Alumni SMKN 1 Klungkung Tak Heran Dana Komite Jadi Kasus: Kursi-Meja Rusak

12 Oktober 2024 14:57 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Suasana SMKN 1 Klungkung. Foto: Denita BR Matondang/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Suasana SMKN 1 Klungkung. Foto: Denita BR Matondang/kumparan
ADVERTISEMENT
Alumni SMKN 1 Kabupaten Klungkung, Bali, berinisial A (20 tahun) mengaku tak heran ada penyimpangan dalam pengelolaan dana komite sekolah atau dikorupsi. A lulus pada tahun 2022 lalu dari SMKN 1 Klungkung.
ADVERTISEMENT
Pasalnya, A mengaku sudah membayar dana komite sekitar Rp 600 ribu setiap enam bulan selama tiga tahun ke bank daerah, namun tak puas dengan fasilitas belajar mengajar. Salah satu di antaranya adalah beberapa kursi dan meja sekolah rusak.
Selain itu, selama pandemi COVID-19, siswa tetap membayar uang komite walau aktivitas belajar secara daring atau selama setahun penuh tidak ada aktivitas di sekolah.
"Enggak heran sih karena udah dari dulu sudah merasa kalau ada penyelewengan dana. Waktu masa COVID-19 kelas XI full setahun enggak sekolah itu tapi kita tetap bayar itu," katanya saat dihubungi, Sabtu (12/10).
A lupa nilai persis besaran dana komite yang ditarik dari siswa. Hal ini karena dia membayar uang komite dan uang Sumbangan Pembinaan Pendidikan (SPP) sekaligus setiap enam bulan sekali.
ADVERTISEMENT
Siswa diberikan pilihan membayar uang komite dan SPP bisa setiap bulan, setiap enam bulan atau setiap satu tahun. Menurut sekolah, uang komite ini digunakan untuk membiayai fasilitas SMKN 1 Klungkung. Salah satunya gedung sekolah.
Uang yang diamankan Kejari Klungkung dari SMKN 1 Klungkung. Dok: Kejari Klungkung
Berdasarkan informasi yang dihimpun kumparan, besaran uang komite ini mulai dari Rp 50 ribu setiap bulan per siswa.
"Kalau uang SPP (dan komite) dipakai untuk biaya gedung dengan dalih bayar uang gedung, nyatanya fasilitas yang kita dapat di sekolah itu menurut kita enggak puas, bahkan dari sejak kelas 10 sampai Kelas 12 biaya uang komite terus bertambah,"
"Tapi fasilitas di sekolah enggak ada bertambah sama sekali bahkan ada beberapa kursi dan meja yang sudah rusak," sambungnya.
ADVERTISEMENT
Dia berharap SMKN 1 Klungkung dapat mempertanggungjawabkan dana komite tersebut. Apalagi, kasus ini diselidiki oleh kejaksaan.
"Semoga setelah terungkap kasus ini ke depan ini jadi pelajaran buat siapa pun pemimpin ke depan di SMK nanti bisa menjadi pelajaran, mengapa sih sekolah negeri itu harus bayar komite, bukannya sekolah negeri harus uda gratis, gitu loh," katanya.

Awal Mula Terungkap Kasus

Saat Kejari Klungkung menggeledah SMKN 1 Klungkungkung. Dok: Kejari Klungkung.
Kasus ini terungkap berkat laporan masyarakat ke Kejaksaan Negeri (Kejari) Klungkung. Kejari menyita sebanyak 31 dokumen yang berkaitan dengan pengelolaan dana komite dan uang tunai senilai Rp 182.558.145 saat penggeledahan.
"Uang diduga bersumber dari dana komite tahun 2020 sampai dengan 2022 yang dikuasai secara tunai oleh oknum kepala sekolah dan tidak dapat dipertanggungjawaban," katanya.
ADVERTISEMENT
Kejari bahkan menemukan 293 ijazah siswa lulusan tahun 2020-2022 karena belum melunasi uang komite.
Kejari Klungkung menemukan ada indikasi penganggaran ganda pada kegiatan sekolah, yakni kegiatan dianggarkan melalui dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) dan dana komite.
Kejari Klungkung memperkirakan negara mengalami kerugian Rp 700 juta. Kejari masih menunggu perhitungan resmi dari Badan Pengawasan Keuangan dan pembangunan (BPKP) nilai kerugian negara.

Penjelasan Kepsek

Suasana SMKN 1 Klungkung. Foto: Denita BR Matondang/kumparan
Kepala SMKN 1 Klungkung, I Wayan Siarsana, menjelaskan soal penggeledahan tersebut.
"Penggeledahan oleh Kejari Klungkung berkaitan dengan laporan dari masyarakat tentang dugaan penyalahgunaan dana komite yang tidak sesuai antara perencanaan dan realisasi di saat pandemi COVID-19 tahun 2020," ujar Siarsana mengawali penjelasan, Jumat (11/10).
Menurut Siarsana, terdapat data tunggakan dan penangguhan pembayaran dana komite mencapai Rp 320 juta.
ADVERTISEMENT
Nah, dana tersebut digunakan untuk pembayaran gaji dan pembuatan tempat parkir. "Karena lahan parkir masih sewa, kegiatan banyak yang tidak bisa jalan. Dikoordinasikan dengan ketua komite dibuatkan tempat parkir dengan membeton got sekeliling sekolah dan di penghujung dibuatkan pos satpam," ujarnya.
"Itu kemudian dianggap tidak berpihak pada kebutuhan siswa," ujarnya.
"(Anggaran) COVID-19 membayar komite karena keperluan gaji 27 guru dibiayai dari dana komite," katanya.
Menurut Siarsana, ada juga persoalan rekening. "Ada kebijakan bahwa rekening sekolah hanya ada satu, untuk rekening komite yang berbentuk tabungan ditutup untuk dijadikan giro. Saldo penutupan tidak dimasukkan ke giro karena ada saldo lama Rp 130 juta."
"Saat penutupan, ditarik dengan bahasa 'untuk gaji', karena ada kebijakan bahwa gaji boleh dari dana BOS. Penutupan inilah yang menjadi polemik: Digunakan menanggulangi kegiatan atau membuat sarana yang diperlukan sekolah," kata Siarsana.
ADVERTISEMENT
"Ada juga buku donatur bagi siswa. Dana yang disita ada di rekening sekolah sebagai penanggulangan gaji. Karena permintaan kejaksaan dana itu dikembalikan ke bendahara komite lama dan ditarik tunai senilai Rp 182 juta lebih untuk diserahkan ke kejaksaan," ujar Siarsana.

Soal Ijazah yang Ditahan

Siarsana menjelaskan bahwa ijazah yang ditahan adalah ijazah lama lantaran siswa sudah mendapat keterangan lulus. "Ijazah asli kadang tidak diambil," ujarnya.
"Ada juga siswa yang malu karena masih menunggak biaya sekolah."
Siarsana mengklaim bahwa pihak sekolah sudah pernah mengumumkan supaya ijazah-ijazah itu diambil. "Kalau masih nunggak, ijazah asli boleh diambil siswa bersama dengan orang tua siswa langsung hadir membuat surat pernyataan bermeterai bahwa 'belum tuntas administrasi'."
ADVERTISEMENT