Anggota DPRD Banten Tak Terima Anak Jadi Tersangka, Laporkan Penyidik ke Propam

20 November 2024 20:22 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Kuasa hukum Anggota DPRD Banten Djasmarni, Iwan Kurniawan. Foto: kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Kuasa hukum Anggota DPRD Banten Djasmarni, Iwan Kurniawan. Foto: kumparan
ADVERTISEMENT
Anggota DPRD Banten fraksi NasDem, Djasmarni, angkat bicara usai anak dan keluarganya ditetapkan tersangka penganiayaan terhadap seorang sekuriti oleh Polda Banten pada Minggu (3/11) lalu.
ADVERTISEMENT
Lima orang ditetapkan sebagai tersangka penganiayaan terhadap sekuriti bernama Edi Mulyadi, buntut sengketa lahan seluas 500 meter persegi di Kecamatan Cipocok Jaya, Kota Serang, Banten. Salah satu tersangka berinisial WR (34 tahun) merupakan anak Djasmarni.
Djasmarni melalui kuasa hukumnya Iwan Kurniawan menyesalkan penetapan tersangka itu. Menurut Iwan, pihak keamanan dari PT BMP yang melakukan penyerangan dan memprovokasi lebih dulu saat pihak Djasmarni tengah melakukan pemagaran di lahan miliknya.
"Ini miris, gimana perlakuannya kalau ke masyarakat biasa. Ibu Djasmarni tercatat sebagai pensiunan Polri dan sekarang jadi anggota DPRD Banten. Kami khawatir aja mantan anggota Polri dan anggota DPRD dapat perlakuan yang semestinya bisa dikedepankan sisi kemanusiannya, ternyata yang didapat malah keluarganya ditahan dan ditangkap, kata Iwan, Rabu (20/11).
ADVERTISEMENT
"Saat kejadian, ada oknum mengatasnamakan keamanan dibantu sekuriti melarang dan menghalangi kegiatan pembangunan dari pihak keluarga Ibu Djasmarni di tanah miliknya," imbuhnya.
Iwan mengeklaim memiliki bukti video pengadangan dan penyerangan lebih dulu yang dilakukan oleh oknum keamanan tersebut kepada pihak keluarga Djasmarni.
Namun, lanjut Iwan, pihak Polda Banten tidak menggubris bukti-bukti yang disampaikan oleh pihaknya dan hanya menerima laporan dari pihak sekuriti sehingga menuding pihak keluarga Djasmarni yang bersalah.
"Ini salah satu yang kami soroti juga penanganan perkara penyidik Polda Banten, kenapa ada 2 laporan tapi cuma 1 yang naik? Kita ada bukti kalau mereka duluan yang melakukan pemukulan," ujar Iwan.
"Pada saat kejadian itu pihak keluarga Ibu Diasmarni langsung ke Polda Banten, tapi menurut keluarga itu tidak ditanggapi, tapi yang ditanggapi justru cuma laporan dari mereka," lanjutnya.
ADVERTISEMENT
Saat disinggung mengenai kesepakatan antara pihak Djasmarni dengan pihak sekuriti yang dilakukan seminggu sebelum insiden perkelahian terjadi, Iwan menegaskan bahwa kliennya hanya ingin mengakses lahan miliknya tanpa ada intervensi dan intimidasi dari pihak mana pun.
Sebab, kata Iwan, tudingan lahan milik Djasmarni masih dalam proses sengketa tak dapat dibuktikan lantaran saudari Neneng Aisyah yang mengeklaim memiliki AJB atas lahan seluas 500 meter itu tak pernah mengajukan gugatan hukum.
"Saudari Neneng yang ngerasa sebagai pemilik kok PT BMP yang datang menghalangi. Ini yang jadi pertanyaan besar kenapa AJB ditandingkan dengan SHM. Sedangkan belum ada pembuktian dari saudari Neneg soal keabsahan AJB-nya itu, dan saudari Neneng bukan pihak yang ikut bersepakat dalam musyawarah itu," terangnya.
Lima tersangka penganiayaan sekuriti. Foto: kumparan
Lebih lanjut, Iwan menjelaskan, keabsahan SHM yang dipegang Djasmarni telah melalui proses dan tercatat di BPN setempat hingga pernah menjaminkan lahan tersebut ke bank. Sehingga menurutnya wajar bila Djasmarni tidak perlu menempuh izin ke pihak Neneng Aisyah untuk memagari lahannya. Sebab kata Iwan, neneng hanya punya AJB saja.
ADVERTISEMENT
"SHM ibu Djasmarni sudah melalui proses yuridis dan tinjauan di lapangan, lahannya sudah pernah diukur dan surat ukurnya dibuatkan tahun 2010. Pemegang sebelumya atas nama Rina Wandidi, dan sudah tercatat di BPN. Dan ibu Djasmarni itu sebagai pembeli di tahun 2013, dan ada pencatatan tanggungan dari bank Bukopin di tahun 2013 juga," ungkapnya.
"Semenjak sertifikat ini ada, dan mereka mengaku punya AJB tahun 1993, kenapa baru sekarang mengeklaim. Padahal ibu Djasmarni itu sudah dari tahun 2013 membeli. Kenapa Ibu Djasmarni harus dihalangi ketika mau mengakses harta bendanya sendiri?" sambung Iwan.
Oleh sebab itu, dengan tegas Iwan menyebut penyidik Polda Banten tidak cermat dalam menangani perkara lantaran hanya melihat perspektif prasangka tindakan kekerasan tanpa mempertimbangkan klausul awal mula terjadinya kekerasan tersebut.
ADVERTISEMENT
Lanjut Iwan, pihak keluarga Djasmarni hanya mencoba melindungi diri dari penyerangan sekelompok oknum keamanan yang mencoba menghalangi aktivitas pemagaran di lahan miliknya sendiri.
"Dalam undang-undang, setiap orang berhak atas perlindungan diri pribadi, keluarga, kehormatan, martabat dan harta benda yang di bawah kekuasaannya. Kenapa penyidik tidak hati-hati dalam menangani perkara? Kami menduga kasus ini tidak ditangani secara profesional," tegas Iwan.
Untuk itu, Iwan menyampaikan, saat ini pihaknya telah melaporkan penyidik Ditreskrimum Polda Banten ke Bidpropam dan akan mengajukan praperadilan ke Pengadilan Negeri (PN) Serang untuk menguji sah atau tidaknya penetapan tersangka kepada keluarga Djasmarni.
"Kita laporkan penyidik ke Propam Polda Banten, kalau tidak ditindaklanjuti juga kita akan lapor ke Mabes Polri. Untuk praperadilan itu sudah ada tim lain, tinggal menunggu jadwal sidang," tandasnya.
ADVERTISEMENT