Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.89.0
ADVERTISEMENT
Aksi demo 11 April 2022 di Gedung DPR RI, Senayan, Jakarta, kembali berakhir ricuh. Unjuk rasa yang digelar BEM SI awalnya berjalan dengan lancar.
ADVERTISEMENT
Dalam aksi demo kala itu, memang bukan hanya diikuti mahasiswa saja. Melainkan ada beberapa elemen masyarakat, termasuk para pelajar yang biasa tergabung dengan istilah 'STM Bersatu'.
Para pelajar yang entah dari sekolah mana ini terlihat hadir di depan Gedung DPR. Kehadiran mereka dalam aksi unjuk rasa bukan kali ini saja.
Tercatat, beberapa kali para pelajar ikut serta dalam aksi demo yang berakhir ricuh. Timbul pertanyaan, siapakah yang mobilisasi mereka? atau memang karena kesadaran sendiri?
Kriminolog Reza Indragiri mempunyai pendapat sendiri terkait fenomena para pelajar STM yang belakangan selalu ikut aksi demo.
"Sejak dulu STM distigma sebagai sekolahnya para pembuat onar. Jika stigma itu masih dianut, maka yang terjadi adalah self-fulfilling prophency. Siswa STM akan bertindak-tanduk sebagaimana keyakinan mereka tentang identitas yang disematkan pada diri mereka," kata Reza saat dihubungi, Rabu (13/4).
ADVERTISEMENT
Reza menuturkan, pemuda seperti anak STM cenderung bisa merasakan kesempitan hidup dan kegelisahan sosial, seperti yang dialami oleh masyarakat secara luas.
Ia menilai para pelajar ini sebenarnya tidak mudah untuk ditunggangi.
"Dengan anggapan sedemikian rupa, maka tidak relevan lagi kita berasumsi bahwa anak-anak STM cuma bisa membebek, dicukongi, ataupun dimanipulasi. Mereka turun ke jalan karena ya mereka merasa ada kebutuhan untuk turun ke jalan," ujarnya.
Reza juga menambahkan, sikap anarkistis ini muncul karena kepribadian mereka belum punya kesanggupan untuk mengartikulasikan isi kepala dengan kualitas yang setara pada kelompok yang sama seperti mahasiswa.
"Singkatnya, mereka belum sepenuhnya berpikir secara dewasa,’’ kata dia.
"Bahwa di lapangan mereka melakukan tindakan anarkis, sejatinya bukan hanya anak STM yang seperti itu. Tapi karena mereka bersekolah di STM, maka dikait-kaitkanlah ke-STM-an mereka. Dalam situasi yang ditandai psikologi massa, semua orang pada akhirnya bisa bertindak-tanduk anarkis," sambungnya.
ADVERTISEMENT
Reporter: Fadelia Fauziah Rahma