87 Tahun Perjalanan Panjang Taksi di Indonesia

21 Maret 2017 12:43 WIB
clock
Diperbarui 14 Maret 2019 21:17 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
ADVERTISEMENT
Taksi konvensional. (Foto: Bluebird)
zoom-in-whitePerbesar
Taksi konvensional. (Foto: Bluebird)
Polemik taksi online dan taksi konvensional hingga kini masih terjadi. 'Perang' di antara keduanya bertajuk 'kemajuan teknologi vs kebutuhan masyarakat'.
ADVERTISEMENT
Beberapa waktu ke belakang saham-saham perusahaan taksi anjlok. Mereka seakan tenggelam dalam keajekan dan kalah dalam persaingan.
Riwayat Kemunculan Taksi
Nama taksi sendiri berasal dari kata “taximeter”. Taximeter adalah nama sebuah alat yang digunakan untuk mengukur jarak atau waktu yang ditempuh sebuah taksi sehingga supir bisa menentukan harga yang harus dibayar berdasarkan Taximeter (argo) tersebut.
Taximeter pertama kali digunakan pada tahun 1891. Alat ini ditemukan oleh penemu Jerman Wilhelm Bruhn.
Gottlieb Daimler merupakan nama perusahaan mobil taxi jasa pertama di dunia. Perusahaan ini dibentuk pada tahun 1897. Taksi pertama di dunia yang beroperasi bernama Daimler Victoria.
Selanjutnya, taksi terus berkembang hingga abad 20. Perkembangannya semakin maju pada tahun 1940.
ADVERTISEMENT
Pada tahun tersebut mulai dikenal radio komunikasi 2 arah sebagai instrumen pelengkap di taksi. Penggunaan radio ini sangat membantu komunikasi operator dengan pengemudi dalam melayani order pelanggannya.
Pada tahun 1980, kemudian masuklah teknologi komputer yang digunakan sebagai alat untuk distribusi order. Sistem teknologi tersebut masih berlaku hingga kini.
Ilustrasi demo taksi online (Foto: Darren Whitesite/Reuters)
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi demo taksi online (Foto: Darren Whitesite/Reuters)
Perjalanan Taksi di Indonesia
Di Indonesia sendiri, menurut dokumen Pemerintah Belanda, diperkirakan taksi mulai masuk pertama kali lewat Batavia (Jakarta) pada tahun 1930. Itu berarti, taksi sudah ada di Indonesia selama 87 tahun. Saat itu jumlahnya pun tak banyak,hanya puluhan.
Pada tahun tersebut, Batavia tengah mengalami krisis ekonomi yang cukup parah. Penyakit-penyakit juga mulai tumbuh di kota tersebut.
Dengan jumlah terbatas itu, taksi di zaman Hindia Belanda menjadi ukuran status sosial, karena mereka yang naik taksi adalah kebanyakan , meneer-meneer maupun noni-noni Belanda.
ADVERTISEMENT
Di zaman Hindia Belanda, para pengemudi kendaraan bermahkota itu tidak diizinkan mengambil penumpang di tengah jalan. Mereka hanya menurunkan penumpang di tempat-tempat yang sudah ditentukan oleh pemerintah.
Kehidupan masyarakat Batavia di abad 16 (Foto: Arsip Nasional RI)
zoom-in-whitePerbesar
Kehidupan masyarakat Batavia di abad 16 (Foto: Arsip Nasional RI)
Soal kapasitas, taksi tempo dulu itu dibatasi hanya memuat 5 penumpang. Ongkosnya dihitung berdasarkan kilometer yang ditempuh. Misalnya untuk satu kilometer dikenakan sebesar 30 sen atau 10 sen untuk tiap satu menitnya.
Perkembangan taksi terus berkembang. Kebutuhan akan taksi semakin meningkat.
Pada tahun 1971 untuk pertama kalinya taksi diresmikan sebagai angkutan umum di Jakarta oleh Ali Sadikin yang waktu itu menjabat sebagai Gubernur DKI Jakarta.
Untuk dapat membentuk Badan Usaha pertaksian dibutuhkan minimal 100 armada mobil baru. Jakarta sebagai kota metropolitan dan pusat perekonomian membutuhkan sebuah sarana transportasi yang memadai.
ADVERTISEMENT
Kemunculan Blue Bird
Ilustrasi Taksi Blue Bird (Foto: Dokumentasi website Blue Bird)
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi Taksi Blue Bird (Foto: Dokumentasi website Blue Bird)
Taksi pertama yang menggunakan taximeter di Indonesia adalah taksi dari perusahan Blue Bird. Blue Bird atas prakarsa seorang wanita bernama Mutiara Siti Fatimah Djokosoetono. Ia lahir di Malang pada tanggal 17 Oktober 1921.
Awalnya, pada tahun 1971 Fatimah Djokosoetono meminta surat izin profesional agar perusahaan jasa penyewaan mobil taksi yang sedang dijalaninya bisa menjadi bisnis resmi.
Akhirnya pada tahun 1972, surat izin keluar, Fatimah kemudian meluncurkan secara resmi jasa mobil taksi Blue Bird pertama yang dilengkapi dengan argometer.
Taksi Blue Bird ini dicat biru dan diberi lambang burung biru agar sesuai namanya. Penamaan Blue Bird itu diambil oleh karena sang pendiri senang dengan cerita Blue Bird yang membawa kebahagian bagi orang.
ADVERTISEMENT
Puluhan tahun Blue Bird beroperasi, kendaraan ini masih menjadi pilihan bagi masyarakat. Terlebih untuk mereka yang ingin pergi dan kembali dari bandara kebanyakan mengandalkan taksi.
Demonstrasi menuntut pelarangan taksi online (Foto: Darren Whiteside/Reuters)
zoom-in-whitePerbesar
Demonstrasi menuntut pelarangan taksi online (Foto: Darren Whiteside/Reuters)
Nasib Taksi Konvensionl Kini
Seiring berjalanannya waktu dan semakin cepatnya pertumbuhan teknologi, mulai muncul perusahaan-perusahaan Startup yang memanfaatkan teknologi tersebut untuk melayani konsumen. Ini yang kemudian menjadi permasalahan.
Persaingan antara taxi konvensional dan taxi online pun kini mulai kita rasakan. Blue Bird, belakangan mulai membuat aplikasi untuk pemesanan taxi secara online untuk melawan persaingan teknologi online tersebut.
Mereka juga telah bekerja sama dengan Go-Jek sebagai salah satu uperator transportasi online. Sopir Blue Bird kini bisa menerima order lewat aplikasi Go-Jek.
ADVERTISEMENT
Namun, hal tersebut juga belum sepenuhnya membuat reda tensi persaingan antara taksi online dan taksi konvensional.
Untuk mengatasi hal tersebut, pemerintah melalui Kementerian Perhubungan menggodok regulasi agar persaingan di antara keduanya lebih fair. Kenaikan tarif taksi online menjadi pilihan. Tarif akan naik per 1 April 2017.
Namun, hal tersebut juga memicu protes dari para operator dari taksi online. Mereka menganggap, kemajuan teknologi adalah kemestian sehingga taksi konvensionalah yang harus berbenah dengan mengeluarkan inovasi-inovasi.
Ilustrasi Taksi Online. (Foto: Thinkstock)
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi Taksi Online. (Foto: Thinkstock)