PKS beri rekomendasi Pilgub Sumut kepada Bobby Nasution

Aksi Borong Partai, Tren Pilkada 2024 yang Ancam Demokrasi

13 Agustus 2024 10:42 WIB
·
waktu baca 13 menit
Kurang dari sepekan sebelum Golkar merelakan Ridwan Kamil maju di Pilgub Jakarta, Ketua Harian DPP Gerindra Sufmi Dasco Ahmad tiba-tiba memperkenalkan Koalisi Indonesia Maju atau KIM Plus sebagai koalisi besar di Pilkada Jakarta dan beberapa daerah lain.
Kala itu, 31 Juli 2024, Dasco tengah mewakili Ketua Umum Gerindra Prabowo Subianto dalam acara Mukernas Perindo. Meski tak bilang dengan gamblang parpol mana saja yang bakal masuk “Plus” untuk mempertebal kekuatan KIM dan calon gubernur yang mereka usung, ucapan itu mengisyaratkan adanya skenario besar yang disiapkan untuk menghadirkan calon tunggal.
Dua hari setelahnya Jumat (2/8), Dedi Mulyadi mendadak diajak bertemu oleh kader Golkar, Singgih Januratmoko di sebuah restoran di Kota Bandung. Rupanya itu bukan pertemuan biasa. Singgih membawa pesan penting dari Ketua Umum Airlangga Hartarto –yang kini sudah mundur yakni rekomendasi di pilgub Jabar untuk mantan kadernya yang kini sudah menjadi kader Gerindra itu.
Dari sanalah nasib RK dan peta politik di Pilgub Jakarta berubah saat isu calon tunggal mengemuka. Sang arsitek itu benar-benar 'OTW' Jakarta seperti baliho yang pernah ia pasang di beberapa ruas jalan ibukota awal 2024 lalu. Golkar yang perolehan suaranya lebih tinggi di Pileg 2024 pun sampai harus mengalah kepada Gerindra dengan melepas posisi calon gubernur di Pilgub Jabar demi mewujudkan skenario besar KIM plus di Jakarta.
Airlangga Hartarto dan Ridwan Kamil. Foto: Reno Esnir/Antara
Tak berselang lama, Airlangga langsung memanggil RK di rumah dinasnya di Jalan Widya Chandra, Jakarta Selatan, Kamis (8/8). Mengenakan jas berwarna hitam, eks Gubernur Jabar itu datang dengan semringah, bahkan ia memilih memarkirkan kendaraannya agak jauh dari rumah Airlangga dan berjalan kaki menyapa awak media sebelum menghadap sang ketum.
"Bahwa saya tadi diminta secara resmi untuk maju sebagai Gubernur Daerah Khusus Jakarta dari Partai Golkar," kata RK usai bertemu Airlangga.
Besarnya kekuatan 'borong partai' KIM plus di Jakarta bisa mengakibatkan RK menjadi calon tunggal vs kotak kosong atau calon independen yang disiapkan. KPU DKI sudah menyatakan dua calon independen memenuhi syarat dan akan dilakukan verifikasi faktual yakni, Dharma Pongrekun dan Kun Wardana.
Di sini, bisa saja muncul calon boneka agar seolah-olah demokrasi tetap tercermin di kontestasi Pilgub Jakarta yang menjadi perhatian publik.
Sejauh ini, RK sudah memborong dukungan 50 kursi hampir separuh dari 106 kursi di DPRD Jakarta—dan belum ditambah kursi parpol 'plus' yang belum diungkap masuk ke KIM. KIM plus akan diisi koalisi pendukung Prabowo-Gibran yakni Gerindra, Golkar, PAN, Demokrat dan PSI ditambah dengan parpol pengusung Anies Baswedan dan Ganjar Pranowo saat pilpres 2024 lalu.
Sumber di internal koalisi perubahan pengusung Anies mengungkapkan, PKB, PKS dan NasDem adalah yang paling intens didekati para elite KIM, khususnya Gerindra. Menurut informasi, mereka ditawari berbagai tawaran menggiurkan seperti posisi menteri di kabinet Prabowo periode 2024-2029.
Koalisi Perubahan di Pilpres kini hampir pasti tinggal kenangan. Foto: Haya Syahira/kumparan
Kehadiran KIM plus di Jakarta bisa menjadi momok tersendiri untuk menguji keberanian parpol memberikan perlawanan dengan mencari lawan untuk RK. Namun, tiga partai pengusung Anies disinyalir tertarik dengan tawaran KIM dan akan bergabung ke KIM. Jika itu benar, itu berarti RK mendapatkan dukungan besar yakni sebanyak 89 kursi atau sekitar 83 persen dari kekuatan parpol di Jakarta. Kekuatan ini juga semakin menekan posisi PDIP yang ingin mencegah kotak kosong terjadi di Jakarta.
Dalam Pasal 40 Ayat (1) UU Pilkada dijelaskan, setiap partai politik atau gabungan harus memperoleh 20 persen kursi di DPRD untuk bisa mengusung kandidat. Jumlah kursi DPRD Jakarta sebanyak 106 sehingga parpol yang hendak mendaftarkan kandidat perlu memiliki sekurang-kurangnya lebih dari 21 kursi. RK jauh melebihi persyaratan tersebut karena hanya menyisakan 17 kursi,15 kursi milik PDIP dan PPP Perindo masing-masing memiliki 1 kursi.
“Ya idealnya harus ada kompetisi, tapi idealnya itu kan tidak sebanding dengan realitas politik yang ada. Kita masih mencoba untuk memposisikan sebagai posisi yang ideal. Demi menjaga demokrasi kita. Ya rakyat juga disuguhkan pilihan. Pilihan-pilihan itu tentu terserah rakyatlah, masyarakat kaya apa khususnya DKI ini monggo dipilih yang mana,” kata Wakil Bendahara Umum PKB Bambang Susanto kepada kumparan.
Menurut sejumlah sumber parpol, operasi ajakan kerja sama di Jakarta sudah dilakukan sejak lama dan sangat masif terutama terhadap parpol yang tertarik mendukung Anies Baswedan. Sehingga wajar saja jalan Ridwan Kamil di Jakarta begitu mulus tanpa berbekal elektabilitas yang memadai dan Anies dipastikan gagal berlayar.
Ridwan Kamil dan Anies Baswedan 6 Juni 2024. Foto: Tiara Hasna/kumparan
Ketua DPP NasDem Effendy Choirie mengaku sudah mencium adanya gelagat Pilgub Jakarta akan menghadirkan kontestasi antara RK vs kotak kosong. Menurutnya, tak ada yang salah jika RK harus melawan kotak kosong karena tidak dilarang UU. Namun, kehadiran kotak kosong dirasa melukai esensi demokrasi yakni memberikan banyak pilihan calon pemimpin kepada publik. Menurutnya, pilkada bukan hanya ajang 5 tahunan untuk sekadar mencari calon pemimpin tapi juga ada unsur edukasi politik kepada masyarakat.
“Ketika tidak ada uji gagasan, uji program, uji wawasan, mental dan moral dari para kandidat, maka nggak ada edukasi untuk rakyat, nggak ada pilihan. Padahal demokrasi harus banyak pilihan kalau nggak ada pilihan ya sebetulnya sistemnya demokrasi tapi sebetulnya itu ya secara substansi sudah kehilangan makna demokrasi itu. Tapi itu [kotak kosong] ya boleh, cuma ya tadi nggak ideal untuk pendidikan publik, aspirasi rakyat yang beragam tidak terakomodasi semua,” kata pria yang disapa Gus Choi itu.
Perlawanan masyarakat terhadap calon tunggal sudah pernah terjadi di pilgub Makassar 2018 saat kotak kosong menang melawan pasangan Munafri Arifuddin dan Andi Rachmatika Dewi (Appi-Cicu) -yang menjadi sejarah pertama di Indonesia. Kotak kosong ketika itu muncul saat Mahkamah Agung (MA) mencoret pasangan Mohammad Ramdhan Danny Pomanto dan Indira Mulyasari (DIAmi) dari bursa Pilwalkot Makassar.
“Bisa aja saya berani jamin, kalau KIM plus itu hanya bikin satu calon pun, mereka tidak akan pernah berani [melawan kotak kosong], ini ucapan saya nih, bukan saya nantang orang," kata Ketua DPP PDIP Basuki Tjahja Purnama (Ahok), Sabtu (3/8).
Di Sumut, PKS turut mengusung Bobby Nasution. Foto: Dok. Istimewa
Langkah KIM plus memborong mayoritas dukungan parpol di daerah bukan hanya terjadi pilgub Jakarta. Skema itu direplikasi sedemikian rupa di pilkada daerah lain. Sebut saja pilgub Sumatera Utara KIM plus mengusung menantu Presiden Jokowi Bobby Nasution, pilgub Banten mendukung Andra Soni, pilgub Jawa Barat mendorong Dedi Mulyadi, pilgub Jawa Timur mengusung Khofifah Indar Parawansa, pilgub Jateng menyokong Irjen Ahmad Luthfi, pilgub Jambi KIM plus memasang Al-Haris hingga pilgub Kalimantan Timur mengusung Rudy Mas’ud.
“Ada Jawa Tengah, ada DKI kan begitu. Jawa Tengah. Iya [Jawa Barat]. Ya itu kan dinamika yang terjadi, aspirasi yang terjadi itu silakan saja. Nanti pada waktunya pasti akan diputuskan secara bersama-sama satu suara oleh Koalisi Indonesia Maju Plus. Ada Koalisi Indonesia Maju Plus nanti,” kata Dasco pertama kali mengungkapkan rencana KIM plus di sejumlah daerah.
Upaya borong partai di wilayah lain juga berpotensi mengakibatkan kotak kosong di banyak daerah, bila tak ada parpol yang berani melakukan perlawanan terhadap calon dari KIM plus. Dikutip dari situs Bawaslu RI, trend kotak kosong di pilkada sejak tahun 2015, kian meningkat. Di Pilkada 2015 hanya 3 daerah yang melawan kotak kosong lalu meningkat 3 kali lipat menjadi 9 daerah di pilkada 2017. Lalu meningkat lagi menjadi 16 daerah pada Pilkada 2018, dan terakhir 25 daerah pada Pilkada 2020.
lustrasi surat suara calon tunggal. Foto: Antara
Masalahnya, istilah kotak kosong di Pilkada 2024 mengalami anomali. Selama ini lahirnya kotak kosong identik dengan calon yang memiliki elektabilitas kuat –biasanya merupakan calon petahana yang didukung mayoritas parpol karena tak memiliki lawan tandingan. Di pilkada 2024, justru calon dengan elektabilitas tinggi disingkirkan.
Pilkada Jawa Barat, Pilkada Jakarta, dan Pilkada Banten, menjadi 3 daerah yang paling menarik karena para tokoh yang memiliki survei tinggi, tidak dipilih KIM. Menurut informasi yang dihimpun, 3 daerah ini menjadi daerah krusial bagi KIM, khususnya Golkar dan Gerindra untuk mencari titik temu. Munculnya calon tunggal di Pilkada Jakarta bukan karena RK terlalu kuat, tetapi karena ada calon yang sangat perkasa seperti Anies yang perlu dijegal untuk tidak maju. Elektabilitas cagub KIM plus RK berada jauh di bawah calon petahana Anies Baswedan dan juga Ahok di berbagai survei.
Kegagahan Anies dalam berbagai hasil survei tidak menjadi daya pikat untuk parpol. Menurut informasi di internal koalisi perubahan, PKS, NasDem dan PKB yang sudah sempat mendeklarasikan dukungan kepada Anies sudah perlahan berbalik badan karena mengalami tekanan hingga tak bisa menolak rentetan tawaran kursi jabatan hingga bujuk rayu dari elite KIM yang mendatangi mereka.
Dalam survei Litbang Kompas yang dilakukan pada 15-20 Juni 2024 dengan melibatkan 400 orang responden yang dipilih secara acak, elektabilitas Anies 29,8 persen, Ahok 20 persen, dan RK 8,5 persen. Realitas survei ini pun memunculkan spekulasi bahwa KIM plus memang dibentuk sebagai siasat yang dibentuk untuk menjegal Anies di periode keduanya. Meski para elite KIM membantah hal tersebut.
“Nah, makanya gue tuh melihatnya Pilkada yang sekarang itu kan Pilkada dalam demokrasi siasat, yang hasilnya bisa jadi sesat. Gara-gara ada persekongkolan jahat. Demokrasinya jadinya gak sehat lagi, bahkan jadi tidak hebat. Nah ini lah saat ini kondisinya kayak gitu. Masa [calon] elektabilitas 3% mau lawan kotak kosong, kan aneh ya, itu penghinaan terhadap demokrasi itu sendiri,” kata pengamat politik Hendri Satrio.
Hendri berpandangan, Jakarta tak kekurangan calon pemimpin yang bisa dipilih di Pilkada untuk memimpin hingga 2029 mendatang namun kalah dengan kepentingan elite. “Hanya calon-calon yang diinginkan oleh rezim lah yang bisa maju. Ini diterjemahkan ke siapa? Diterjemahkan ke parpol. Si parpol-parpol ini playing God, dia merasa bisa menentukan siapa yang bisa jadi Gubernur, siapa bisa ikut kontestasi atau tidak, playing God. Padahal nggak boleh begitu,” ucap Hendri.
Airin Rachmi Diany. Foto: Jamal Ramadhan/kumparan
Politikus Golkar, Airin Rachmi Diany juga bernasib sama dengan Anies. Posisi Airin –Ketua TKD Banten Prabowo-Gibran berada di ujung tanduk usai Airlangga menyerah dan mundur dari kursi Ketua Umum. Menurut informasi dari internal KIM, pilgub Banten menjadi salah satu pembahasan alot antara Gerindra dan Golkar. Sebab, di sanalah Gerindra harus head to head dengan Airin yang dianggap sebagai calon potensial di sana.
Elektabilitas Airin tinggi namun tidak didukung mayoritas parpol di Pilgub Banten. Sejauh ini, belum ada perubahan sikap Golkar di pilgub Banten. Namun, Airin dibiarkan ‘dikeroyok’ Koalisi Banten Maju besutan Gerindra bersama Demokrat, PAN, NasDem, PKB, PPP, PKS dan PSI untuk mengusung kadernya Andra Soni bersama Dimyati Natakusumah politikus PKS.
Menurut sumber lainnya, terdapat upaya untuk menghadirkan kotak kosong di Banten sama seperti Jakarta. Negosiasi dilakukan agar seluruh parpol sepenuhnya berada di barisan Andra Soni-Dimyati dan memunculkan kotak kosong. Airlangga disebut berusaha mempertahankan sekuat mungkin posisi Airin namun kemungkinan usaha itu jauh dari kata berhasil setelah Menko Perekonomian itu tiba-tiba melepaskan kursi Ketua Umum Golkar.
Ridwan Kamil. Foto: Dok. Humas Pemprov Jabar
Kasus serupa terjadi pula di Jabar, Ridwan Kamil dengan elektabilitas di atas 50% di Jabar justru digeser KIM ke Jakarta agar calon Gerindra, Dedi Mulyadi, punya peluang di Jabar. Padahal RK adalah ketua TKD Jabar Prabowo-Gibran di pilpres 2024 lalu. Namun, belum diketahui apakah skenario kotak kosong juga di-setting di Pilgub Jabar.
“Fenomena KIM plus ini menunjukkan bahwa partai-partai politik sudah terjebak pada praktek-praktek transaksional yang sangat pragmatis untuk kepentingan partai politik itu sendiri. Ketika kita bicara pada partai politik yang sudah mengedepankan praktek-praktek transaksional pragmatis, maka di situlah sebetulnya nilai -nilai demokrasi itu sudah diabaikan,” kata Pengamat Komunikasi Politik Universitas Brawijaya Anang Sujoko.

Bahaya Kotak Kosong

Akar masalah munculnya kotak kosong dalam setiap Pilkada sejak 2015 lalu, yakni peran parpol sebagai pembuat UU yang mengatur aturan main dan juga sebagai sarana pengusung calon. Dalam revisi UU Pilkada nomor 10 tahun 2016, parpol seolah sudah mempersempit pintu kompetisi dengan menambah persyaratan calon perseorangan atau independen menjadi sangat tinggi. Dalam UU Pilkada, minimal dukungan calon perseorangan yang maju dalam Pilgub berkisar antara 6,5 persen hingga 10 persen dari jumlah pemilih yang tercantum pada daftar pemilih tetap (DPT) yang semula hanya 3 persen.
Rinciannya, 10 persen untuk jumlah DPT 2 juta; 8,5 persen untuk jumlah DPT antara 2 juta-6 juta; 7,5 persen untuk jumlah DPT 6 juta-12 juta, dan 6,5 persen untuk jumlah DPT lebih dari 12 juta. Tak sampai di situ, parpol juga mengutak atik persyaratan calon dari parpol dengan menaikan ambang batas menjadi 20 persen kursi atau 25 persen suara sah hasil pemilu DPRD terakhir. Syarat ini pun memaksa parpol harus melakukan negosiasi politik dengan parpol lain yang berujung pada deal politik yang cenderung pragmatis.
Belum lagi ditambah pula isu ‘mahar’ politik yang dipasang parpol dan seringkali disebut sebagai pelicin bagi para calon untuk mendapatkan tiket dari parpol maju sebagai calon kepala daerah. Hal itu, menjadi jalan yang lebih mudah dibandingkan harus menyampaikan gagasan politik. Ditambah dengan adanya penyalahgunaan kekuasaan yang acap kali dilakukan petahana.
“Karena cost yang sangat tinggi kemudian kepala daerah yang terpilih tersandera oleh transaksi dan memiliki ketergantungan pada parpol. Jadi ada rasa hutang budi, sehingga ketika pemerintahan itu berjalan, kepala daerah yang terpilih dari partai-partai politik yang transaksional, yang terjadi juga transaksi,” kata Anang Sujoko.
Warga mengambil surat suara saat melakukan simulasi pemungutan suara di Desa Tegalluar, Kabupaten Bandung, Jawa Barat, Sabtu (12/5). Foto: ANTARA FOTO/Raisan Al Farisi
Dampak berbahaya yang timbul dari kotak kosong yakni kualitas demokrasi Indonesia yang menurun karena hak rakyat diberangus oleh para elite. Adanya calon tunggal di pilkada seringkali dianggap menjadi pengkhianatan terhadap aspirasi masyarakat yang memiliki harapan terhadap sosok pemimpin yang diidamkan. Kepala Departemen Politik dan Perubahan Sosial Centre for Strategic dan International Studies (CSIS) Arya Fernandes menyebut saat ini elite parpol tidak menunjukkan niat baik untuk menciptakan demokrasi yang sehat.
"Menurut saya kalau ada skenario partai untuk mendesain pilkada melawan kotak kosong, saya kira itu sudah kebablasan dan itu tidak menunjukkan semangat untuk membangun demokrasi yang sehat,” kata Arya, Kamis (8/8).
Pengamat Hendri Satrio lantang mendorong agar DPR RI berani melakukan revisi UU Pilkada untuk kembali menurunkan syarat pencalonan kepala daerah baik melalui jalur independen maupun parpol demi menekan siasat parpol dalam menentukan calon di pilkada. Hendri berpandangan salah satu Hal yang bisa dibahas dalam revisi UU Pilkada ke depan adalah mengatur batas maksimal, misalnya maksimal 45 persen dukungan parpol terhadap calon. Sehingga demokrasi tetap terjaga.
“Salah satu solusinya bukan ambang batas bawah, tapi threshold yang di atas. Jadi misalnya sekarang kan threshold 20%, itu harus ada maksimalnya, 40% misalnya, 45% misalnya. Jadi masih disisakan ruang untuk kelompok lain bikin koalisi sendiri,” kata Hendri.
Hendri Satrio Analis Politik sekaligus Pendiri Lembaga Survei KedaiKOPI saat diwawancarai di program DipTalk kumparan di kantor kumparan. Foto: Fitra Andrianto/kumparan
DPR RI sudah menjadikan revisi UU Pilkada sebagai RUU inisiatif DPR pada akhir November 2023 lalu. Komisi II yang membidangi kepemiluan pun akan membentuk Panitia Kerja untuk membahas revisi UU Pemilu dan Pilkada sejak Mei 2024 namun belum terlihat hasil dari rencana revisi tersebut. Selain jalur legislasi, kelompok masyarakat juga berupaya melalui jalur Konstitusi dengan mengajukan judicial review persyaratan mengusung calon di pilkada ke Mahkamah Konstitusi.
Partai Buruh dan Gelora pada Mei 2024 menggugat Pasal 40 ayat (3) UU Pilkada yang menyebutkan partai politik atau gabungan partai politik dapat mendaftarkan pasangan calon jika telah memenuhi persyaratan perolehan paling sedikit 20 persen dari jumlah kursi Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) atau 25 persen dari akumulasi perolehan suara sah dalam pemilihan umum anggota DPRD di daerah bersangkutan karena dianggap tidak memberikan rasa keadilan dalam pencalonan pilkada. Namun MK belum memutus perkara tersebut karena proses gugatan masih bergulir.
Perlawanan untuk menghindari kotak kosong atau calon boneka di Jakarta perlu dilakukan. PDIP salah satu parpol yang getol menyatakan siap berperang mencegah hal tersebut menjadi nyata, meski hanya memiliki 15 kursi dan perlu berkoalisi untuk memenuhi syarat 22 kursi. Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto menuturkan pihaknya masih berpeluang membangun kerja sama dengan partai lain di tengah poros gemuk KIM plus.
"Peluang untuk membangun kerja sama di Jakarta [terus dilakukan] sehingga tidak ada calon tunggal," tegas Hasto.
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten