Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.102.2
Anggota Komisi III Desak Tindak Premanisme Ormas-Debt Collector: Jangan Kalah
24 April 2025 12:08 WIB
·
waktu baca 3 menit
ADVERTISEMENT
Aksi ormas mulai meresahkan. Dorongan untuk menindak tegas anggota ormas yang melanggar hukum juga terus menyeruak.
ADVERTISEMENT
Anggota Komisi III DPR Rudianto Lallo menegaskan tidak ada lagi celah bagi ormas yang melanggar hukum. Negara tak boleh mundur dalam melawan aksi premanisme ini.
"Tidak ada cerita negara kalah oleh siapa pun itu, ya kan, Apalagi instrumen negara bernama kepolisian itu adalah alat negara yang diberi tugas untuk keamanan dan ketertiban," kata Rudianto di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (24/4).
Politikus Partai NasDem itu meminta polisi tak ragu menindak ormas yang mengganggu ketertiban. Lebih dari itu, ketegasan harus ditunjukkan bila mereka sudah melakukan tindakan pidana.
"Tidak boleh dibiarkan. Karena kalau dibiarkan, berarti negara kalah dong, ya kan, negara kalah sama oknum-oknum ormas yang meresahkan masyarakat," tutur dia.
"Karena tindakan-tindakannya, perilakunya, sudah sampai melakukan, perusakan, membakar aset-aset negara, itu kan mobil polisi, mobil polisi kan aset negara, kalau itu dilakukan, polisi harus melakukan langkah-langkah tegas tanpa memandang oknum," ucap dia.
ADVERTISEMENT
Premanisme Debt Collector
Tak cuma ormas yang beraksi bak preman, para debt collector yang bersikap anarkistis dan melanggar aturan juga harus ditindak.
Anggota Komisi III DPR RI Martin Daniel Tumbelaka menyoroti aksi sekelompok debt collector yang berupaya menarik paksa mobil Toyota Calya berpelat nomor BK 1863 ABD milik seorang perempuan.
Aksi pengeroyokan ini terjadi di depan kantor Polsek Bukit Raya, Pekanbaru, Sabtu dini hari (19/4).
“Kami di Komisi III DPR menilai bahwa kasus ini bukan sekadar pelanggaran pidana biasa. Ini mencerminkan lemahnya pengawasan dan ketidaktegasan dalam menertibkan praktik debt collector yang menyalahi hukum,” kata Martin dalam keterangan tertulis, Kamis (23/4).
Politikus Gerindra itu menyayangkan sikap aparat yang pasif dan tidak bertindak spontan melindungi korban.
ADVERTISEMENT
"Ini aneh. Seharusnya negara tidak boleh kalah oleh bentuk-bentuk kekerasan yang dilegitimasi oleh urusan bisnis atau utang-piutang," tegasnya.
Martin meminta pemerintah dan aparat penegak hukum untuk mengambil langkah-langkah hukum dan regulasi yang tepat, sebab kasus ini sudah masuk dalam ranah tindak pidana kekerasan.
"Tidak cukup dengan mediasi atau peringatan. Pelaku harus dijerat dengan pasal-pasal pidana, termasuk tindak penganiayaan dan perusakan, serta dikenakan hukuman yang setimpal," tutur Martin.
Ia menegaskan bahwa praktik penagihan utang tidak boleh disertai dengan kekerasan.
"Tidak boleh ada pembiaran terhadap intimidasi atau ancaman yang dilayangkan oleh pihak pelaku terhadap rakyat, termasuk korban yang mencari keadilan. Perlu ada ketegasan dari negara dan aparat penegak hukum, rakyat harus aman,” ucap Martin.
ADVERTISEMENT
Sebelumnya, sekelompok debt collector ini menamakan Fighter. Video pengeroyokan ini viral di media sosial, bila merujuk pada narasi di media sosial, terdapat 10 polisi yang hanya menonton, namun tidak melerai.
Peristiwa yang terjadi di Polsek Bukit Raya membuat Kapolda Riau, Irjen Pol Herry Heryawan, meradang.
"Kejadian tanggal 19 April itu membuat saya malu dan marah, merusak marwah kita sebagai polisi. Aksi perusakan terjadi di kantor polisi dan tidak ada tindakan," kata Herry.
"Saya minta tanggung jawab semua. Bukan hanya Kapolsek, Kanit Reskrim, tapi semua terlibat," tuturnya.