Ada 90 Kasus Ginjal Akut di DKI, 49% di Antaranya Meninggal Dunia

25 Oktober 2022 14:47 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi senyawa kimia dietilen glikol (diethylene glycol). Foto: Bacsica/Shutterstock
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi senyawa kimia dietilen glikol (diethylene glycol). Foto: Bacsica/Shutterstock
ADVERTISEMENT
Kepala Dinas Kesehatan DKI Jakarta Widyastuti menyebutkan bahwa 49 persen dari 90 kasus gagal ginjal akut di DKI Jakarta dilaporkan meninggal dunia.
ADVERTISEMENT
“Secara umum DKI Jakarta dari Januari dari 90 (kasus) tercatat, 49 persen meninggal. Kemudian sedang dirawat 26 orang. kemudian yang survive 15 anak,” kata Widyastuti kepada wartawan sesuai menghadiri rapat bersama Komisi E DPRD DKI Jakarta, Selasa (25/10).
Saat ini, 26 kasus aktif gagal ginjal akut tengah menjalani perawatan intensif di berbagai rumah sakit vertikal yang berafiliasi langsung dengan Kementerian Kesehatan.
Adapun keseluruhan 90 kasus gagal ginjal misterius ini tidak seluruhnya berdomisili di Jakarta. Namun, seluruhnya mendapatkan fasilitas pelayanan kesehatan di rumah sakit di DKI Jakarta, sehingga datanya terimput sebagai data Dinkes DKI Jakarta.
Kepala Dinas Kesehatan Provinsi DKI Jakarta, Widyastuti. Foto: Dok. Pemprov DKI Jakarta
“Sebarannya tidak semuanya domisili di Jakarta. (Dari 90 kasus) 56 persen [domisili] DKI Jakarta kemudian 20 persen di Jawa Barat dan 12 persen Banten. lainnya di luar Jabodetabek,” jelasnya.
ADVERTISEMENT
Sebelumnya, kasus gagal ginjal misterius yang menjangkiti anak umur 0 sampai 18 tahun ini diduga disebabkan oleh cairan pengental dalam obat sirop.
Untuk mencegah kasus ini semakin bertambah, Dinkes DKI Jakarta memberikan instruksi kepada setiap apotek untuk melakukan karantina obat yang memiliki kandungan Etilen Glikol dan Dietlien Glikol.
“Tim kami di suku dinas sebagai pembinaan pengawasan pengendalian turun ke rumah sakit ke puskesmas dan ke apotek untuk memastikan bahwa obat-obat cair yang dimaksud sudah disimpan terpisah, atau dilakukan bahasa kita karantina lah, sehingga tidak dipakai dulu sampai nanti ditetapkan kemudian oleh badan yang berkopenten,” tuturnya.