Ahli Gizi soal Gibran Bagi-Bagi Susu: Sesuai WHO Anak di Atas 2 Tahun Tak Butuh

8 Desember 2023 18:29 WIB
·
waktu baca 4 menit
Cawapres nomor urut 2 Gibran Rakabuming Raka dan istrinya Selvi Ananda blusukan membagi-bagikan susu kepada masyarakat di Pasar Rawasari, Cempaka Putih, Jakarta pada Minggu (3/12/2023). Foto: Luthfi Humam/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Cawapres nomor urut 2 Gibran Rakabuming Raka dan istrinya Selvi Ananda blusukan membagi-bagikan susu kepada masyarakat di Pasar Rawasari, Cempaka Putih, Jakarta pada Minggu (3/12/2023). Foto: Luthfi Humam/kumparan
ADVERTISEMENT
Cawapres Koalisi Indonesia Maju Gibran Rakabuming bagi-bagi susu dalam sejumlah agendanya di Jakarta. Salah satunya saat Car Free Day di Bundaran HI, Jakarta Pusat, Minggu (3/12).
ADVERTISEMENT
Hal ini menjadi sorotan sebab susu yang dibagikan Gibran diduga mengandung gula yang tinggi.
Lantas bagaimana pandangan dari Ahli Gizi?
Ahli Gizi Masyarakat dr. Tan Shot Yen mengungkapkan bahwa anak dengan usia di atas 2 tahun tidak membutuhkan asupan susu lanjutan. Hal ini sesuai dengan rekomendasi dari WHO
"Yang berikutnya lagi kita bicara tentang emangnya butuh ya (anak) di atas 2 tahun minum susu? Nah, WHO mengatakan tidak butuh, karena usia 2 tahun anak sudah disapih sama ibunya dari ASI. Masa menyusu sudah selesai di usia 2 tahun," ujar dr. Tan Shot Yen saat dihubungi, Jumat (8/12).
Ia mempertanyakan mengapa anak dengan usia di atas 2 tahun ke atas masih diberikan susu yang kualitasnya justru lebih rendah dari kandungan nutrisi ASI.
ADVERTISEMENT
Lebih lanjut ahli lulusan FK Universitas Tarumanegara itu mengatakan, susu dapat diberikan kepada anak hanya apabila anak tidak mendapatkan kebutuhan protein hewani yang cukup.
"Ditambah lagi banyak sekali jurnal yang menuliskan bahwa susu adalah bagian dari protein hewani yang bisa ditambahkan (kepada anak) setelah usia 2 tahun apabila makanan sehari-hari dalam keluarga itu tidak mencukupi kebutuhannya (kebutuhan protein hewani)," ucap dr. Tan.
"Pertanyaan saya, di pelosok mana di Indonesia yang tidak ada protein hewani yang cukup? Kita punya telur, ada telur ayam, telur bebek, telur puyuh. Kita punya daging, ada daging unggas, daging sapi, daging ikan. Pertanyaannya, kenapa anak tidak makan? Nah, ini menarik ya, something wrong about this. Ada yang nggak beres dari bimbingan makan anak ini," sambungnya.
ADVERTISEMENT
dr. Tan juga menjelaskan sekitar 80 persen etnik Asia Tenggara atau Asia Melayu bersifat intoleran dengan laktosa. Laktosa adalah kandungan di susu.
Artinya apabila masyarakat dengan etnis Asia Tenggara atau Asia Melayu sering kali jika mengkonsumsi susu atau makanan dengan kandungan susu biasanya mengalami diare atau kembung.
"Dan lebih parah lagi 80 persen lebih etnik Asia Tenggara itu intoleran dengan laktosa, termasuk saya. Artinya apa? Kalau saya kena susu entah itu diminum atau dalam bentuk keju atau ada makanan yang ada susunya tebak apa yang terjadi? Diare, kembung. Karena dari sananya etnik Asia Melayu itu intoleran dengan laktosa," ungkapnya.
Ahli Gizi, dokter Tan Shot Yen. Foto: Fauzan Anangga/kumparan
Ia pun menjelaskan kembali meskipun rekomendasi WHO untuk anak dengan usia di atas 2 tahun tidak membutuhkan asupan susu karena dapat digantikan dengan protein hewani lainnya.
ADVERTISEMENT
Susu masih bisa diberikan kepada anak usia di atas 2 tahun dengan kriteria susu yang tidak berperisa dan dengan proses pasteurisasi.
"Kalau pun membuat produk itu menjadi tambahan asupan protein hewani, dianjurkan adalah susu yang tidak berasa, susu yang plain yang (diproses dengan) pasteurisasi," kata dr. Tan.
Ia menyebutkan bahwa susu yang baik adalah susu pasteurisasi, bukan susu UHT. Proses pasteurisasi ini dapat mematikan kontaminasi adanya bakteri E. Coli dan Salmonella.
"Bukan UHT, ya, pasteurisasi. Artinya misalnya susu sapi perah, supaya tidak ada (bakteri) E. Coli, Salmonella, maka susunya ini dipasteurisasi. Pasteurisasi itu suhunya sekitar 72 hingga 80 derajat celcius, tujuannya untuk mematikan kontaminasi. Tetapi bukan susu kotak UHT," pungkasnya.
ADVERTISEMENT
Kata Gibran dan Tim
Wakil Komando Tim Bravo (Komunikasi), Cheryl Tanzil, menjelaskan Gibran membagikan susu Ultra High Temperature (UHT) dibanding susu pasteurisasi.
Namun Cheryl tak menjawab langsung soal kandungan gula tersebut.
"Kenapa kita pakai UHT? Karena hanya produk UHT yang aman dari kerusakan atau paparan salmonela dan bakteri lain saat dibawa dalam waktu lama di luar mesin pendingin," kata Cheryl kepada wartawan, Rabu (6/12).
Sementara Gibran menanggapi santai soal bagi-bagi susu yang disebut banyak mengandung gula.
“Itu kan (susu dibagikan) khusus yang sudah tidak ASI lagi,” ujar Gibran di Balai Kota, Jumat (8/12).
“Ya. Saya terima kasih masukannya. Nanti akan kita evaluasi terus, ya,” pungkasnya.