elopere, Surya Anta, Ambrosius Mulait dan Dano Tabuni mengepalkan tangan saat menunggu sidang. Foto: ANTARA FOTO/Nova Wahyudi
zoom-in-whitePerbesar
(Dari kiri) Terdakwa makar Issay Wenda, Charles Kossay, Arina Elopere, Surya Anta, Ambrosius Mulait dan Dano Tabuni mengepalkan tangan saat menunggu sidang. Foto: ANTARA FOTO/Nova Wahyudi
ADVERTISEMENT
Jaksa penuntut umum pada Kejaksaan Negeri Jakarta Pusat mendakwa 6 orang telah berbuat makar. Mereka ialah Paulus Suryanta Ginting, Charles Kossay, Ambrosius Mulait, Isay Wenda, Dano Anes Tabuni, dan Arina Elopere alias Wenebita Gwijangge.
ADVERTISEMENT
Dalam sidang itu, Dano dan Ambrosius menggunakan topi adat Papua dan bertelanjang dada dengan tulisan 'monkey'.
Mereka didakwa berbuat makar karena menggelar aksi demonstrasi menuntut kemerdekaan Papua di depan Istana Negara dan Mabes TNI AD, pada 28 Agustus 2019. Dalam aksinya itu, mereka mengibarkan bendera Bintang Kejora.
"Sebagai orang yang melakukan atau turut serta melakukan perbuatan yaitu makar dengan maksud supaya seluruh atau sebagian wilayah negara jatuh ke tangan musuh atau memisahkan sebagian dari wilayah negara," kata jaksa saat membacakan surat dakwaan dalam sidang di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Kamis (19/12).
Menurut jaksa, upaya makar berawal ketika para terdakwa bersama beberapa koordinator wilayah (korwil) dan anggota persatuan mahasiswa dan pemuda, melakukan pertemuan pada 18 Agustus 2019 sekitar pukul 18.00 WIB. Mereka bertemu di Asrama Jayawijaya di kawasan Lenteng Agung, Jakarta Selatan.
Terdakwa makar Dano Tabuni (kiri) menunggu dimulainya sidang dakwaan di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Jakarta, Kamis (19/12/2019). Foto: ANTARA FOTO/Nova Wahyudi
Dalam pertemuan itu, mereka menyepakati untuk melakukan aksi pada 22 Agustus 2019. Aksi itu terkait insiden dugaan rasisme di Surabaya terhadap masyarakat Papua beberapa hari sebelumnya.
ADVERTISEMENT
Pada tanggal itu, para terdakwa bersama massa berjumlah sekira 100 orang menggelar aksi unjuk rasa di depan Mabes TNI AD dan Istana Negara. Mereka menyuarakan menolak rasisme, menyuarakan referendum, dan kemerdekaan Papua.
Para terdakwa berdemo dengan membuka baju, mengibarkan bendera bintang kejora, dan melukis wajah serta tubuh mereka.
Lalu di tanggal 25 Agustus 2019, para terdakwa kembali menggelar pertemuan untuk merencanakan aksi yang lebih besar lagi. Aksi itu rencananya digelar pada 28 Agustus 2019.
Saat itu, Charles Kossay ditunjuk sebagai koordinator lapangan, Ambrosius Mulait alias Ambo sebagai humas, dan Isay Wenda sebagai penanggung jawab aksi. Untuk membantu koordinasi aksi, para terdakwa juga membuat WhatsApp Group yang dinamai 'Monyet Papua Jakarta'.
ADVERTISEMENT
"Pada hari Rabu tanggal 28 Agustus 2019 sekira jam 10.00 WIB, bertempat di Mabes TNI AD dan di depan Istana Negara para terdakwa bersama dengan beberapa orang korwil, serta anggota persatuan mahasiswa, dan pemuda Papua yang ada di Jakarta sekira 100 orang, melakukan aksi unjuk rasa dengan cara melakukan orasi secara bergantian dengan tuntutan sebagai berikut," ujar jaksa.
Terdakwa makar Ambrosius Mulait (kiri) dan Dano Tabuni (kanan) mengepalkan tangan saat menunggu dimulainya sidang dakwaan di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Foto: ANTARA FOTO/Nova Wahyudi
Menurut jaksa, tuntutan para terdakwa saat aksi demo ialah:
ADVERTISEMENT
Atas perbuatannya, keenam terdakwa dinilai melanggar Pasal 106 ayat (1) KUHP Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP atau Pasal 110 ayat (1) KUHP. Ancaman pidana akibat makar ialah seumur hidup atau maksimal 20 tahun. Berikut bunyinya:
Makar (aanslag) yang dilakukan dengan niat hendak menaklukkan daerah negara sama sekali atau sebahagiannya ke bawah pemerintahan asing atau dengan maksud hendak memisahkan sebagian dari daerah itu, dihukum penjara seumur hidup atau penjara sementara selama-lamanya dua puluh tahun.