Anggota DPR PDIP Prihatin Kasus Supriyani Guru Konawe: Pemerintah Wajib Bantu

26 Oktober 2024 10:16 WIB
·
waktu baca 5 menit
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Guru Honorer SDN 4 Baito Supriyani usai menjalani sidang perdana di PN Andoolo, Konsel. Foto: La Ode Muh Deden Saputra/ANTARA
zoom-in-whitePerbesar
Guru Honorer SDN 4 Baito Supriyani usai menjalani sidang perdana di PN Andoolo, Konsel. Foto: La Ode Muh Deden Saputra/ANTARA
ADVERTISEMENT
Wakil Ketua Komisi X DPR RI, MY Esti Wijayati, menyoroti kasus guru honorer, Supriyani, yang menjadi tersangka usai dituduh menganiaya siswa anak polisi di Konawe Selatan, Sulawesi Tenggara (Sultra).
ADVERTISEMENT
Menurutnya kasus Suryani menjadi contoh betapa rentannya posisi profesi guru saat ini, terutama guru honorer.
“Guru honorer seperti Ibu Supriyani sering kali berada dalam posisi yang rentan, di mana mereka tidak hanya harus memenuhi tanggung jawab mengajar, tetapi juga berhadapan dengan risiko hukum dalam proses mereka melakukan pembinaan pada murid,” kata MY Esti Wijayati dalam keterangannya, Sabtu (26/10).
Esti menilai, sistem pendidikan yang seharusnya melindungi guru dan memberi mereka dukungan dalam menjalankan tugas, justru malah menjadi ancaman tersendiri bagi para guru.
"Yang paling mencolok dalam kasus Ibu Supriyani adalah terkait intervensi dan reaksi orang tua siswa yang menurut saya berlebihan. Terutama ketika salah satu pihak memiliki kekuasaan atau pengaruh, tentunya ini membebani guru," ujar Esti.
ADVERTISEMENT
"Fenomena seperti ini tidak jarang terjadi dalam sistem pendidikan kita. Padahal reaksi atau intervensi yang terlalu berlebihan dan tidak proporsional justru dapat merusak proses pendidikan," imbuh Legislator dari Dapil DI Yogyakarta itu.
Politikus PDIP ini mengingatkan, profesi guru dilindungi yang salah satunya tertuang dalam Peraturan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 10 Tahun 2017 Tentang Perlindungan Bagi Pendidik dan Tenaga Kependidikan.
Perlindungan ini mencakup perlindungan dari kekerasan, ancaman, perlakuan diskriminatif, intimidasi, dan perlakuan tidak adil. Aturan tersebut juga mengatur perlindungan guru dari pihak peserta didik, orang tua peserta didik, masyarakat, birokrasi, dan pihak lain yang terkait dengan tugas pendidik dan tenaga kependidikan.
"Profesi guru jelas memiliki perlindungan saat dirinya melakukan proses belajar mengajar. Namun kasus Supriyani menunjukkan intervensi orang tua serta intimidasi yang dapat mengancam keamanan guru dalam menjalankan perannya," papar Esti.
Guru yang berdemonstrasi mendukung Supriyani di depan PN Andoolo, Konawe Selatan, Sulawesi Tenggara, Kamis (24/10/2024). Foto: La Ode Muh Deden Saputra/ANTARA
Esti mendorong pemerintah dan satuan pendidikan untuk ikut memberikan pendampingan sesuai amanat Peraturan Kemendikbud 10/2017 pasal 2 hingga 4, khususnya Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah serta Pemerintah Daerah.
ADVERTISEMENT
“Pemerintah wajib memberikan bantuan hukum untuk guru yang bermasalah dengan hukum. Ini Ibu Supriyani malah cari bantuan hukum sendiri. Pemberian janji peningkatan status sebagai guru PPPK saja tidak cukup karena Ibu Supriyani terjerat kasus hukum saat sedang melaksanakan tugas," ucap Esti.
"Beliau yang telah mendedikasikan hidupnya bagi pendidikan anak bangsa berhak mendapat perlindungan dari Pemerintah,” jelas dia.
Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah (Kemendikdasmen) sebelumnya menyatakan akan mengangkat Supriyani menjadi guru Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) melalui jalur afirmasi. Jaminan ini diberikan Kemendikdasmen usai kasus Supriyani mendapat sorotan publik.
Esti mengatakan bantuan hukum dari pemerintah semakin diperlukan mengingat adanya dugaan intimidasi dan pemerasan terhadap Supriyani.
“Kita sepakat penganiayaan pada anak tidak dapat dibenarkan, tapi pendampingan hukum yang maksimal dapat membantu membuka fakta yang sebenarnya terjadi dalam kasus ini,” ungkapnya.
Guru Honorer SDN 4 Baito Supriyani saat menjalani sidang perdana di PN Andoolo, Konsel. Foto: La Ode Muh Deden Saputra/ANTARA
Saat ini Supriyani berstatus sebagai terdakwa dan kasusnya sudah mulai disidangkan di Pengadilan Negeri (PN) Andoolo, Konawe Selatan. Namun penahanan Supriyani ditangguhkan oleh hakim dengan pertimbangan terdakwa memiliki anak yang masih berusia balita.
ADVERTISEMENT
Terlepas dari kasus Supriyani, Anggota dewan yang juga bertugas di Badan Anggaran (Banggar) DPR RI itu menekankan guru merupakan elemen kunci dalam sistem pendidikan. Esti mengatakan hal ini lantaran guru tak hanya bertugas mengajar, tetapi juga membimbing dan membentuk karakter siswa melalui pengajaran nilai-nilai disiplin, tanggung jawab, dan etika.
"Beban guru hari ini sangat berat dan banyak tantangan. Karena yang terjadi sekarang itu guru kurang punya power untuk memberikan pembinaan ke siswa dalam bentuk disiplin karena fenomena reaksi orang tua yang sedikit-sedikit membawa masalah ke ranah hukum,” ucap Esti.
Esti tak menampik memang benar terjadi berbagai kasus kekerasan guru kepada anak muridnya. Namun ia menyebut tidak semua tindakan disiplin yang diterapkan guru merupakan bentuk kekerasan sehingga tak bisa disamaratakan.
ADVERTISEMENT
Ia mengatakan, seharusnya sistem pendidikan nasional Indonesia dapat memastikan bahwa guru, orang tua, dan siswa dapat bekerja sama. Esti menyebut, kerja sama antar pihak ini demi mencapai tujuan pendidikan yang lebih baik.
"Guru harus diberikan ruang untuk mendisiplinkan dan membimbing siswa, sementara siswa tetap mendapatkan perlindungan yang layak," tutur dia.
Ribuan guru yang menyambut Supriyani di depan PN Andoolo, Konawe Selatan, Sulawesi Tenggara, Kamis (24/10/2024). Foto: La Ode Muh Deden Saputra/ANTARA
Dalam kasus ini, kuasa hukum maupun Supriyani menyatakan pada saat hari kejadian yang dituduhkan, Supriyani berada di kelas berbeda dengan anak pelapor. Sebab Supriyani bukan merupakan wali kelas siswa MC.
Supriyani yang telah mengabdi sebagai guru honorer selama 16 tahun tersebut dituduh menganiaya pada pukul 10.00 WITA. Menurut pihak LBH, waktu kejadian tidak dapat dibenarkan mengingat di jam tersebut seluruh siswa sudah pulang.
ADVERTISEMENT
Dalam dakwaan kejaksaan, anak pelapor disebut dipukul satu kali dengan sapu. Sementara berdasarkan kesaksian guru lain yang melihat langsung kondisi siswa, luka anak pelapor itu terlihat seperti luka melepuh, bukan seperti bekas luka pukulan.
Supriyani mengaku diminta untuk mengakui tuduhan penganiayaan terkait penetapannya sebagai tersangka saat penyidikan di kepolisian. Ia menyatakan tak pernah mengaku menganiaya korban dan permintaan maaf yang disampaikannya dilakukan agar masalah cepat berlalu.
Permintaan maaf Supriyani disalahartikan oleh pihak pelapor yang menganggap Supriyani mengakui melakukan pemukulan kepada anak. Sebelum penyidikan, proses mediasi telah dilakukan beberapa kali, namun pihak pelapor tak mau berdamai sehingga proses hukum terus berlanjut.
Luka dan barbuk kasus siswa SD di Konawe Selatan diduga dianiaya guru honorer. Foto: Dok. Polda Sultra
Sementara soal dugaan pemerasan, hal ini terkait dengan adanya permintaan dari pihak pelapor kepada Suryani untuk membayar denda sebesar Rp 50 juta jika ingin berdamai.
ADVERTISEMENT
Karena pihak sekolah hanya menyanggupi untuk membayar Rp 10 juta, pihak pelapor disebut tak mau berdamai karena tuntutan denda yang dimintanya tidak dapat dipenuhi.
“Kalau hal tersebut benar terjadi, ini menjadi preseden yang buruk dalam sistem pendidikan kita. Dan kami meminta pemerintah hadir untuk memberi bantuan dan perlindungan bagi Ibu Supriyani. Kita juga berharap pengadilan dapat memberikan keadilan yang sesungguhnya bagi semua pihak,” kata Esti.